"Ficus Benjamin...."
Gadis cantik itu masih menggumamkan nama yang baru saja dia dengar dengan langkah kaki mengikuti kedua laki-laki yang berjalan di depannya, mereka bertiga memasuki pintu berdaun ganda yang menjulang tinggi terlihat begitu kokoh berwarna putih gading yang menampakkan kesan elegan rumah mewah itu, seorang wanita berpawakan kurus tinggi yang baru saja membuka daun pintu itu tersenyum penuh penghormatan tentu saja pada laki-laki yang sepertinya seorang tuan besar itu.
Senyum di wajah wanita itu sedikit memudar dan berganti dengan raut wajah penasaran ketika beradu pandang dengan gadis cantik yang baru saja dilihatnya.
Menyadari hal itu sang Tuan lalu memperkenalkan mereka.
"Bik, dia Cerry," ucap Laki-laki tampan itu, dia tersenyum menyadari raut wajah sang asisten rumah tangga terlihat sedikit terkejut, "dia bilang namanya Cerry karena mamanya ngidam Cerry waktu lagi hamil dia."
Wanita itu tersenyum mengerti lalu sedikit mengangguk sambil menatap gadis cantik bernama Cerry, sepertinya nama itu memang cocok untuk dia karena tubuhnya yang mungil dan pipinya yang memerah laksana buah Cerry yang begitu segar.
"Dia tamu kita, tolong Bibik anterin dia ke kamar tamu ya," pinta laki-laki tampan itu sementara Galih yang berjalan di sebelahnya hanya diam mendengarkan.
"Baik, Pak," jawab asisten rumah tangga itu dengan penuh penghormatan.
"Mari, Non Cerry, bibik anter ke kamar." Cerry mengikuti langkah wanita itu setelah sesaat melempar senyum pada kedua laki-laki yang sudah menghentikan langkah dan berdiri di depan tangga.
"Om, makasih ya," ucap Cerry yang menghentikan langkahnya setelah meniti beberapa anak tangga, bibik asisten rumah tangga yang berjalan di depannya ikut menghentikan langkah dan menatapa gadis cantik itu.
Gadis cantik itu tersenyum manis lalu melanjutkan langkah setelah melihat sang pemilik rumah menganggukan kepala sambil tersenyum tipis.
"Kita nggak jadi ke rumah Pak Adiprana, Bang?" tanya Galih sambil menatap laki-laki di sebelahnya, tampaknya kedua laki-laki itu memiliki usia yang tidak terpaut jauh.
"Buat apa kita ke rumahnya kalau apa yang kita cari sudah kita dapatkan?!"
Galih terdiam tidak mengerti menatap laki-laki gagah itu melangkah begitu saja meninggalkan dirinya, pandangannya lalu beralih ke atas tangga yang baru saja Cerry lewati lalu tersenyum manis mulai mengerti apa yang tuan sekaligus sahabatnya maksud walaupun dia belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Sementara Galih dan sang tuan muda sudah memasuki kamar masing-masing, bibik asisten rumah tangga mereka baru saja keluar dari kamar tamu yang ada di lantai dua rumah mewah itu setelah mengantarkan gadis cantik berkulit putih bersih itu.
"Selamat istirahat, Non, Cerry," ucap wanita paruh baya itu, "kalau Non Cerry perlu apa-apa bisa cari bibik di belakang."
"Iya, Bik, makasih ya, kayaknya aku cuma perlu tidur. Aku ngantuk banget," jawabnya, bukan tanpa alasan gadis itu berkata demikian karena saat ini memang sudah lewat tengah malam, sudah melewati jam tidurnya setiap malam.
Usai sesaat menatap punggung wanita yang tadi memperkenalkan diri dengan nama Iroh itu, Cerry memasuki kamarnya menutup pintu lalu bergegas menuju ranjang.
"Eh, tunggu dulu! Pintu harus dikunci karena sekarang aku di rumah orang asing!" Gumam gadis cantik itu, ia segera membalik badan berjalan cepat kembali ke pintu dan menguncinya.
Bunyi anak kunci yang dia putar memang tidak terlalu kencang tapi cukup membuatnya terdiam, bunyi anak kunci yang dia putar seakan mampu menghancurkan hatinya atau mungkin karena hati itu memang sedang merasakan kehancuran sebelumnya.
Jika sebelumnya gadis cantik itu melangkah ringan kini keadaan berbalik seratus delapan puluh derajat, langkahnya lunglai menuju ranjang, gadis cantik itu bahkan merasakan kedua matanya memanas karena airmata yang menggenang.
Beberapa jam yang lalu, gadis cantik itu kembali keluar dari kamarnya yang baru beberapa saat dia masukin usai makan malam, sebuah keributan yang terdengar menjadi penyebabnya.
"Ada apa, Bik?" tanya gadis cantik itu pada asisten rumah tangga yang sudah bekerja lama di kediamannya.
"Ada Bu Mira datang, Non," jawab sang asisten rumah tangga, jawaban itu tidak mendapat sahutan lagi karena gadis cantik itu langsung berjalan cepat menuju ruang tamu di mana suara seorang wanita yang dia tahu sebagai ibunya terdengar.
Seorang wanita yang dia ketahui sebagai wanita yang telah melahirkannya tapi tidak pernah sedikit pun dia rasakan kasih sayangnya, wanita yang selama ini tinggal jauh di luar negeri setelah perceraian dengan ayahnya.
"Jangan bicara sembarangan Mira, nanti Kaluna bisa dengar semuanya!" Kening gadis cantik itu mengerut ketika dalam perjalanannya menuju ruang tamu dia mendengar suara Rama sang ayah menyebut namanya.
Ya Kaluna adalah namanya, bukan Cerry seperti yang dia sebutkan tadi.
"Memangnya kenapa kalau Kaluna dengar? Aku rasa lebih baik kalau dia tau semuanya. Ingat ya Mas, selama ini aku udah berbaik hati dengan menyimpan semua rahasia ini!" jawab Mira yang tentu saja membuat Kaluna merasa semakin penasaran hingga dia memutuskan untuk menghentikan langkah dan bersembunyi di balik lemari hias untuk mencuri dengar rahasia yang sedang kedua orang dewasa itu bicarakan.
Rahasia tentang dirinya.
"Berbaik hati kamu bilang?" Tanya Rama dengan wajah sedikit memerah menatap sang mantan istri.
"Iya, Mas, aku berbaik hati karena sudah menyimpan semua rahasia kamu tentang Kaluna. Sementara kamu?" Nada bicara penuh tantang terdengar di indera pendengaran Kaluna membuat gadis cantik itu semakin tidak sabar untuk mendengar rahasia apa yang sedang menjadi perdebatan.
"Aku? Apa aku tidak cukup berbaik hati? Aku memenuhi semua kebutuhan kamu dan Nathan selama ini seperti yang kamu mau, lalu apa lagi?" tanya Rama dengan nada kesal bahkan terdengar putus asa seakan telah habis kesabaran sifat sang mantan istri.
"Apa kamu pikir itu cukup Mas? Kamu jangan pernah lupa, kita memang sudah menjadi mantan tapi Nathan tidak pernah menjadi mantan anak kamu. Bisa-bisanya kamu menjadikan Kaluna sebagai pewaris tunggal kamu alih-alih Nathan yang jelas-jelas adalah anak kandung kamu!" Kata Mira dengan nada bicara yang semakin meninggi, tentu saja sapa yang wanita itu katakan membuat kerutan di dahi Kaluna semakin dalam, berbagai pertanyaan berkecamuk di kepala gadis itu sekarang.
"Mira ... Mira ... Aku tidak akan pernah lupa akan hal itu, walaupun waktu sudah lama berlalu tapi semua kejadian itu masih terekam jelas di kepalaku. Walaupun hasil test DNA menyatakan Nathan adalah anak kandungku tapi perasaanku tidak akan pernah bisa dibohongi, aku tidak pernah memiliki perasaan kalau Nathan adalah darah dagingku!" Kedua mata Kaluna semakin membola mendengar apa yang ayahnya katakan sama seperti kedua bola mata Mira yang sedang menatap sang mantan suami sekarang.
"Lalu Kaluna? Apakah bayi yang kamu temukan dipinggir jalan itu pantas menjadi pewaris semua harta kamu dibandingkan Nathan yang secara hukum adalah anak kandung kamu?" tanya Mira dengan nada bicara sinisnya.
Belum hilang keterkejutan di hati Kaluna, kini perasaan itu ribuan kali terasa lebih besar ketika mendengar ucapan Mira tentang dirinya.
"Jadi, aku bukan anak kandung Papa?" gumam Kaluna seiring airmata yang meluncur dari kedua mata indahnya.
"Keluar kamu dari sini Mira!" Dengan penuh emosi Rama mengacungkan tangannya mengusir wanita yang berdiri di hadapannya.
"Kenapa kamu semarah itu? Itu kenyataan kan kalau Kaluna memang bayi yang tidak jelas asal-usulnya? Atau jangan-jangan kamu punya rencana lain untuk menjadikan Kaluna ahli waris kamu? Kamu mau menikahinya?"
Suara tamparan terdengar begitu keras membuat Kaluna yang sedang memejamkan mata menahan nyeri di hatinya kembali membuka mata itu, terlihat Rama dengan napas tersengal-sengal menahan emosi dengan pandangan nyalang menatap Mira yang sedang memegangi pipinya yang baru saja mendapat tamparan sebagai hukuman yang Rama berikan atas kata-kata buruknya.
"Ternyata kamu tidak pernah berubah Mas! Kamu lebih membela anak itu dibanding aku! Kamu bahkan tega menceraikan aku dengan tuduhan aku selingkuh setelah kamu menemukan anak itu, kamu jahat Mas!" Pekik Mira dengan tangis semakin meraung.
"Stop! Berhenti playing victim Mira! Kamu memang selingkuh dengan Johan, dan dengan semua kelicikan kalian, kalian menghilangkan bukti!" Jawab Rama juga dengan nada bicara semakin meninggi.
Kaluna menutup kedua telinga dengan tangannya berharap teriakan kedua orang yang sampai beberapa saat lalu masih dia yakini sebagai kedua orang tuanya tidak lagi terdengar tapi nyatanya hardikan demi hardikan masih saja terdengar dan membuat luka hatinya semakin dalam, gadis cantik itu berlari keluar rumah tanpa ada seorang pun yang melihatnya.
Langkah cepatnya meninggalkan tempat yang selama ini dia anggap rumah tapi ternyata bukan rumah itu tidak tersadari sedikit pun oleh seseorang laki-laki yang selama ini ia anggap bukan hanya sekedar seorang ayah tapi sesosok malaikat tapi kini Kaluna bahkan tidak tahu laki-laki itu siapa, Kaluna bahkan tidak tahu dirinya siapa.
Gadis cantik itu memejamkan mata, seakan menyeka genangan bening itu hingga terjatuh mengalir dari kedua sudutnya, ia kembali membuka kelopak matanya menatap langit-langit kamar asing yang saat ini dia tempati.
Nekad, mungkin hanya itu yang ada dalam pikirannya yang begitu kacau hingga dia memasuki mobil yang tiba-tiba berhenti di depan rumahnya dan saat ini di tempat asing itulah dirinya berada.
"Aku harus apa sekarang? Aku sedih banget, ternyata satu-satunya orang yang aku punya di dunia ini bukan siapa-siapa aku. Aku bayi yang dibuang di pinggir jalan, aku sama sekali enggak diinginkan. Dan apesnya aku malah jadi biang masalah buat Papa yang sudah berbaik hati memungutku," gumam Kaluna, gadis itu terisak lirih hingga rasa lelah memeluknya dalam lelap.