Seperti yang di bicarakan July kemarin, bahwa gadis itu telah mendapatkan seseorang yang bisa membantu Lian mengatasi masalah psikolog yang di deritanya. Lian sedang bersiap memakai hoodie sambil bercermin, Tak lupa ia memakai masker
Sudah lama dia tak keluar rumah untuk pergi ke tempat ramai. Selama ini, gadis itu mengisolasi diri, takut akan hujatan banyak orang yang tersebar di media sosial. Dengan semangat yang tinggi, Lian pun bergegas keluar rumah.
Silaunya mentari membuat Lian menutup mata cantiknya. Dia memakai hoodie untuk menutupi identitas di depan publik. “Hari ini, aku akan merubah hidupku,” tegasnya berpikiran positif. Demi ramon, dia akan bangkit menjalankan hidupnya dengan baik.
Setiap langkah yang di ambil saat ini, adalah sebuah harapan yang Lian inginkan. Ketidak hadiran Ramon dalam hidupnya mungkin membawa perubahan besar. Namun ia akan berusaha sekuat tenaga untuk melakukan yang terbaik.
Lian berjalan menelusuri trotoar, berhenti menatap langit yang tampak cerah. Satu kupu-kupu emas melintas tepat di depan wajahnya. Sontak pandangan gadis itu teralih, tampak seorang nenek tua yang hendak menyebrang. Lampu merah yang tiba-tiba berubah menjadi hijau membuat gadis itu langsung bertindak cepat.
Sayang sekali aksinya terhenti karena ada seorang pejalan kaki yang melempar kulit pisang tepat di depannya, hingga tak sengaja Lian menginjak kulit itu. Tubuhnya pun tak seimbang, mengakibatkan dirinya kehilangan tumpuan tubuh.
Sampai akhirnya, Lian jatuh menatap tiang listrik tepat di kepala bagian belakangnya hingga pingsan. Salah satu pejalan kaki yang melihatnya berteriak cukup keras. Semua orang yang mendengarnya langsung mengerubungi Lian yang sudah tak sadarkan diri dengan darah yang terus mengalir.
Kupu-kupu emas pun melintas lagi. Sang nenek yang tadinya berada di tengah jalan langsung menghilang. Cahaya putih bersinar terang tanpa di ketahui oleh para manusia yang ada di sekitar Lian.
Cahaya itu menuju ke langit, menerobos awan hingga ada sebuah pusaran seperti lubang cacing, tapi berwarna-warni seperti pelangi. Cahaya tersebut masuk pusaran, di tuntun oleh kupu-kupu emas.
Setelah melewati cahaya, tampak sebuah kota dengan pemandangan indah. Burung-burung yang terbang di langit menyingkir seolah tahu keberadaan kupu tersebut. Cahaya itu mengecil lalu melesat cukup cepat menuju ke sebuah rumah sakit hingga masuk ke dalam tubuh seorang gadis yang tergolek lemah dengan bibir pucat nya.
Seorang pria duduk yang menemaninya terus memandang gadis itu tanpa henti. “Sampai kapan kau koma, Mel?” tanyanya dengan wajah sendu. Pintu kamar pun terbuka, muncullah seorang perawat dengan dokter pria di sebelahnya.
“Kau bisa sakit jika terus menunggunya seperti ini,” sela sang dokter. Pria itu menoleh sekilas dengan acuh. Sang dokter mendesah ringan.
“Alrich,” panggil dokter itu.
Alrich hanya diam, baginya gadis itu sangat berharga dalam hidupnya. Tentu melihat dia terbaring lemah sangat menyakitkan. “Aku akan terus di sini sampai dia bangun.”
Dokter itu tak mau ikut campur lagi, memilih memeriksa gadis itu. Sayang sekali, dia harus mengalami kesialan karena terlibat kecelakaan yang mengakibatkan koma. Tiba-tiba ketika dokter tersebut hendak menyeka wajah gadis tersebut, matanya terbuka lebar sehingga membuatnya kaget.
“Astaga!” teriak sang dokter membuat perawat dan Alrich terkejut bukan main. Gadis itu langsung bangun seketika dengan wajah kebingungan.
“Amelia...” panggil Alrich dengan wajah berbinar. Amelia mengerutkan kening terlihat linglung. Dokter yang masih berada di sana langsung memeriksa kondisi gadis itu.
“Apakah kau baik-baik saja, Nona Amel?” Dia memeriksa kedua mata Amelia bergantian. Gadis itu melihat name tag milik sang dokter.
Amel...? Siapa Amel? Dokter itu pasti sudah gila. Namanya saja yang bagus. Nama Kevin tak cocok dengannya, batin Lian
“Amel..., Apa yang kau rasakan? Mana yang sakit?” tanya Alrich dnegan wajah khawatir. Lian beralih menatap pria yang tanya dan memanggilnya Amel.
“Siapa kau?” tanya Lian sambil melipat kedua tangannya. Kevin yang berprofesi sebagai dokter tahu efek apa yang di alami setelah kecelakaan.
“Sepertinya, dia hilang ingatan,” kata Kevin mengambil nafas panjang. Alrich menatap dokter itu dengan wajah tak bisa di gambarkan.
“Aku tak hilang ingatan,” sela Lian penuh percaya diri.
“Untuk melihat lebih detail lagi, bagaimana kalau kita melakukan CT Scan kepala,” usul Kevin sebagai dokter.
“Tidak...!” tolak Lian langsung. Kepalanya baik-baik saja, tak sakit sama sekali. Mereka saja yang gila mengira dirinya adalah Amelia. Lagian, siapa Amelia itu?
Lian jadi memikirkan sesuatu yang hilang. Bukankah dirinya tadi berada di trotoar? Dan juga, bagaimana nasib nenek yang hendak menyebrang tadi. “Apakah ada kecelakaan di dekat aku pingsan?” tanya gadis itu dengan wajah cemas.
Amelia... apakah dia benar-benar amnesia? Aku harus membantunya pulih.
Alrich memegang tangan Amelia, mengusir Keluar dengan kibasan tangan. Dia dan perawat pun bergegas pergi meninggalkan ruangan itu.
“Mel..., aku akan setia berada di sampingmu,” kata Alrich dengan lembut. Lian tambah bingung di buatnya.
“Kau salah orang,” jawab Lian dingin. Gadis itu melihat kedua tangannya sendiri.
Mana kutek ku berwarna merah? Kenapa tanganku pucat seperti ini?
Gadis itu merasakan perasaan aneh pada tubuhnya. Akhirnya ia meraba wajahnya sendiri dan itu membuat Alrich sangat cemas.
“Berikan aku kaca? Aku ingin bercermin,” pinta Lian terus menyentuh wajahnya. Alrich tak punya kaca, ia pun memberikan ponselnya kepada Amelia, tak lupa memencet aplikasi kamera.
Ketika Lian melihat wajahnya, ia terkejut bukan main. Ingin teriak tapi tak bisa karena tenggorokannya kering. Yang bisa dilakukannya hanya meraba wajah itu dan juga memejamkan mata.
Tenang... ini hanya mimpi. Ketika aku mencubit pipiku, dan membuka mataku. Semuanya akan kembali normal
Benar saja, gadis itu menarik pipinya cukup kuat hingga mengaduh kesakitan. Alrich seketika langsung menyentuh tangan Amelia. “Apa yang kau lakukan? Pipimu jadi merah?”
Lian membuka mata kembali, dan wajahnya tak berubah sama sekali. Semuanya nyata dan bukan mimpi. Dia telah masuk ke dalam tubuh orang lain. Tubuh orang yang tak di kenalnya. Antara senang, syok, dan cemas menjadi satu.
“Bisakah kau keluar?’ pinta Lian dengan baik.
“Tapi,” tolak Alrich tak mau meninggalkan ruangan itu.
“Aku butuh waktu untuk mencerna semuanya, Al.”
Melihat tubuh Amelia yang bergetar, bibir Alrich di giginya cukup kuat. Mau tak mau, dia harus keluar ruangan menyetujui permintaan Amelia. “Baiklah..., jika ada apa-apa, panggil aku.” Meskipun berat hati, pria itu meninggalkan Amelia sendirian di dalam ruangan itu.
Setelah Alrich pergi, Lian berlari menuju ke kamar mandi. “Ini gila! Bagaimana aku bisa berada di tubuh ini?” teriaknya sambil bercermin. Gadis itu memutar seluruh tubuhnya. Amelia tak hanya cantik, tapi juga seksi. Hanya saja kulitnya kurang terawat.
“Tunggu... bukan itu? Kenapa aku bisa ada di dalam tubuh ini?” Lian harus kemabli ke tubuhnya untuk menyelesaikan semua masalah pribadi.
“Tenangkan dirimu, Lian. Ini seperti cerita dalam n****+. Kau itu penulis n****+,” kata Lian sambil menenangkan diri. Walau bagaimana pun, ia sudah terlanjut masuk ke dalam tubuh gadis bernama Amelia. Kedepannya, identitas Amelia harus di gunakan terlebih dulu.
“Sial! Bagaimana caranya aku bisa keluar dari tubuh ini?” Hidupnya merasa di permainkan oleh Tuhan. Setelah kehilangan ramon, para haters menghujatnya. Ingin bangkit, malah terjebak ke dalam tubuh Amelia. Keberuntungan atau kesialan, Lian sendiri tak tahu.
Pokonya aku harus mencari cara untuk kembali ke tubuhku. Sebelum itu, aku akan mencari tubuhku terlebih dahulu, batin Lian
Bersambung