Sweet Sinner | 3.1

2306 Words
     Awalnya memang terlihat asing terutama ketika Persia harus menerima kesepakatan pernikahan palsu itu. Lambat laun Persia merubah keadaan menjadi hal yang sangat biasa, tapi tidak ketika Robert memasuki kamar. Persia akan bersiap-siap melakukan apapun jika Robert akan berperilaku menyeramkan. Pernah Persia menyembunyikan tongkat baseball di bawah tempat tidur, tapi beberapa hari semenjak masalah kecil di pesta, Robert tidak lagi mengajaknya berbicara. Sama sekali tidak! Itu suatu anugerah jika memang Persia tidak akan menemukan kegilaan Robert, tapi jendela ruang tengah yang saat itu menunjukkan gemercik air hujan pada ventilasi membentuk kesunyian. Persia melirik jam dan juga teras rumah, mobil Robert belum kembali 'ah, bodo amat! Kenapa juga aku harus buang-buang waktu buat mikirin dia? Otakku terlalu spektakuler buat orang seperti itu' hati Persia berusaha menangkap kenyataan jika ia sebenarnya mulai merindukan. Tapi tidak! Persia yakin itu hanya rasa bersalah terhadap ayah Robert tidak lebih.      Sudah seminggu Persia menempati rumah milik saudara kembar Robert. Di kawasan Brooklyn Persia selalu berharap agar bisa menemui pamannya, karena ia tahu betul jika seluruh keluarganya pening bukan main mencari keberadaan Persia. Terutama saat itu Persia memberi alasan yang aneh untuk ibunya, tapi kesempatan selalu berlarian jika Persia hendak pergi  secara sembunyi-sembunyi agar dapat keluar. Ya, Shandy selalu ada di dekat Persia berada. Menyebalkan.      Jam menunjukkan sepuluh malam waktu setempat. Hujan deras mereda kemudian Persia memesan minuman hangat lalu ia berjalan pelan sekedar melihat-lihat koleksi barang antik milik Joseph. Ornamen-ornamennya mengandung seni yang tinggi, terlihat mahal serta tidak memiliki banyak stok di dunia. Tapi entah rumah dengan dua lantai itu terlihat sederhana, nyaman untuk sekedar ataupun selamanya berada di sana. Sampai Persia berhasil tersenyum dengan kekaguman karena jiwa seni seorang Joseph sangat luar biasa, dan Persia melihat kejelasan foto Robert dan Joseph. Gambar potret itu belum lama menghiasi dinding rumah, satu tahun sebelum kematian Joseph. Tapi pigura besar itu berhasil membuat kebingungan pada diri Persia. Ia sama sekali gagal dalam membedakan antara Robert dan Joseph.      "Aku yakin itu Gold!" gumam Persia menoleh kearah Shandy. Perempuan paruh baya dengan jas hitam itu masih saja setia mengekor.      Shandy menggeleng. Tebakan Persia salah pada pria mengenakan t-shirt hitam. "Bukan Nyonya! Itu tuan Joseph."      "Oh ya?" Persia tersenyum miring. "Emm... Aku rasa Joseph lebih tampan."      Kedua kali Shandy menggeleng. "Mereka berdua kembar identik jadi saya rasa mereka sama-sama tampan."     Persia mendengus. Kemudian ia mengangguk jika ucapan Shandy benar. Bukan! Menurut Persia, Shandy terlalu berlebihan mengungkapkan apa yang terkadang membuat Persia gagal mengagungkan kebencian terhadap Robert. Sama sekali Persia tidak berdaya jika mengungkapkan apa itu tentang ambisi bahwa Persia sedikit menerima pernikahan ini. Pernikahan yang sama sekali tidak terselubung di dalam otak maupun hatinya.      Masih sama saat Persia tawar menawar jika hatinya kalut sampai beberapa menit kemudian mobil Robert telah terparkir di halaman depan berhasil membangunkan lamunan Persia. Tapi tubuhnya mematung tanpa ingin segera tahu jika sang tuan Gold telah kembali. Ya, memang tidak perlu! Untuk apa?      "Selamat malam tuan." sambut Shandy membungkuk kemudian mengikuti jejak kaki Persia memasuki kamar.      Mungkin Robert hampir kerasukan saat melihat punggung mengenakan dress dan secara kurang ajar memamerkan bentuk mulus kulit Persia. Tapi seperti memberi somasi pada dirinya sendiri jika Robert enggan tergoda terutama pada gadis itu ' pembunuh! ' , karena Robert hanya memiliki keterikatan pada istrinya. Hilda. Sampai Robert enggan memberi kesempatan pada warna emas matanya sampai Persia menghilang dari pandangan.      "Tuan, ada yang bisa saya bantu?" s**t! Salah satu pelayan Robert mengagetkan.      "Ya, ada!" balas Robert singkat.      "Dengan senang hati tuan."      "Berhenti membuatku kaget jika kau masih ingin berkerja disini!" ya, karena Robert tidak b*******h menerima pertanyaan apapun malam ini. [...]      Air hangat segera merontokkan segala penat di tubuh terpenuhi daya pikat tersendiri meski sebenarnya Robert tidak ingin bersahabat dengan dirinya sendiri tapi setidaknya hari ini Robert bisa melaluinya. Bayang-bayang raut cantik Hilda berhasil Robert lupakan dari salah satu jumlah ribuan sel syaraf yang menyimpan apa itu kenangan, manis & pahit tentang perjuangan Robert mendapatkan cinta dan tanggung jawab penuh pada diri Hilda dari tangan Joseph.      Membangun perasaan cinta untuk Hilda lima tahun lalu sebenarnya bukan perkara mudah bagi Robert, pasalnya selama itu Robert bersusasah-payah mencoba menyembunyikan identitas asli dirinya dan merubah nama menjadi Joseph di depan Hilda. Tak jarang rasa bersalah Robert terngiang setiap kali melihat wajah Hilda, ia harus menjadi sosok Joseph dalam hubungan palsunya. Meski itu adalah pesan sekaligus permintaan Joseph tapi tetap saja Robert berberat hati setiap bibir Hilda berucap tentang nama Joseph, nama yang sudah menjerumuskan Robert pada tipuan cinta yang dalam. Robert telah terpaut pada sosok manja dan kasih sayang seorang Hilda, tanpa tahu kapan Robert bersembunyi pada jati diri seorang Joseph. Sampai saat kematian itu menjemput Robert hanya mampu memberi segelintir kebohongan dari apa yang ia bangun bersama Joseph setengah jam sebelum kematian Joseph.      Meski bayang masalah itu masih setia, Robert tak ingin perkara itu terendus oleh siapapun termasuk Evelyn. Robert tetap bersembunyi dan ia tak sanggup jika merusak segala kebahagiaan Evelyn lagi semenjak tragedi sekaligus perceraian dengan Gabriele. Sekarang tugas Robert tetap berada dalam jalur yang sempurna dengan menetapkan Persia sebagai istrinya. Berat memang! Tapi Robert tetap harus melakukan sandiwara yang semakin dalam dan terasa berat karena ia belum sempat meminta maaf atas semua kelakuannya di depan Evelyn, justru satu masalah yang Robert anggap itu adalah masa yang indah tapi Robert akan menanggung semua resiko baik sekarang ataupun nanti.      Malam semakin memamerkan keindahan bintang gemintang saat Robert mulai sibuk dengan beberapa berkas yang menumpuk di ruang kerja dan hanya secangkir teh dan foto Hilda berhasil menghibur Robert saat rasa lelah tak kunjung hilang, tapi sesekali Robert menikmati kecantikan potret Hilda di atas meja kerja dan juga membayangkan senyum manis almarhum isrinya sudah lebih dari cukup. Sampai malam telah menunjukkan jam satu dini hari Robert tidak pandai memejamkan mata dan rasa lapar melanda ketika Robert enggan beranjak dari tempatnya, tapi apa boleh buat jika perutnya tidak bisa diajak kompromi. Dan selanjutnya dapat menyelesaikam masalah ringan namun memberatkan ini adalah Robert harus pergi ke dapur, jika perlu Robert harus memasak sendiri seperti yang biasa Robert lakukan.      Sedikit berjalan dan memang Robert tergesa jika rasa laparnya sudah berhasil menguasai menuju dapur, tapi suara berisik di dalam dapur membuat Robert berhenti di ambang meja makan. Matanya menyelidiki seseorang yang tengah asyik mengacak-acak isi lemari pendingin, tapi beberapa bahan yang berserakan di lantai membuat Robert merasa malas jika harus mengolahnya. Kemudian Robert berusaha mencegah mengapa Persia melakukan hal itu dengan menepuk pundak Persia, tapi nampaknya isi makanan dan juga botol s**u di genggaman Persia membuat Persia tidak tahu diri dan malas menoleh barang sebantar. Tapi Robert menepuk kembali pundak Pesia dengan keras,      "Kau itu tidak sedikit pun bisa lepas dariku hah?!" Maki Persia tanpa pikir panjang.      Ketiga kali Robert menepuk pundak Persia, tapi tetap saja tanggapan Persia sangat menyebalkan. Bagi Robert gadis di depannya memang tidak tahu diri bahkan sikap Persia benar-benar tak tahu adap, tak memahami arti jika dirinya menumpang di rumah orang lain,      "Sekali lagi berani menganggu aku akan memukuli mu Shandy!" Tutur Persia seamakin kalap saat Robert memukul punggungnya. Kemudian Persia tetap melanjutkan apa yang ia inginkan. Ya, rasa lapar Persia lebih penting daripada Persia harus tahu siapa yang memukulnya barusan.      "Setidaknya makanan itu tidak kau telantarkan begitu saja, Nona kucing!" Balas Robert langsung meraih lengan Persia dan secara terang Robert membuat kepala Persia menoleh kemudian mendongak tak terhingga sampai Robert berhasil merasakan kelembutan bibir Persia menyentuh dagunya.      Sempat s**u dan sandwich siap makan itu terjatuh saat Persia tekecoh oleh wajah dan tangan keras yang meraihnya. Terutama mata emas itu mengintai di balik raut tenang seorang Robert.      "E... A... M... Ma..," Persia meneguk saliva. "Maaf tuan, aku hanya kelaparan dan kebetulan rumah ini menyediakan banyak makanan."      Secara ringkas Persia menjawab, tapi tetap saja Robert merubahnya mejadi dungu.      "Kemasi semuanya ke dalam kantung dan aku mau kau membuangnya sebelum pagi!" saran Robert dengan mimik dengki kemudian ia melengos.      Tentu perkataan Robert sangat menyebalkan dan pada akhirnya Persia berhasil meraih lengan Robert dan membuat langkah Robert tertunda. "Makanan ini tidak busuk! kenapa aku harus membuangnya?"      Tak mau kalah kini Robert menyerobot pinggang Persia dengan sekali genggaman dan menatap penuh penekanan. "Bahan alami itu baru saja kau sentuh, jadi aku tidak ingin mendapat resiko bau tidak sedap di dalam rumah ini!'      Bibir merah delima itu sempat mengunci seribu bahasa ketika Robert memberi aba-aba atau entah itu sebuah hinaan yang akhir-akhir ini Robert menikmatinya, ia mampu bahkan lebih puas ketika Persia membenci ucapannya. Ya, memang sudah sepantasnya Robert bertindak sesuka hati meskipun harus menggauli Persia. Namun itu bukan suatu motivasi jika Robert akan memenuhi keinginan Evelyn.      "Seberapa sering aku harus memberi peringatan jika kau selalu menimbulkan banyak masalah di keluarga ku?" tanpa henti Robert menyalahkan Persia.      "Aku sama sekali tidak memiliki keinginan untuk masuk ke dalam keluarga Luxembourg, kemudian aku merajalela di istana mu. Menghancurkan keluarga ini, dan aku tertawa senang, lalu aku akan merancang rencana lagi dan lagi. Kau pikir aku tidak menderita atas kejadian itu? Kau pikir aku merasa tenang telah melakukan kesalahan yang tidak pernah aku sengaja? Aku rasa semua orang akan merasakan hal yang sama denganku!" Tegas Persia menelan mentah-mentah apa yag baru saja ia katakan.       "Seharusnya kau bisa menyadari dimana kesalahan Anda tuan Luxembourg yang terhormat," Persia mencoba melepaskan cengkeraman Robert. "Kau sudah membiarkan pengantin wanita dengan gaun dan wajah cantiknya berkeliaran di pinggir jalan, itu hal yang memalukan jika pertengkaran kalian dapat..."      "DIAM KAU PERSIA!" Robert membara saat tiba-tiba Persia mengungkap masalah di hari pernikahan Robert bersama Hilda.      Kemudian Robert merasa Persia sudah terlalu banyak ikut campur dan sok tahu. Robert memutar pergelangan tangan Persia sampai tubuh tak sebanding itu membelakanginya.      "Urusan kita bukan tentang kenapa aku membiarkan Hilda berlari ke jalanan, karena itu bukan urusanmu Nona kucing. Yang perlu kau lakukan sekarang hanya manjadi istri sementara sampai ibuku tidak menginginkan aku menikah. Dan..," jemari kasar Robert mulai menyusuri kulit perut Persia. "Aku bisa tidur dengan wanita tanpa harus khawatir akan tertular penyakit kelamin!"      Persia mulai merasakan sesak pada saluran pernapasan serta tubuhnya terkunci oleh kungkungan lengan Robert, semakin erat bahkan Persia bisa merasakan kulit keras tangan Robert. Sampai akhirnya jeratan tangan Robert berlaku membelai bahkan merenyuk d**a Persia. Pelan, mengeksplor dengan tenaga tanpa melukai tapi entah Persia merasa sentuhan Robert menyakitkan. Bahkan lebih menyakitkan saat Persia menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar belaian, Persia ingin sesuatu yang basah dan hangat bisa singgah di kedua areola secara bergantian dengan akurat. Segera Persia mengusir bisikan iblis yang akan membuatnya terlena sekaligus merasa dilecehkan, akan tetapi teriakan Persia berubah bungkam oleh kecupan Robert di tengkuk. Berangsur jemari Robert menyibakkan rok sebatas tumit.      "Lepassh." kecam Persia berontak namun napasnya rakus.      "Kau sedang menolak atau menginginkan ini, Baby?" Robert semakin berani karena kulit paha Persia seolah mengejek. Kemudian Robert berhasil membuat punggung Persia membungkuk.      "Lepaskan aku! Jangan kurang ajar, aahh..." s**t! Persia mengutuk mulutnya yang ternyata benar-benar binal.      Seolah bukan penolakan tapi rangkuman jika Persia menyuguhkan pesona dari teriakan kecil di telinga Robert. "Sangat sulit bukan? Aku berharap kau akan melakukan kesalahan lagi besok, jadi aku bisa dengan mudah menarikmu ke dalam pelukanku kemudian kita akan membayar dengan kesenangan semalam atau kita bisa bercinta sepanjang hari my Sweet Sinner."      Kemudian untuk kesekian kalinya Robert meremas paha Persia dan lidahnya berhasil menyapu aroma yang sempat menggodanya.      "Ingat baik-baik Baby," Robert mendorong tubuh Persia agar menjauh darinya. "Aku tidak main-main dengan ucapan, jika kau istri penurut kau akan aman. Tapi aku juga suka saat kau membangkang, itu sangat menggairahkan untukku."      Rasa lapar Robert ataupun Persia lenyap saat tatapan mereka saling membenci terutama ketika Persia melihat kebencian tersirat di wajah Robert, kemudian Persia segera membetulkan rok dari terusan dress yang ia kenakan sekaligus Persia tergesa membersihkan bahan makanan yang sempat ia letakkan di atas lantai. [...]      Suasana pagi disambut meriah oleh dua saudara kembar Helen dan Ellen di dapur, mereka baru saja menyiapkan sarapan khusus untuk Evelyn. Terutama Helen yang terlalu peduli kepada ibunya, segala keperluan dan lebih detailnya Helen tak ingin tertinggal. Sebenarnya akhir pekan mereka harus kembali tapi mereka memutuskan untuk kembali ke Los Angeles sampai akhir musim panas di New York dan memang dua saudara kembar identik itu tak sanggup jika harus meninggalkan Evelyn seorang diri. Bagi Helen ataupun Ellen keluarga nomor utama terutama ibu yang banyak berjasa dalam menaruhkan hidup dan mati, apalagi yang bisa mereka lakukan selain menjaga dan membalas kebaikan Evelyn. Meski tak seberapa tapi mereka rasa itu hal yang baik. Ya, begitulah ucapan Robert melandasi keniatan Helen ataupun Ellen.      "Hei! Untuk apa kau menaruh cuka di sana?" Helen merajuk karena Ellen hampir melupakan hal yang dibenci Evelyn. Yaitu memberi zat itu di makanannya ataupun sekedar botol cuka apel di atas meja.      "Oh, eh... Maaf, aku tidak sengaja." kemudian Ellen meringkus botol plastik di atas meja lalu manaruhnya di tempat lain.      Kemudian Helen menggeleng atas kelakuan adiknya yang hanya memiliki selisih lima menit darinya. "Ngomong-ngomong kapan dia akan datang?"      "Siapa?" tanya Ellen tak mengerti apa yang Helen maksud.      "Keponakan ayah," Helen menenggak coklat hangatnya segera. "Yang akan menjadi CEO di perusahaan Robert, yang dari Indonesia itu. Ah, siapa namanya aku lupa?"      Kini Ellen mengangguk memahami perkataan Helen. "Oh, dia hanya anak dari teman baik ayah Helen. Bukan saudara kita kau tahu!"      "Hm... Ya, yang katanya..." Helen ragu meneruskan ucapannya.      "Calon pengantin pria mu huh?" sergah Ellen terbahak-bahak.      "Kau saja Ellen, aku tidak menyukai pria Asia." Helen melempar celemek kearah Ellen.      "Tapi Edo pria yang tampan dan dia sangat cerdas Helen, kau bisa dikalahkan sebentar saja olehnya." Ellen mulai berargumen jika sosok pria Asia itu sangat cocok untuk Helen.      Sebuah sambutan untuk kedua kalinya memang sudah dipersiapkan keluarga Luxembourg atas kedatangan Edo Mahardika di perushaan mereka. Lusa Luxembourg Coorporation akan mendapatkan CEO pengganti berbakat seperti Edo setelah CEO sebelumnya sudah memiliki masa pensiun. Dan juga bisnis yang Robert pimpin akan sepenuhnya didampingi oleh Edo. Pria Indonesia sekaligus pria yang akan dinobatkan sebagai menantu di keluarga Luxembourg.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD