Sejak pertemuan siang itu dengan Mas Reno aku sedikit terusik akan kehadirannya. Mas Reno yang selalu bisa membuatku bungkam seribu bahasa. Jika aku boleh jujur, selama ini Mas Reno adalah satu-satunya lelaki yang berada di dalam tingkatan tertinggi hatiku. Jika tidak, mana mungkin aku mau menikah dengannya dulu. Kupejamkan mataku. Sangat disayangkan memang, karena Mas Reno lebih memilih menceraikanku dulu ketimbang mempertahankanku. Dengan alasan yang aku sendiri tak bisa berkutik hanya untuk sekedar membuatnya mau mempertahankan pernikahan dan cinta kami berdua. Ya, dalam hal ini aku tidak bisa menyalahkan Mas Reno. Aku saja jijik pada diriku sendiri karena ulah b******n Restu. Apalagi Mas Reno? Suami mana yang mau menerima istri ternoda sepertiku. Lagi-lagi rasa marahku pada Restu tak d