15 - Kembali Padaku

1273 Words
Tante Nana benar-benar totalitas membantu Ivy. Bahkan, Tante Nana ikut membantu Oma Ratu berkemas dan mengantarnya ke rumah Tisa. “Tisa, kamu nggak apa-apa kan semisal Oma di sini? Tujuan Oma kan memang mau menemani kamu. Tapi, kalau kamu merasa keberatan, ya nggak apa-apa biar Oma balik ke rumah Kenan atau ke rumah Tante,” tanya Tante Nana. “Nggak apa-apa kok, Tan. Tisa malah senang kalau Oma di sini. Tisa jadi ada temannya,” jawab Tisa. Perempuan itu tentunya tak punya pilihan jawaban lain. “Nana, sebenarnya Mama lebih suka tinggal sama Kenan. Kamu tahu kan, Mama sama Kenan nggak pernah pisah sebelumnya,” ujar Oma Ratu dengan nada sendu. Ivy yang mendengar ucapan nenek suaminya pun sempat terpancing emosi. Ia hampir saja mengajak Oma Ratu kembali tinggal bersamanya dan Kenan. Namun, untung saja Tante Nana bisa menyela lebih cepat. “Ya kan Mama masih bisa nyamperin Kenan kapan aja. Lagian dari sini ke rumah Kenan nggak ada lima belas menit, Ma. Tapi kalau Mama memang merasa berat, itu artinya kita harus belajar tega biarin Tisa tinggal sendiri,” balas Tante Ratu. “Tapi aku nggak tega sih, Ma. Aku rasa Tisa juga sedang dalam masa tubuh teman,” lanjutnya. Oma Ratu menoleh ke arah Tisa. Gadis muda itu tampak bingung dalam menentukan sikap, sehingga memilih diam. “Ya udah, buat sementara, Oma numpang di rumah kamu dulu ya, Tisa?” kata Oma Ratu. Tisa mengangguk. Lagi, ia merasa tak punya opsi lain selain menyetujui permintaan Oma Ratu. “Iya, Oma,” jawab Tisa. Tante Nana beralih menatap Ivy. “Kalau gitu, Tante antar kamu pulan sekarang yuk, Vy! Sebentar lagi Kenan pasti pulang. Tante juga mau ketemu dan ngobrol bentar sama Kenan soalnya.” “Iya, Tante,” balas Ivy. Kemudian, Ivy dan Tante Nana pun berpamitan pada Oma dan Tisa. Setelah itu, mereka pun pulang. Di sepanjang perjalanan, Tante Nana terus mengajak Ivy mengobrol, membahas masa kecil Kenan. Hingga waktu tempuh dari rumah Tisa menuju rumahnya terasa begitu cepat. Saat sampai di pekarangan rumahnya, tampak mobil Kenan yang sudah terparkir rapi di depan rumah. Bersamaan dengan itu, ponsel Ivy bergetar menunjukkan nama Kenan di sana. Baru Ivy mau mengangkatnya, sambungan sudah lebih dulu terputus, bersamaan dengan Kenan yang muncul dari pintu utama. Ivy dan Tante Nana turun, membuat Kenan menghela napas panjang. “Oma Ratu sama Tisa di mana? Nggak pergi sama kalian?” “Yuk Tante jelasin di dalam!” ajak Tante Nana, membawa Kenan dan Ivy untuk masuk ke ruang tamu. “Tante, aku buatin minum dulu sebentar, ya! Sekalian buat Kenan juga,” pamit Ivy. Tante Nana mengangguk, membiarkan Ivy berlalu ke dapur. “Jadi, ada apa, Tan?” “Mulai hari ini, Oma akan tinggal di rumah Tisa buat sementara waktu. Tadi Tante udah bantu pindahan juga,” ucap Tante Nana. “Apa? Dan nggak minta persetujuan dulu padaku? Lagi pula, kenapa? Oma dan Tisa nggak bilang apa-apa ke aku sebelumnya,” protes Kenan. Lelaki itu tampak terkejut sekaligus keberatan. “Tante yang nyaranin. Ini demi kabaikan semuanya. Mungkin, keluarga kita mengerti kenapa Tisa bisa tinggal di sini. Tapi, bagaimana dengan pandangan orang lain? Biar bagaimana pun, sekarang kalian sudah dewasa, kamu juga sudah punya istri. Nggak etis kalau gadis seperti Tisa menumpang di rumah kalian.” “Dan soal Oma, Tante rasa memang sebaiknya Oma menemani Tisa dulu buat sementara waktu. Tanpa Tante jelasin, kamu juga ngerti, kan, kenapa Tante bisa bilang seperti itu?” Kenan menghela napas panjang. Lelaki itu tampak masih belum bisa mengerti seratus persen dengan keputusan tantenya. “Lagi pula, memang kamu nggak merasa kalau kamu dan Ivy butuh waktu buat berdua aja? Kalian kan masih pengantin baru. Ini waktunya bagi kamu sama Ivy buat lebih saling mengenal satu sama lain, fokus mencurahkan perhatian untuk satu sama lain, sebelum nantinya kalian akan dianugerahi momongan,” lanjut Tante Nana. Tak berselang lama, Ivy bergabung dengan mereka. Ia menyodorkan