Episode 5 : Bertemu Reihan

1379 Words
Kalista Amora, wanita berusia 28 tahun itu, terlihat menawan dengan gaun merah marun yang dia kenakan. Rambut hitam panjang yang bergelombang menambah pesona kecantikannya. Kulit Mora yang putih mulus, tampak kontras dengan warna gaun yang dia kenakan. Postur tubuh Amora yang tinggi dan langsing, membuat Mora terlihat bak seorang model meskipun hanya menggunakan riasan natural. Zein bahkan hampir tak mengenali Amora saat gadis itu selesai berdandan dan mengajaknya berangkat. "Kau sangat bersinar. Aku tidak pernah menyadari bahwa kau sangat cantik. Apa kau sudah siap Mora? Hari ini jangan biarkan aku terlihat lemah di hadapan Juan juga Arumi." ujar Zein. "Terimakasih untuk pujiannya, Zein. Aku tidak bisa menjamin akan menjadi tameng yang kuat. Tapi akan kulakukan yang terbaik untuk membantumu." balas Mora. Sesaat Zein memperhatikan wajah Mora yang tengah tersenyum kaku ke arahnya. Tampak jelas kalau gadis itu sedang gugup. "Ayo berangkat." ajak Zein. Mora mengangguk sembari mengikuti langkah Zein. Gadis itu mendadak salah tingkah saat Zein membukakan pintu mobil untuknya. Hari ini untuk pertama kalinya Zein dan Mora terlihat dekat. Meskipun tinggal serumah, Zein dan Mora tidak pernah terlibat dalam obrolan panjang. Sepanjang perjalanan, Zein tidak mengatakan sepatah kata. Pun Mora jadi canggung untuk membuka obrolan. Gadis itu terus menatap jalanan sekitar dengan mata berkaca-kaca. Sudah sangat lama Amora tidak keluar rumah. Gadis itu rindu berpergian tanpa takut seperti dulu. Tidak terasa mereka akhirnya tiba di rumah Orang tua Zein. Halaman rumah tersebut sudah dipadati berbagai mobil mewah. Mora tampak gugup saat Zein mengajaknya keluar. "Zein kau tidak akan meninggalkanku sendirian di dalam kan?" tanya Mora gugup. "Tidak Mora. Jika kau benar-benar takut maka kau boleh menggandeng tanganku kemanapun aku pergi." jawab Zein. Zein meyakinkan Mora untuk tidak takut dan bergantung sepenuhnya pada dirinya. Mora mulai sedikit tenang dan menyambut uluran tangan Zein. Dengan gugup dia mengikuti langkah Zein masuk ke rumah mewah tersebut. Ini bukan pesta pertama yang Mora kunjungi. Selama ini Mora sering diajak ke acara-acara besar oleh orang tuanya. Hanya saja kali ini berbeda. Mora datang sebagai pasangan seseorang. Alasan itu yang membuat Mora sangat gugup. *** Akhirnya Mora berada disini, di rumah keluarga besar Zein yang selama ini tidak pernah Mora lihat. Zein tak sekalipun mengungkit tentang keluarganya kecuali hari itu. Ini kali pertama Zein memperlihatkan seperti apa keluarga yang begitu dia benci. Zein mengajak Mora menghampiri dua orang yang Mora yakini pastilah orang tuanya. Benar saja. Zein langsung memeluk ayahnya dan mengucapkan kata selamat. "Semoga papa selalu bahagia." ujar Zein memberi selamat. Hanya kata itu yang Mora dengar dari mulut Zein. Ayahnya tersenyum kaku. Mora pikir Zein akan memeluk ibunya dan mengucapkan selamat juga. Tapi dugaan Mora salah, meskipun tangan ibunya sudah terulur untuk memeluk Zein, Zein tidak menghiraukan beliau dan malah memperkenalkan Mora pada ayahnya. "Pa, kenalkan ini Amora pacarku." ujar Zein mantap. Mora langsung tersenyum dan mengulurkan tangan pada Luis, ayah Zein. Beliau langsung menyambut uluran tangan Mora sambil balas tersenyum ramah. Saat akan mengulurkan tangan pada ibu Zein, Zein langsung menarik tangan Mora. "Ada apa ini? Apa sampai sekarang Zein masih belum menerima kehadiran ibu tirinya? Atau ada masalah lain?" batin Mora penuh tanya. Dengan takut-takut Mora melirik wajah ayah Zein yang kini sudah merah padam menahan amarah. Tak ingin membuat keadaan semakin panas, Mora segera memeluk ibu Zein tanpa menghiraukan tatapan tidak suka dari laki-laki itu. "Tante selamat hari pernikahan ya. Semoga om dan tante selalu dilimpahi kebahagiaan." doa Mora tulus. "Terima kasih nak kau cantik sekali." puji Wiranti, ibu Zein. "Tante juga sangat cantik, om beruntung memiliki tante." Mora balas memuji. Wiranti tersenyum mendengar pujian Mora. Gadis itu melepaskan pelukan dan kembali menghampiri Zein yang masih menatapnya tidak suka. Mora langsung menarik Zein menjauh agar tidak mengacaukan perayaan hari jadi pernikahan orang tuanya. Jika dibiarkan terus seperti itu, Mora takut Zein akan marah dan memecahkan apa saja yang ada didekatnya. Mora sangat paham perangai Zein. Jika sedang marah, Zein tidak bisa mengontrol emosi dengan baik. "Jangan bertindak diluar skenarioku Mora, aku tidak suka itu!" tegas Zein. "Aku juga tidak ingin seperti itu Zein, apa kau tidak lihat wajah ayahmu? Beliau sangat marah. Setidaknya jangan buat keributan disini. Jangan permalukan beliau hanya karena kau tidak menyukai ibu tirimu." balas Mora. "Biarkan saja seperti itu. Kau tidak usah ikut campur urusanku dan keluargaku. Tugasmu hanyalah menjadi tameng di hadapan Juan dan Arumi, selain itu kau tidak boleh ikut campur!" bentak Zein marah. "Aku hanya..." Belum selesai bicara, Zein melepaskan gandengan tangan Mora dan meninggalkan Mora sendiri. Zein dengan cepat menghilang di tengah kerumunan. Mora tidak berani mengikuti laki-laki itu. Mora tampak kebingungan sembari mengedarkan pandangan. Tak ingin terlihat memalukan, Mora menghampiri meja hidangan dan mencicipi kue yang tersaji disana. Sambil menyantap kue, Mora memperhatikan para tamu yang rata-rata datang bersama pasangan. Mora masih terkagum-kagum pada kemewahan pesta yang disajikan oleh orang tua Zein saat secara tidak sengaja matanya menangkap sosok yang sangat Mora kenali. "Reihan? Benarkah itu Reihan?" gumam Mora Tanpa ragu, Mora menghampiri laki-laki itu untuk memastikan bahwa penglihatannya tidak salah. "Reihan?" panggil Mora pelan. Reihan menoleh dan sangat terkejut saat melihat Mora. Mora tidak bisa membaca apapun dari tatapan matanya kecuali perasaan gugup. Disebelah Reihan, seorang gadis tengah menatap Mora dengan seksama. "Rei siapa dia?" tanya gadis itu. Wanita itu, wanita yang kini jadi pacar Reihan mulai bertanya karna Reihan masih diam saja. "Kenalkan dia Amora. Kami dulu pernah dekat, bisa dibilang dia mantan pacarku." ujar Reihan memperjelas hubungannya dan Mora. "Oh. Kenalkan aku Risha calon istri Reihan." ujar Risha sambil mengulurkan tangan. Mora terdiam. Mora tidak segera menyambut uluran tangan Risha karena masih syok mendengar Reihan memperkenalkannya sebagai mantan. Secara resmi mereka tidak pernah putus. Sekarang Mora jadi ragu, apakah dulu Reihan benar-benar menyukainya? Hanya karena dia menghilang, Reihan semudah itu menemukan pengganti. "Jadi sekarang kita benar-benar sudah berakhir Rei?" tanya Mora getir. Reihan salah tingkah dan menatap pacarnya meminta pengertian. Reihan terlihat takut kalau-kalau pacarnya salah paham. Melihat itu, Mora sangat terluka. Sekarang, di mata Reihan, posisinya hanyalah seorang pengganggu. "Baiklah sekarang aku mengerti Rei. Maaf sudah menganggu waktumu." ujar Mora pelan menahan tangis. Mora berjalan menjauhi Reihan dan Risha. Gadis itu menuju keluar rumah tanpa peduli beberapa pasang mata mulai memperhatikannya. Air mata Mora jatuh. Reihan benar-benar sudah melupakannya. Padahal dulu Reihan dan Mora hampir bertunangan, padahal dulu Mora pikir Reihan tidak akan pernah meninggalkannya apapun yang terjadi. Mau bagaimana lagi, Mora tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Reihan. Jika Mora tidak pergi, mereka pasti sudah bertunangan. Reihan juga hampir mati karena berusaha menyusul Mora ke Jakarta. Mora tidak ingin egois, Reihan berhak bahagia. Tapi hati Mora belum sepenuhnya melupakan laki-laki itu. Mora terus menangis sampai tidak menyadari kalau dia sudah berada di parkiran. Mora tidak peduli tentang Zein yang mungkin saja mencari keberadaannya. Gadis itu tidak mau masuk ke ruangan pesta dan bertemu Reihan lagi. Mora duduk dipinggiran kolam air mancur sambil menatap ke arah langit. Gadis itu mengabaikan tatapan heran dari tamu yang baru datang. Mora menghapus air mata yang kini mulai mengering. Perasaannya jauh lebih tenang setelah banyak menangis. Mora menghela napas panjang. Gadis itu berjanji pada diri sendiri untuk tidak lemah hanya karena seorang lelaki. Jika semua sudah kembali normal, Mora pasti bisa mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Reihan. Setelah cukup lama menenangkan diri, Mora memutuskan untuk masuk menemui Zein. Zein adalah alasan kenapa Mora berada disini. Saat hendak kembali ke tempat acara, sayup-sayup Mora mendengar suara orang berkelahi. Karena begitu penasaran Mora menghampiri sumber suara perkelahian tersebut. Mora menganga tak percaya saat melihat diujung sana, di sudut bangunan rumah yang tampak redup, Zein sedang berkelahi dengan seseorang. Seorang wanita sedang berusaha memisahkan mereka. Mora ingin kesana, tapi nyali Mora tiba-tiba hilang saat ingat bahwa Mora tidak diperbolehkan ikut campur masalah Zein. Jadi Mora memuutuskan untuk pura-pura tidak tau dan menghindari mereka. Baru saja hendak duduk ke tempat semula, Zein yang dipapah oleh seorang wanita melewati Mora begitu saja. Mora kebingungan. Mora ingin memanggil, tapi takut mengganggu mereka. Mora masih kebingungan saat mobil yang membawa Zein dan wanita itu mulai menjauh. "Jadi Zein meninggalkanku? Apa Zein lupa kalau aku kesini bersamanya? Bagaimana caraku pulang? Aku bahkan tidak membawa uang." gumam Mora khawatir. Saat menoleh ke kanan dan ke kiri saat itulah mata Mora bertatapan dengan mata dingin yang masih Mora ingat dengan jelas. Tubuh Mora langsung lemas. Gadis itu mundur beberapa langkah. "Kau!? Siapa kau? Ke-kenapa kau ada disini?" tanya Mora gugup. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD