The Handsome CEO And I 8
Dia Kekasihku
Sepulang kerja aku mampir ke sebuah minimarket yang berada tak jauh dari tempatku bekerja untuk membeli beberapa barang kebutuhan sehari-hari. Setelah berada di dalamnya, aku segera mengambil sebuah keranjang dan mulai mengisinya dengan barang-barang yang hendak kubeli. Aku segera mengeluarkan catatan belanjaku dan mulai mengisi keranjang dengan barang yang kubutuhkan.
Sabun mandi, shampoo odol, sikat gigi, masker, pembalut sudah berpindah dari rak ke keranjang yang kubawa. Setelah itu aku memutari lorong yang lain dan mencari barang yang lainnya. Aku memasukkan deterjen dan pewangi baju. Aku kembali memasuki lorong yang lain dan memasukkan beberapa bungkus mie istant ke dalam keranjang. Sesekali aku saat aku malas masak atau dalam kondisi terburu-buru aku akan menyantap makanan di luar negeri konon malah lebih diharapkan dari pada iphone itu.
Aku tengah asyik berdiri di depan bahan makanan dan bumbu untuk membeli keju dan beberapa bumbu yang aku butuhkan. Mataku langsung membola saat melihat beberapa barang yang aku butuhkan sedang ada diskon, terutama keju yang biasa aku beli. Aku segera memasukkan dua kotak keju dan memasukkannya ke dalam keranjang. Saat mengambil kotak ketiga seseorang mengagetkanku.
“Lia,” sebuah suara yang sangat aku kenal mengejutkanku hingga keju yang ada di tanganku terjatuh.
Aku masih terpaku di tempatku berdiri saat laki-laki tampan itu segera membungkuk dan memungut keju yang terjatuh dan memasukkannya di keranjang.
“Lia,” laki-laki itu tersenyum sambil menggoyangkan jari-jari tangannya di depan wajahku.
“Terima kasih,” ucapku dan segera berlalu dari tempatku, aku sengaja pura-pura tak mengenalnya tapi di dasar hatiku aku sangat tahu siapa b******n dengan senyum malaikat yang sangat menawan itu.
Sudah tiga tahun berlalu tapi rasanya masih sangat nyeri setiap kali melihatnya, karena setiap kali bertemu dengannya aku akan selalu teringat akan pengkhianatannya. Aku mencintainya begitu dalam, kami bahkan sudah menyiapkan berbagai kebutuhan untuk pernikahan kami yang akan berlangsung sebulan lagi ketika seorang perempuan dengan perut membuncit datang meminta maaf kepadaku. Perempuan itu mengatakan kalau ayah dari bayi yang dikandungnya adalah Tedy dan dia ingin aku merelakan Tedy bertanggungjawab atas dirinya.
Melihat perempuan itu menangis dengan wajah putus asa membuatku tak tega, bagaimana kalau hal itu terjadi padaku? Meski aku sendiri yakin aku tak mungkin akan seceroboh itu memberikan keperawan pada orang yang belum berstatus sebagai suami. Selama tujuh tahun berpacaran bahkan bertunangan dengan Tedy, kami tak pernah melewati batas. Aku tak menyangka ternyata Tedy akan bermain di belakangku.
“Kamu yakin itu bayi Tedy?” aku menyeringai, merasakan sesuatu yang tajam terasa menusuk jantungku. Sangat nyeri.
“Mbak meragukan saya?” tanyanya dengan wajah memelas.
“Bisa jadi, kan? Kamu sengaja mengaku hamil dengan orang lain tapi kemudian kamu mengaku itu anak Tedy?” sebenarnya aku sedang mencoba menghibur diri dan berharap dia menjawab iya.
Tedy adalah seorang salah manajer diperusahaan milik ayahnya, dia sangat cakap dan sukses meski belum terlalu lama berkecimpung di dunia bisnis. Dia juga tampan dan sangat perhatian, siapa yang tak akan tertarik? Sedang gadis yang ada di hadapanku adalah sekretaris Tedy bernama Isabel.
“Saya hanya melakukannya dengan Mas Tedy, Mbak,” Isabel mengusap air matanya, “tapi mas Tedy tidak mau menikahi saya karena dia akan menikah dengan mbak Lia.”
Isabel memberikan ponselnya kepadaku dan aku langsung merasa mual melihat foto-foto mesra antara Tedy dan Isabel. Bahkan ada foto di mana keduanya dalam keadaan topless saling berpelukan dengan wajah menghadap kamera. Aku merasa sangat jijik. Aku segera meletakkan ponsel itu di atas meja karena aku tak mau hatiku makin sakit melihat foto-foto itu.
“Terus mau kamu apa?” tanyaku sinis meutupi hatiku yang yang mulai retak.
“Saya mau mbak mengizinkan saya menjadi istri mas Tedy, istri kedua gak apa-apa kalau Mbak Lia tetap ingin menjadi istri pertama mas Tedy,” katanya sambil menatapku.
Apa-apaan? Enak saja dia bilang mau jadi istri kedua! Aku mengumpat dalam hati. Aku tak menjawab perkataannya Isabel, aku segera berdiri dari kursi yang kududuki dan segera meninggalkan café tempat aku bertemu dengan Isabel. Aku merasa marah, muak dan sakit hati secara bersamaan.
Aku tak menduga ternyata Isabel membuntutiku dan dan bersimpuh di kakiku saat kami berada di depan kafe tak perduli banyak orang-orang yang melihat ke arah kami. Aku merasa jengah karena orang-orang menatapku seakan aku orang yang jahat karena aku tak mau memaafkannya.
Tedy tak terima ketika ketika akhirnya aku membatalkan pernikahan kami, awalnya dia tak mau mengakui kalau dia sudah berselingkuh dengan Isabel tapi kemudian dia hanya bisa mengelak ketika aku berkata kalau aku sudah melihat foto-foto mesranya yang ada di ponsel Isabel.
“Lia, apa kabar?” pertanyaan dari Tedy menarikku dari ingatan akan masa lalu kami.
Aku hanya menatapnya tanpa mengatakan apapun kemudian aku segera melangkah meninggalknnya tapi langkahku segera terhenti karena Tedy mencekal lenganku.
“Lepas!” kataku kesal, setengah berbisik karena aku tak mau menjadi pusat perhatian pengunjung yang lain.
Tedy mnyeringai.
“Tiga tahun tidak bertemu, kamu makin cantik, Lia,” katanya dengan suara mendayu.
Aku hanya diam dan menundukkan wajahku dengan kesal karena Tedy memegang lenganku dengan kencang.
“Lepas, Ted!”
“Tidak sampai kamu mau menemaniku berbicara denganku,” suara Tedy berubah jadi dingin.
“Tidak ada yang perlu dibicarakan! Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa!” elakku.
“Tapi aku mencintai kamu, Lia,” katanya memelas membuatku merasa jijik, “Kamu tahu selama tiga tahun ini aku mencarimu,”
“Huh!”
“Ayolah, Lia,”
Aku berusaha melepaskan lenganku dari genggaman Tedy tanpa membuat pengunjung lain curiga, untung saja lorong ini berada di belakang dan tak begitu banyak pengunjung yang datang ke sini, malam ini.
“Maaf, tolong lepaskan tangan anda!” suara seorang laki-laki yang sangat familiar terdengar sangat mengintimidasi membuatku terkejut. Aku heran bagaimana dia bsa ada di tempat ini
Aku segera mendongak menatapnya dan melihat wajahnya yang muram.
“Apa ikut campur, dia tunangan aku!” jawab Tedy dengan nada yang sedikit meninggi sambil menatap ke arah Gio.
Aku menggeleng, memberi isyarat minta tolong.
“Dia kekasihku!” tegas Gio, dia segera menarik lenganku dan melepaskan pengangan Tedy dari sana.
Aku cukup terkejut mendengar Gio mengakuiku sebagai kekasihnya, Gio segera memeluk pinggangku dan membawaku menjauh dari Tedy terlihat sangat kesal.
“Sayang kamu sudah selesai belanjanya? Atau masih ada yang kurang?” tanyanya membuatku berdebar.
Gio segera mengambil keranjang yang kubawa untuk dibawanya. Kami masih membeli beberapa barang lagi sebelum akhirnya ke kasir untuk membayar barang-barang yang kami beli. Aku melengok kiri kanan dan berharap tidak ada karyawan di perusahaan yang melihat kami
***
AlanyLove