Jacob terkesima, sialannya bukan hanya ia yang tak bisa mengalihkan pandangan ke mana pun selain pada sosok wanita yang tengah menuruni tangga. Rambut hitamnya tergerai jatuh sempurna menghias kepalanya, belum lagi tambahan aksesoris yang senada dengan pakaian yang ia kenakan. Yazeran kaya akan warna tapi pilihan gold dan merah adalah dua hal yang mencirikan kemewahan. Ditambah bentuk tubuh Harvey yang memang terpahat indah, memperlihatkan lekuk yang menggoda tapi anggun di saat bersamaan.
Memang super model sekelas Harvey Princessa adalah magnet tersendiri bagi banyak orang, baik pria juga wanita.
“Harvey benar-benar keterlaluan,” maki Jacob sembari meletakkan winenya dengan asal. Ia pun berdiri dan menyingkirkan beberapa orang yang mendadak menghalangi. Ingin melihat lebih jauh, sosok Harvey yang mendadak menjadi pusat perhatian.
Bertepatan dengan usaha Jacob untuk ada di ujung tangan, Harvey tersenyum ke arahnya. Tipis sekali, tapi sudah membuat jantung Jacob tak keruan.
“Apa aku terlambat?” tanya Harvey pelan. Manik matanya yang tajam dan tak menyorotkan keraguan, berkeliling memerhatikan sekitar. Undangan makan malam yang Jacob berikan padanya, dihadiri orang-orang penting yang menjabat di Yazeran. Seperti dugaannya, ini perjamuan tertutup.
“Sama sekali tidak.” Jacob mengulurkan tangannya. Berharap segera diterima oleh harvey dan juga mengukuhkan satu tindakan; gadis cantik ini bersama dirinya. tak boleh ada yang mengganggu.
“Kupikir acaranya sudah dimulai.” Harvey hanya melirik sekilas pada tangan yang tergantung di udara itu. menyeringai tipis dan berjalan begitu saja, tanpa menggubris sama sekali apa yang Jacob inginkan. Dipikir akan mudah untuknya menerima sentuhan Jacob? Astaga, pria itu harus segera bangun dari mimpinya.
Ia terus berjalan yang mana memahami dengan benar, jika Jacob menggeram kesal tapi tak bisa berbuat apa pun. protes saja tak bisa pria itu keluarkan. Tapi langkah si pria tetap mengiring di belakang sang model. Sepertinya Jacob tak jadi soal mendengarkan kikikan geli lantaran penolakan barusan.
“Aku tak menyangka kau bisa hadir di sini,” kata jacob yang kini menyejajari langkah Harvey. lewat ekor matanya, ia tak berhenti mengagumi bagaimana gadis ini berubah drastis. Jika sebelumnya Harvey memiliki selera fashion yang terkesan biasa saja, meski begitu, Jacob merasa kecantikan Harvey pun tak bisa dimungkiri; membuatnya terpesona. Kini, apa pun yang dikenakan Harvey selalu sukses dijadikan pusat perhatian.
“Kebetulan hari ini dan esok aku libur. Ada waktu untuk bersantai sebelum kembali ke rutinitas yang menyesakkan.” Harvey tersenyum tipis, kala Walikota Yazeran menghampirinya.
“Kehormatan untukku kau bisa berkunjung, Harvey.” Pria itu mengulurkan tangan yang tak mungkin tak disambut oleh Harvey. “Pihak SEO tak memberiku kabar. Apa ... aku melewatkan sesuatu?” tanya si pria pada asistennya yang tampak pias.
“Tidak.” Harvey masih menggunakan senyum tipisnya untuk membuat suasana terasa hangat. Pertanyaan yang diajukan Walikota barusan pasti bisa menjadi masalah besar, terutama untuk si asisten yang rona wajahnya kini berubah ungu. Agak takut dan tergesa ia buka catatannya siapa tahu ada yang terlewa. Harvey harus segera menyingkirkan rasa canggung ini. “Aku bersama Jacob, Tuan Zachary. Kebetulan, pemotretanku di Savannah Road baru saja selesai dan kurasa tak ada salahnya menemani kawan lama ada di sini, kan?”
Si walikota tampak menghela lega. “Aku takut melupakan satu undangan. Kau tahu,” Zachary sedikit mendekat pada harvey yang tersenyum penuh arti pada asisten walikota itu. “Justin paling benci jika aku melupakan sesuatu yang berkaitan dengan undangan.”
Harvey terkekeh. “Anda tenang saja. Itu tak akan terjadi.”
Lantas si walikota memberi perhatiannya pada pria yang ada di samping Harvey. “Suatu kehormatan bisa menyambut keluarga Desmond di acara ini. Dan kurasa ... akan ada Desmond lainnya?”
Wajah Jacob mendadak kaku tapi segera ditutup dengan senyum lebar, menerima uluran tangan si walikota serta terlibat pembicaraan yang penuh basa basi. Tapi tak jadi soal, karena basa basi dalam perjamuan adalah hal yang biasa. Serta meningkatkan hubungan dengan banyak orang yang memiliki kepentingan. Jacob tak mungkin pulang ke Centralia tanpa membawa hasil, apalagi proyek yang tengah ia kerjakan bersinggungan dengan Desmond yang lain.
Kali ini ia tak mau mengalah. Sudah cukup dan akan ia buktikan jika dirinya layak. Maka sebanyak mungkin koneksi serta kolega yang bisa ia dapatkan, dimulai dari caranya berbasa basi sebagai bentuk permulaan.
“Dan apa hubungan kalian jika aku boleh tahu?” tanya Zachary dengan kerlingan penuh arti. Pada sosok Harvey yang tampak tak terganggu, juga terkadang ikut dalam obrolan ringan. Yang dibahas berkisar pergerakan bisnis serta sangkut paut dengan politik. Tak heran jika harvey bisa mengimbangi pembicaraan tersebut. Model SEO dikenal memiliki wawasan luas. Contoh yang paling membuat si walikot tercengang adalah Ruby Maeve.
Kunjungannya ke museum beberapa bulan lalu, membuat ia terperangah.
“Kawan lama.”
“Kekasih hati.”
Jawaban mereka kompak yang membuat mereka saling bertemu pandang. Yang mana tingkah ini segera saja mengundang tawa dari Zachary.
“Kalian seharusnya memberi jawaban yang kompak,” Zachary pun menepuk bahu Jacob serta Harvey bersamaan. “Aku permisi dulu. Masih banyak tamu undangan yang harus kusapa. Kalian nikmatilah pestanya. Satu jam lagi akan ada pertunjukan di ruang utama. Bersenang-senanglah.”
Pria itu pun pergi, meninggalkan Harvey yang memutar bola mata sebal ke arah Jacob.
“Kenapa?” Jacob terkekeh. “Itu jawaban penuh kenyataan yang bisa kusuarakan, Harvey.”
Apa wanita itu peduli? Sama sekali tidak. ia lebih memilih untuk kembali meneruskan langkah, membiarkan beberapa orang menatapnya tanpa sungkan. Sesekali juga ia balas ramah sapaan yang datang. Meski nanti akan jadi pertanyaan terutama Justin, tapi setidaknya, Harvey berikan citra terbaik di tempat yang kebanyakan berisi orang-orang dari pemerintahan.
Serta pebisnis yang tak bisa dianggap remeh namanya.
Termasuk jacob ... sebenarnya. Tapi Harvey tak memedulikan pria itu. ia hanya butuh satu moment yang pas, dan sampai itu terjadi, mungkin berlaku sedikit ramah pada Jacob bisa masuk dalam pengecualiannya. Itu tujuan aslinya. Tapi sayang, otak Harvey seperti kembali pada mode pendendam jika berhubungan dengan Jacob. Tak mudah ia lupa bagaimana perlakuan mantan tunangannya dulu terhadapnya.
“Sabar, Harvey,” katanya dalam hati sembari menarik napas panjang, mengembuskan perlahan, dan mempersiapkan senyum terbaiknya. Jangan sampai tiket semudah ini dilewatkan begitu saja karena ia butuh tiket lainnya untuk terus maju.
“Aku masih belum lupa alasanmu saat kita bicara, Jacob.” Harvey sedikit melambatkan langkah. “Bisa kita duduk? Aku rasa perjamuan malam ini pasti terhidang minuman yang lezat.”
“Pecinta wine rupanya?” Jacob memberi kode agar Harvey menggamit tangannya. Setidaknya, gadis itu tak lagi berkata dengan nada yang ketus. Awal yang bagus untuk memulai dan memperbaiki, kan?
Melihat apa yang Jacob lakukan, Harvey tak mungkin menolak untuk ke sekian kalinya malam ini. Terpaksa, sungguh ... meski senyumnya ada. yang segera saja membuat dadaa Jacob terbusung bangga. “Kita duduk di sana. Sedikit berjauhan dari keramaian, kan? Kau menyukainya?”
“Tak buruk,” sahut Harvey singkat. Dibiarkan Jacob mengusap punggung tangannya serta seolah tak membiarkan Harvey kembali mengambil jarak. “Oiya, tadi Tuan Zachary bilang akan datang Desmond yang lain. apa itu benar?”
Dibiarkan Jacob menarik salah satu kursi, mempersilakan Harvey untuk duduk di sana dan menyamankan diri. juga meminta seorang pelayan untuk menyuguhkan hidangan sebelum pria itu duduk di seberangnya. Meja yang dipilih hanya cukup untuk dua orang. Sepertinya Jacob memang sengaja ingin berdua tanpa gangguan meski masih bisa melihat kerumuman acara.
Dan yang paling membuat Harvey senang, meja tempatnya kini berada, walau tersembunyi tapi bisa mengamati hingga arah pintu masuk. Pun band orkestra di sudut lain. Hampir semua tamu undangan bisa ia perhatikan dengan mudah. Jacob memang pandai mencari tempat yang dirasa menguntungkan. Karena Harvey yakin, Jacob juga memiliki kepentingan sendiri di perjamuan ini.
“Benar,” kata Jacob singkat. “Dan dia baru saja datang.”
Persis seperti apa yang Jody katakan mengenai seorang Bryan Desmond; pria dengan sejuta pesona.
Yang kedatangannya mendadak menjadi pencuri atensi. Hampir semua tamu undangan melihat ke arah pria yang baru saja memasuki area. Dan pria itu menyambut dengan senyum penuh kehangatan. Tak segan mengulurkan tangan, berjabat dengan keramahan. Serta sesekali menunduk penuh penghormatan.
“Cih!” Jacob berdecak kesal. “Selalu saja seperti itu. Paman yang sombong.”
Harvey tersenyum riang melihat bagaimana wajah Jacob di depannya. Tapi ia buru-buru mengalihkan ke hal lain agar tak terlalu kentara. Dirasa Jacob sudah mulai kembali santai, harvey melancarkan rencananya.
“Bisakah aku berkenalan dengan pamanmu?”