#
Dari luar Cleopatra Harmajati terlihat seperti seorang wanita yang anggun dan berkelas. Tidak hanya cantik tapi dia juga memiliki lingkungan pergaulan yang luas dan di atas segalanya Cleo berasal dari lingkup keluarga kaya dan cukup terkenal.
Dengan kata lain Cleopatra memiliki semua yang diinginkan oleh kebanyakan perempuan. Suaminya tampan dan merupakan pewaris keluarga kaya juga. Dia bahkan dikaruniai anak perempuan cantik.
Latar belakang dan kehidupan Cleo sekarang harusnya cukup untuk membuat semua perempuan iri.
Hanya saja hal tersebut tidak lantas membuat Cleopatra merasa puas dengan kehidupannya.
Semua tentangnya hanyalah kebohongan, terutama tentang kehidupan rumah tangganya dengan Arga karena semua yang ditunjukkannya adalah hasil dari kesepakatan yang dia buat dengan Arga sebelum mereka menikah.
Sebuah ketukan di pintu kamarnya membuat Cleo yang baru selesai menata riasannya kini berpaling ke arah pintu.
"Masuk saja tidak dikunci," ujar Cleo.
Perlahan pintu bergerak terbuka dan seorang wanita paruh baya dengan pakaian pembantu masuk ke dalam kamar tersebut.
"Maaf nyonya, saya diminta Tuan Arga untuk bertanya apakah Nyonya sudah siap atau belum," ucap wanita paruh baya tersebut yang sebenarnya adalah salah satu pembantu di rumah besar Cleo dan Arga.
Cleo tersenyum tipis.
"Katakan padanya kalau aku akan segera turun," balas Cleo.
Pembantunya langsung mengangguk dan keluar dari kamar.
Cleo menarik nafas panjang.
"Secantik apapun aku berdandan, dia tidak akan pernah tertarik kepadaku," gumam Cleo pada bayangan dirinya sendiri yang memantul di cermin.
Dia kemudian bangkit berdiri dan meraih tas tangannya sebelum melangkah keluar dari kamar nya sendiri.
Di luar di ruang tengah, tampah Arga tengah berdiri menunggunya sambil menggendong Agni, putri mereka.
Cleo tertegun untuk sejenak menatap Arga dari tempatnya berdiri sekarang. Hanya dengan menggunakan pakaian kasual, suaminya tersebut tampak jauh lebih tampan hari ini. Sayang sekali dia tidak pernah bisa menyentuh d**a bidang Arga maupun otot lengannya yang menonjol keras dan menggoda itu sesuka hatinya.
Dia menyukai Arga tapi Arga jelas tidak menyukainya.
Cleo menarik nafas panjang sebelum akhirnya melangkah menuju ke arah Arga dan putrinya Agni.
"Jadi hari ini kita harus tampil sebagai pasangan sempurna yang penuh kebohongan di hadapan siapa? Wartawan atau keluarga besarmu?" tanya Cleo dengan nada menggoda. Dia mencoba menggandeng lengan kekar Arga tapi pria itu menepis tangannya.
Agni yang melihat kedatangan ibunya memilih untuk memeluk ayahnya erat dan menyembunyikan wajah mungilnya di bahu Arga.
"Ketahui batasanmu? Sentuhan fisik hanya di hadapan orang lain, tidak untuk pribadi," ucap Arga memperingatkan.
Cleo tertawa kecil meski hatinya sebenarnya merasa amat sangat kesal.
"Baiklah, kurasa aku hanya terlalu cepat memulai sandiwaranya. Jadi apa kali ini? Kau belum menjawab pertanyaan ku," tukas Cleo.
"Kau lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahun Agni?" tanya Arga sambil menatap dingin ke arah Cleo.
"Mana aku tahu kalau tidak ada yang menyampaikannya kepadaku? Lagi pula, untuk apa aku susah payah mengingat hari ulang tahun anak ini kalau semua persiapan untuk ulang tahunnya sudah beres dan aku tinggal hadir sebagai ibunya saja. Begitu kan konsepnya? Jangan bilang kau akan mempermasalahkan hal sepele seperti ini?" balas Cleo.
Arga menarik nafas panjang.
"Pastikan saja kau bersikap baik di depan wartawan dan semua orang. Aku tidak ingin besok ada berita yang mengatakan bahwa kita tidak akur atau bahwa dirimu adalah ibu yang terang-terangan mengabaikan anaknya di depan orang lain," ujar Arga memperingatkan.
"Kau pikir aku sama sekali tidak peduli dengan nama baikku sendiri? Tenang saja, aku jauh lebih tahu bagaimana caranya menjaga nama baikku sendiri dan membuat kesan menyenangkan di hadapan orang lain dibanding siapapun. Jadi kau tidak perlu khawatir." Cleo akhirnya melangkah lebih dulu menuju mobil meninggalkan Arga dan juga Agni. Dia bosan dengan peringatan Arga yang tidak ada habisnya.
Setelah Cleo pergi barulah Agni mengangkat wajahnya dan menatap punggung Cleo yang menjauh.
"Ani tatut," ujar Agni sambil bersandar pada Arga.
Arga langsung menyadari kegelisahan yang dirasakan oleh putrinya saat ini. Entah kenapa Cleo tampak enggan untuk mengurus Agni sehingga sepertinya ikatan antara Cleo dan Agni semakin hari semakin terlihat merenggang meskipun sebenarnya Cleo adalah ibu kandung Agni.
"Tidak apa-apa sayang. Itu Mamanya Agni. Jadi Agni tidak boleh takut sama Mama ya," bujuk Arga.
Agni hanya mengangguk pelan mengiyakan ucapan ayahnya meski begitu dia memilih untuk memeluk Arga semakin erat.
Arga kemudian melangkah menuju ke mobil yang sudah menunggu mereka dengan Cleo yang sudah lebih dulu berada di dalamnya.
Hari ini ulang tahun Agni akan dirayakan di sebuah restoran besar yang berada di salah satu mall dan dikelola oleh salah satu sepupu Arga yang cukup dekat dengannya.
#
Maura menggandeng tangan putranya sambil menyusuri beberapa toko pakaian di mall yang mereka masuki terutama toko yang menjual pakaian anak-anak.
"Mama masih mau belanja?" tanya Max tiba-tiba. Dia menahan tangan Maura.
Maura melirik Max.
"Kenapa? Max lelah? mau pulang sekarang?" Maura balas bertanya.
Max menggeleng cepat.
"Tidak, aku suka belanja dengan Mama. Hanya saja pakaianku sudah banyak dan aku tidak ingin Mama membelikan aku baju lagi," ujar Max.
"Oh ya, jadi Max ingin membeli apa? Apa Max ingin mainan lagi?" tanya Maura. Dia memperhatikan keinginan putranya dengan serius.
"Aku ingin membelikan Mama baju. Aku punya uang sekarang," jawab Max dengan wajah yang tampak berbinar senang.
Bahkan tante Yen sendiri terlihat tertawa lebar mendengar ucapan Max.
Bagaimana mungkin seorang anak berusia 5 tahun bisa berpikiran untuk membelikan baju bagi orang dewasa?
Maura tersenyum mendengar ucapan polos putranya.
"Baiklah seberapa banyak uang yang kau punya sampai kau begitu percaya diri untuk membelikan Mam baju?" Maura tahu kalau sesungguhnya Max pasti sering diberi uang jajan yang terlalu banyak oleh kedua orang tuanya maupun oleh Luna dan Cakra terlebih belum beberapa lama ini Max baru saja merayakan ulang tahunnya dan tentu saja semua orang memberinya uang saku yang agak keterlaluan meski Maura sudah melarang.
Namun siapa sangka kalau Max akan menyimpan uangnya untuk bisa membelikan baju bagi Maura.
"Tidak hanya membelikan baju untuk Mama, aku juga akan mentraktir Mama makan hari ini karena mama sudah menjagaku di rumah sakit dan sudah menemaniku bermain tadi," lanjut Max dengan penuh percaya diri.
"Benarkah? Mama merasa sangat tersanjung hari ini. Anak Mama ternyata sudah besar. Jadi kau mau membelikan Mama pakaian yang seperti apa?" tanya Maura.
Max kemudian berlari ke arah salah satu manekin yang menggunakan pakaian kasual. Alasan dia menghentikan langkah Maura tadi juga adalah karena dia melihat manekin ini tadi.
"Aku ingin Mama memakai ini. Mama akan terlihat cantik kalau memakai baju seperti ini," ucap Max sambil menunjuk ke arah manekin tersebut. Wajahnya terlihat penuh semangat.
Tatapan Maura tampak meneliti pakaian yang ditunjuk oleh Max dan dia mendapati kalau ternyata pakaian itu adalah pakaian pasangan ibu dan anak laki-laki.
"Begini saja, kau boleh memberikan Mama baju tersebut tapi Mama akan membelikan Max baju yang ada di patung anak kecil di samping sana biar kita terlihat seragam. Bagaimana menurut Max?" usul Maura.
Max kemudiaan menoleh ke arah patung anak laki-laki yang ditunjuk oleh Maura.
"Kembaran dengan Mama?!" tanya Max dengan mata berbinar-binar. Ide untuk memakai baju yang mirip dengan baju ibunya sekarang membuat Max mendadak jadi lebih bersemangat.
"Iya kembaran dengan Mama. Kau mau kan?" jawab Maura.
"Aku mau!" seru Max senang.
Tante Yan kemudian mendekat ke arah Maura dan menunjukkan dompet kecil Max yang berisi 5 lembar uang seratus ribuan.
"Aku menabung dengan baik," ucap Max membanggakan dirinya sendiri.
Maura mengusap puncak kepala putranya dengan lembut.
"Iya Mama bangga kepadamu. Kita beli bajunya sekarang?" ajak Maura
Max kembali menggangguk cepat.
Pasangan ibu dan anak itu kemudian menuju ke arah pelayan toko serta meminta baju yang dipakai oleh manekin tersebut sebelum akhirnya membayar di kasir.
Sebenarnya harga pakaian tersebut jauh lebih mahal dibanding uang yang dimiliki oleh Max tapi Maura memainkan sebuah trik kecil agar Max tidak tahu kalau uangnya tidak cukup. Bocah laki-laki tersebut malah dengan bangga menerima kembalian uang yang sebenarnya adalah uangnya sendiri hanya saja dengan pecahan yang lebih kecil.
"Mama bagaimana kamu bajunya kita pakai sekarang?" pinta Max sambil menunjuk ke arah kamar ganti.
"Sekarang? kau yakin? Kita masih bisa menggunakan baju ini di kesempatan yang lain," ujar Maura.
"Tapi di lain waktu Mama belum tentu libur dan kita bisa jalan-jalan seperti sekarang dengan santai. Aku tidak mau sakit lagi dan membuat Mama menangis meski aku ingin Mama sering-sering libur," balas Max terus terang. Dia menatap Maura dengan wajah murung sekarang.
Maura terdiam selama beberapa saat. Baru kini dia menyadari kalau yang dikatakan Cakra mungkin ada benarnya. Dirinya terlalu sibuk sehingga tanpa sadar membuat Max merasa kesepian.
Maura kemudian berlutut dan memeluk tubuh mungil putranya selama beberapa saat.
"Maafkan mama ya. Ayo kita ganti bajunya sekarang" ajaknya kemudian.
Senyum lebar kembali merekah di wajah Max mendengar Maura menyetujui usulannya.
Saat itu, dari kejauhan seseorang tampak memperhatikan interaksi ibu dan anak tersebut dengan wajah penasaran.