Amelia merasa dirinya menjadi orang yang menyedihkan di dalam tubuh yang ditempatinya. Selain di benci, dia juga di perlakukan tak baik. Tampan sih iya, tapi kelakuan minus membuat kadar ketampanan pria bernama Ken surut.
Lupakan, masih tampan Ramon dari pada Ken. Di masa depan, ia tak akan mau berurusan dengan pria itu. Melihat Amelia yang masih terbengong. Dave yakin kalau gadis itu terpikat dengan Ken. Walaupun bagaimanapun, Ken terlihat sangat tampan melebihi dirinya.
Tunggu! Kenapa ia jadi membandingkan tubuh sempurnanya dengan Ken? Tak masuk akal dengan semua itu. “Apakah aku masih berdiri dan tak mau duduk?”
Tidak menjawab, tapi mendengarkan instruksi Amelia duduk sesuai perintah Dave. Pria itu merasa bicara dengan patung. Sepertinya, kecelakaan itu benar-benar membuat gadis itu berubah seratus persen.
“Di masa depan, jika kau aku panggil harus segera datang,” kata Dave masih dalam kondisi menyadari Amelia yang baru saja sembuh.
“Apakah harus?”
Di kasih tahu malah banyak tanya. Amelia yang dulu tak seperti ini. Dia selalu memujanya, mencari perhatian lebih.
“Karena aku adalah bos mu,” ucapnya lagi.
“Kalau hanya bicara tak jelas, lebih baik aku pergi.” Gadis itu hendak bangkit, tapi suara Dave di keluarkan kembali.
“Ikut aku meeting setelah ini karena Delon harus membantu Ken.” Entah pemikiran dari mana yang terlintas dalam otak Dave tiba-tiba saja mengajak Amelia.
“Itu bukan wewenang ku,” tolak Amelia dengan cepat. Pekerjaannya masih banyak, dan ia tak mau lembur.
“Ini perintah. Mau tak mau kau harus setuju.”
Gila, ia bukan romusa dan rodi yang di paksa kerja di luar tanggung jawabnya. Jelas namanya diskriminasi yang merugikan pihaknya.
“Aku menolak karena tak ada di kontrak.”
Dahi Dave berkerut mendengar tolakan dari Amelia. Ada yang berubah darinya, sesuatu yang membuat ia merasakan keanehan. Entah apa itu, pria itu sendiri tak tahu.
“Aku akan menambah gaji mu.”
Dave ingin mencari tahu tentang Amelia pasca kecelakaan karena perubahan kepribadiannya. Mendengar dapat bonus, jiwa mata duitnya meronta-ronta. Dapat uang hanya menemani meeting, kenapa tidak?
“Deal!” kata Amelia dengan semangat. Bagi gadis itu uang adalah nomor satu.
“Baguslah... sekarang siapkan berkasnya.”
“No... karena waktu jam makan siang. Masalah berkas, bukan tanggung jawabku.” Amelia melengos begitu saja tanpa sopan santun meninggalkan Dave yang terlihat cengo. Gadis itu bergegas pergi ke kantin perusahaan karena ingin sekali makan ayam bakar kesukaannya.
Lagi pula, ia tak mau satu ruangan dengan bos macam Dave yang menyebalkan. Sampai di kantin, bibirnya tersenyum melihat Alrich yang sudah menunggunya. “Apakah kau lama menungguku, Al?”
“Tak terlalu. Aku sudah memesankan makananmu.”
Ayam bakar dengan sambal menggunggah selera, di dampingi oleh jus jeruk yang segar membuat Amelia tak tahan untuk segera melahap nya. “Terimakasih... selamat makan.”
Tak tanggung-tanggung gadis itu makan dnegan lahap tanpa menghiraukan sekitar yang terus menatapnya heran. Karena selama ini. Amelia selalu maakaan salat buah atau sayur ketika makan di kantin.
“Ada apa?” tanya Amelia terheran.
“Apakah kau begitu lapar?” Alrich menggeser minuman gadis itu takut jatuh karena cara makan Amelia yang berbeda.
“Tentu saja. Aku benar-benar hidup.” Gadis itu melanjutkan acara makannya tadi. Tiba-tiba saja ada seseorang yang menyenggol bahunya sehingga ayam yang di pegang jatuh.
“Ops... aku tak sengaja.” Dia adalah Rosa dan Lea. Sengaja membuat keributan untuk memancing Amelia.
Gadis itu mengambil tisu basah sambil meratapi nasib paha ayam yang jatuh. “Sayang sekali... ayam ku jatuh.”
“Aku akan memesannya lagi.” Alrich hendak pergi, tapi di cekal oleh Amelia.
“Lupakan... sepertinya kita harus segera pergi dari sini, karena ada lalat pengganggu.”
Rosa yang mendengar perkataan Amelia meradang, “Siapa yang lalat pengganggu? Kau menghinaku.”
“Apakah aku bilang itu kau? Jangan percaya diri. Karena kau tak layak menjadi lalat, melainkan menjadi kotoran,” ejek Amelia buka-bukaan. Semua orang yang ada di sana saling kasak kusuk satu sama lain.
“Cuih, rupanya kau dendam padaku karena kejadian tadi,” pancing Rosa.
“Cukup, Ros. Kau terlalu berlebihan!” Alrich menengahi mereka berdua.
Amelia mengangkat tangan kananya meminta Alrich untuk tak ikut campur. “Aku..., balas dendam denganmu! Bukankah kau yang berulah, menyenggol bahuku sehingga ayam milikku jatuh.”
Kali ini suara orang-orang yang ada di sana mulai membicarakan Rosa yang memang sengaja membuat masalah dengan Amelia.
“Ayolah... semua orang di sini tahu apa yang kau lakukan? Pasti kau cemburu kan karena si bos memanggilku ke ruangannya.”
Amelia menggunakan opini publik untuk menekan Rosa. Lea merasa situasi yang mereka hadapi bermasalah. “Nona, sebaiknya kita pergi dari sini,” bisiknya.
“Tidak!” desis Rosa tak mau kalah dengan Amelia.
“Wajar aku cemburu, karena aku adalah tunangannya!” Suara Rosa memantul di seluruh ruangan hingga menggema. Amelia malah tepuk tangan memuji gadis itu.
“Dengar itu, Bos! Aku tak salah sama sekali. Kau sudah menontonnya dari awal, kenapa harus sembunyi?”
Semua orang diam seketika, mencari keberadaan sang big boss. Benar saja, dia dan Ken keluar dari persembunyiannya mendekati mereka bertiga. Sejak kapan gadis itu tahu kalau dia mengintipnya, sungguh imagenya berubah menjadi jelek.
Rosa terkejut melihat Dave yang datang ke kantin perusahaan. Biasanya dia makan di luar bersama Ken. “K-kau di sini, Dave.”
Wajah Dave sangat dingin karena kesal melihat tingkah arrogant Rosa yang begitu memalukan. “Tindakanmu di luar batas, Ros.”
“Kenapa kau membelanya?” tanya Rosa tak percaya. “Ken... bantu aku. Ini semua salah paham. Aku tak sengaja.”
Melihat drama lebay Rosa membuat Amelia muak. “Al, kita pergi dari sini. Aku tak tahan berada di antara mereka,” bisik nya di angguki oleh Alrich. Amelia merangkul bahu pria itu dengan santai. “Karena bukan urusanku lagi, aku pergi dulu. Dan juga, Bos. Urusi tunangan mu itu. Jangan biarkan dia berulah.”
Amelia dan Alrich pergi meninggalkan kekacauan yang Rosa buat. Sementara Dave cukup frustasi dengan sikap kekanakan Rosa. Bagaimana dengan Ken? Pria itu terus menatap punggung Amelia sampai benar-benar menghilang. Ia meraba jantungnya sendiri yang terus berdetak.
Tak mungkin aku pindah haluan
Ken begitu menyukai Rosa, dan sekarang telah merasakan getaran cinta dengan Amelia. Sungguh kekuatan badas gadis itu terlalu kuat.
“Ken... kita pergi dari sini. Aku harus segera meeting.”
“Dave! Tunggu!” teriak Rosa tapi diabaikan oleh pria itu. Ken berhenti sejenak lalu menoleh.
“Jadilah elegan, Ros,” kata Ken menasehati.
Rosa hanya bisa diam, kesal bukan main dengan Amelia. Ia akan membalas gadis itu seribu kali lipat dari kejadian hari ini. semua karyawan yang ada di sana saling kasak-kusuk membicarakan kejadian barusan. Mereka menyadari satu hal, bahwa Rosa suka memanipulasi kejadian.
“Diam!” teriak Rosa. Seketika semua orang diam dan melakukan aktivitas masing-masing. Rosa semakin kesal, dan Lea berusaha menenangkannya.
Bersambung