the dan kopi masing-masing untuk Tante Nana dan Kenan. “Tante ngerti, kamu sayang banget sama Oma. Oma adalah orang yang paling dekat sama kamu selama ini. Tapi, kamu juga harus ingat kalau sekarang kamu sudah menikah. Kamu sudah punya seseorang yang harus kamu prioritaskan lebih dari siapa pun,” ujar Tante Nana. Ivy merasa gugup. Ia tidak menyangka jika dirinya akan ikut dibahas oleh Tante Nana. Ivy sangat berterima kasih pada Tante Nana. Namun, jika tahu akan seperti ini, mungkin Ivy akan memilih untuk tinggal lebih lama di dapur. *** Ivy sudah mulai terbiasa dengan sikap Kenan yang dingin. Bahkan, makan malam yang dulunya selalu menjadi momen paling Ivy tunggu sepanjang hari pun kini terasa semakin datar saja. Usai makan malam, Ivy membawa piring-piring kotor ke dapur. Sebelulmnya, Kenan sudah berpesan agar Ivy langsung ke kamar setelah melakukannya - ia tak perlu mencuci piring-piring kotor itu karena besok pagi akan ada orang yang datang untuk membersihkannya. “Aku beli ini buat kamu,” ucap Kenan sambil menyodorkan satu kantung plastik berisi kardus cukup besar. “s**u?” eja Ivy. “Aku baca-baca di artikel dan apa yang sering aku lihat selama ini, biasanya ibu hamil akan minum s**u khusus seperti ini, kan?” ujar Kenan. Ivy tersenyum. Ia tidak menyangka jika Kenan masih akan memperhatikan hal sedetail itu. “Makasih ya, Ken. Tapi lain kali nggak usah. Ini aja, ya! Aku kurang bisa minum s**u putih. Terus juga aku nggak mau nanti jadi susah ngontrol berat badanku kalau aku mengkonsumsi minuman seperti ini. Soal asupan buat dia, aku janji bakal tetap kasih yang terbaik, kok,” ungkap Ivy. “Hmmm … kalau yang cokelat, mau?” tanya Kenan. Ivy mengernyitkan alisnya. Tak lama, Kenan berlalu pergi tanpa dapat Ivy cegah. Pria itu kembali dalam waktu beberapa menit saja sambil membawa kardus s**u ibu hamil yang lain. “Aku juga beli yang cokelat. Sebenarnya ada beberapa lagi di mobil. Apa mau aku ambilkan semua, lalu kamu pilih mana yang kamu suka?” “Hah?” Ivy terkejut mendengar penuturan Kenan. Buat apa juga laki-laki itu sampai membeli banyak kotak s**u? “Sebentar aku ambil-” “Ken, udah. Oke aku akan minum yang ini. Nanti aku buat pas mau tidur,” cegah Ivy sambil mengambil alih kotak s**u cokelat dari tangan Kenan. Kenan tersenyum tipis, senang pemberiannya diterima oleh Ivy. “Biar aku yang buatkan.” Dan Kenan pun berlalu sambil membawa kotak s**u yang tadi sudah diambil alih oleh Ivy. Ivy mengikuti Kenan ke dapur, membuat laki-laki itu terkejut. Namun, Kenan berusaha untuk bersikap biasa saja, tak ingin menunjukkan keterkejutannya dengan jelas. Sunyi ~ Seperti yang selalu terjadi beberapa hari terakhir, saat bersama dengan Ivy, Kenan akan kehilangan kemampuan bekata-katanya. Ia hanya tidak ingin ribut dengan Ivy. Namun, ia selalu saja merasa ada hal yang memang harus diperdebatkan dengan Ivy. Entah dirinya atau Ivy yang salah, yang pasti, selalu ada ketidak cocokan dalam komunikasi mereka sehari-harinya akhir-akhir ini. “Maaf.” Suara itu terdengar lirih, tetapi masih dapat ditangkap dengan jelas oleh indera pendengaran Ivy. “Soal?” tanya wanita yang usianya kian mendekati kepala tiga tersebut. “Banyak banget ya kesalahanku ke kamu akhir-akhir ini? Pokoknya buat semuanya,” ungkap Kenan. Ivy maju beberapa langkah. Ia tahu, Kenan sudah selesai membuatkan secangkir s**u untuknya. Namun, lelaki itu sengaja belum beranjak seolah untuk menghindar dari tatapan Ivy. Ivy melingkarkan lengannya mengelilingi perut Kenan. Ia memeluk suaminya dari belakang. Dan tiba-tiba saja, perasaan aneh muncul. Tubuhnya seperti bergejolak. Air matanya tumpah ruah tanpa mampu ia bendung. Rindu. Satu kata itu memiliki efek yang begitu dahsyat bagi Ivy. Meski tiap hari beradu tatap dengan Kenan, tidur bersebelahan sepanjang malam, tapi nyatanya kini Ivy merasa seolah dirinya sedang melepas kerinduan yang mendalam pada sosok suaminya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD