Bab 14

1122 Words
Rosa sangat kesal, lebih kesal ketika Amelia menggoda Dave. Bagaimanapun posisinya di kantor lebih unggul. Jabatannya sebagai kepala editor tentu melebihi kepala bagian biografi. Dan meeting yang seharusnya dia ikut, Dave mengkancelnya begitu saja tanpa ada pemberitahuan. Tidak bisa! Jika seperti ini terus pamornya akan turun. Rosa adalah tunangan dari pemilik perusahaan penerbit ternama, bukan gadis aneh seperti Amelia. Posisinya jauh lebih tinggi dari siapapun. “p*****r itu!” teriak Rosa sambil melempar berkasnya yang ada di atas meja. Lea sudah tak bisa diharapkan karena kinerjanya buruk dan mengecewakan. Dia akan mencari orang lain yang mau bekerja di bawahnya. “Tunggu saja... aku akan membuatmu menderita lebih banyak lagi.” Rosa harus mendapatkan Dave sesuai dengan rencana ayahnya. Mereka akan meraup semua harta yang ada di tangan pria itu. Demi masa depannya, ia rela meninggalkan seseorang yang di cintai selama ini. Rosa mengeluarkan pigura yang ada di laci. Tampak potretnya bersama dengan Ken, cintanya di masa lalu. Gara-gara ambisi sang ayah, gadis itu harus rela membuang Ken begitu saja. “Sampai saat ini, aku masih tek lepas dari bayang-bayangmu. Ken.” Ketika mereka bertemu di kantor, Rosa bersikap biasa seperti layaknya teman. Tidak ada yang tahu mengenai hubungan tersembunyi mereka satu sama lain. Hanya ayah Rosa yang tahu karena dia selalu mengawasinya. “Apakah aku bisa bahagia?” terkadang Rosa lelah, lelah harus memilih antara ayah dan cinta. “Aku hanya ingin mendapatkan cinta dan hidup layaknya manusia.” Bahagia adalah dambaan dari setiap manusia, termasuk orang jahat sekalipun. “Aku ingin mendapatkan cinta yang tulus.” Sayang sekali, cinta yang tulus hanya ilusi saja. Dan Rosa tak bisa mendapatkan cinta itu seumur hidup. Tiba-tiba, sebuah pesan teks muncul di layar ponselnya. Gadis itu mengepalkan tangan kuat, lalu menghela nafas panjang. Setiap hari sang ayah selalu saja mengingatkan untuk segera melanjutkan prosesi pertunangan ke altar pernikahan. “Aku akan melakukannya.” Beralih ke ruang meeting yang masih dalam kondisi tegang membuat Amelia tercekik tak bisa bernafas sama sekali. Gadis itu tak bisa terus berlama-lama di satu ruangan bersama dua singa. Yang ada di otaknya adalah segera kabur meninggalkan tempat itu. “Anda tak berharap mengaturnya Amelia, Tuan Dave,” kata Lee Sun dengan tenang. “Dia adalah bawahanku. Tentu semua yang ada pada dirinya adalah milikku.” Amelia melongo lebar tak percaya dengan perkataan Dave yang tidak masuk akal. Sejak kapan aku jadi miliknya? Tubuhku ini hanya milikku “Aku bukan milik siapapun,” sela Amelia tak tahan. “Semua yang ada di diriku adalah milikku.” Gadis itu melipat kedua tangannya menatap mereka tajam. “Jika kau pindah menjadi managerku, aku akan sangat senang, Nona Amelia,” bujuk Lee Sun dengan tulus. “Sepertinya kau juga mengerti banyak tentang kepenulisan.” Benar juga, jika Amelia menjadi penulis seperti dulu, tentu akan sangat menyenangkan. Terlebih lagi menjadi penulis n****+ ternama. Melihat Amelia yang mulai bingung, Dave meraih pinggul gadis itu hingga tersentak. “Aku akan menaikkan jabatanmu jika kau menolaknya.” Wah-wah... ini namanya dilema, antara pindah kerja dan jabatan naik. Amelia bingung harus pilih yang mana. Tiba-tiba saja, wajahnya menjadi murung. Ia tak bisa mengubah hidup orang lain hanya karena keinginannya semata. “Maaf... aku menolak keduanya,” kata Amelia dengan tegas. “Kalian semua menjanjikan aku hal yang begitu menggiurkan, tapi aku tak tertarik sama sekali,” dusta nya lancar. Kedua pria itu langsung diam setelah Amelia bersuara. Lee Sun tersenyum karena tak menyangka bawah dirinya akan di tolak. “Aku menghargai keputusanmu. Di masa depan, kita akan sering bertemu.” Pria itu menepuk bahu Dave, “Jangan sia-siakan karyawan yang begitu pintar seperti Amelia. Untuk kontrak kita, aku setuju dan sudah menandatanganinya.” Lee sun pergi meninggalkan mereka berdua. Amelia menghela nafas lega ketika pria itu benar-benar pergi. Tak ingin berduaan dengan Dave, ia memutuskan untuk segera enyah dari ruangan itu. “Kemana kau akan pergi?” tanya Dave dengan suara menggelegar. Ada apa sih dengan si bos itu? Aku butuh udara segar untuk hidup. “Tentu saja kembali bekerja,” jawab Amelia dengan senyum terpaksa. “Di masa depan, kau di larang ikut campur dengan kontrak yang sudah aku tulis.” Dave berjalan mendekati Amelia sampai dia terpentok ke tembok. Tangan gadis itu dengan refleks menaruh di d**a posisi menyilang. “Kau yang salah! Aku tak ada hubungannya dengan meeting ini, tapi kau mengajakku.” Amelia membuang muka ke arah lain. “Seharusnya kau ajak Rosa!” cicitnya di dengar oleh Dave. “Apakah kau cemburu?” tanya Dave sedikit senang. “Tidak mungkin! Aku cemburu pada si nenek lampir! Tidak akan! Bos, kau terlalu memandang tinggi dirimu.” Amelia mendorong d**a Dave supaya memberi ruang padanya. “Lalu, kenapa kau bersikap seperti ini? acuh dan menarik perhatianku!” Dave tak mengerti, kenapa Amelia seperti main tarik ulur dengannya. “Apakah kau salah minum obat? Justru aku ingin menghindari mu di masa sekarang, dan masa yang akan datang!” teriak Amelia cukup keras. Gadis itu menyenggol bahu Dave cukup keras, lalu melenggang pergi begitu saja membuat pria tersebut tak bisa berkata apa-apa. “Yang benar saja... dia terlalu percaya diri,” gumam Amelia sepanjang perjalanan terheran dengan sikap narsistik bosnya. Gadis itu terus melangkah, menebar senyum ke setiap orang yang ditemuinya. Para karyawan hanya terbengong melihat Amelia yang berubah menjadi ramah. “Apakah Amelia benar-benar berubah?” tanya gadis berambut ikal. “Aku rasa seperti itu. Dia tak juga mengejar bos seperti dulu.” Masih ingat betul di benak mereka kalau Amelia selalu saja menempel layaknya perangko dengan Dave. Dan sekarang, sikap gadis itu sudah berubah total. “Alah... jangan percaya dengan topengnya,” kata gadis berambut pendek sebahu. “Tessa!” seru mereka berdua bersamaan. “Kami pergi dulu!” mereka langsung pergi setelah Tessa muncul. “Cih... langsung lari seperti tikus,” sindir Tessa. Gadis itu berjalan angkuh menuju ke ruangan Rosa. Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan Lea yang memasang wajah suram. “Bodoh!” sindir Tessa dengan terang-terangan. ‘Kau meledekku!” geram Lea kesal setengah mati. Tessa melipat kedua tangannya dengan angkuh. “Sebentar lagi, kau akan di buang karena kinerja mu sangat buruk, Le.” Tessa berdecih sambil menyenggol bahu Lea. “Posisimu menjadi milikku... kembalilah ke tempat asal mu.” Setelah berkata kasar, gadis itu melenggang pergi tanpa memperdulikan Lea yang hendak menangis. Mata Lea yang sudah hendak mengeluarkan bening kristal buru-buru dihapusnya. Gadis itu tak menyadari jika Amelia sudah mengintainya dari jauh. “Sepertinya aku punya musuh baru. Sial! Kapan aku bisa hidup dengan tenang? Rosa seperti pemeran antagonis wanita yang menyebalkan!” geramnya penuh kesal. Amelia tak akan tinggal diam jika gadis baru bawahan Rosa akan bertindak untuk membuatnya keluar dari perusahaan. Lagi pula, hidup Amelia adalah tanggung jawabnya. “Aku akan menghentikan langkahmu sebelum kau mulai.” Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD