PART 2 - Teringat Tentangmu

1684 Words
Anna melihat steik di depannya dengan tatapan kosong. Menu sarapannya selalu sama selama delapan tahun ini - daging berwarna hitam dan segelas wine. Anna berniat melakukannya sampai umurnya tiga puluh tahun. Dulu ia tidak pernah bisa merasakan daging, sekarang Anna berniat memakannya setiap pagi. Meskipun perutnya memberontak, Anna akan memakannya untuk membalas masa kecilnya yang menyedihkan. Dohan - sopirnya, laki-laki berumur tiga puluh tahun - memasuki restoran dan membungkukkan badannya di depan Anna. "Sudah saatnya datang ke perilisan buku, Nona." "Sepuluh menit lagi, biarkan aku menghabiskan wineku." "Baiklah," ucap Dohan lalu meninggalkan majikannya. Selama ini Anna memiliki pendirian untuk menghabiskan makanan yang ada di piringnya dan minuman yang ada di gelasnya. Dia tidak ingin menyisakan sedikit pun yang ia beli dengan uangnya. Anna sudah pernah merasakan hidup miskin dan ia tahu betapa berharganya setiap makanan. Anna bersiap untuk keluar restoran ketika seorang anak kecil mendekatinya dengan malu-malu. "Kakak penulis buku Rembulan di Pagi Hari, bukan?" Anak itu begitu bahagia melihat Anna. Anak perempuan itu membawa sebuah buku di tangan kanannya dan menunjukkannya pada Anna. "Lihat! Aku sudah habis membacanya. Aku tidak suka membaca buku sekolah, tapi aku suka membaca cerita Kakak" Anna mengelus pucuk kepala anak itu dengan lembut. "Siapa namamu?" "Shopi, namaku Shopi Mahasnaja. Maukah Kakak menandatangani bukuku?" "Tentu saja, Shopi. Sebentar," Anna membuka tasnya dan mengambil pena. "Aku akan membuat tanda tangan yang besar di sini." Anak itu tampak puas dengan tanda tangan Anna, lalu pergi meninggalkannya. Anna mengambil payung hitam yang ia letakkan di luar restoran lalu berjalan cepat menuju mobil. Pura-pura tidak mendengar beberapa orang yang memanggil namanya. Orang-orang mulai mengetahui keberadaan penulis terkenal di restoran itu. Anna menutup payungnya, merasakan sinar matahari yang hangat menerpa kulitnya, lalu masuk ke dalam mobil. Perilisan buku terbarunya akan dilakukan di salah satu hotel. Sudah ada banyak orang dan wartawan yang ada di tempat itu. Anna segera naik ke panggung ketika melihat pembawa acara sudah membuka acara. Anna duduk di tengah panggung, sebisa mungkin tersenyum kepada semua orang. Senyum yang ia latih delapan tahun ini untuk menunjukkan kepribadian yang baik. Seorang perempuan sukses sepertinya harus memiliki senyum yang tampak tulus dan hangat. "Kali ini Anda tidak menulis buku anak, tapi sebuah n****+ romansa. Kenapa Anda memilih untuk menulis n****+ ini?" Anna mengawali jawabannya dengan senyum singkat, "Aku ingin melalui karyaku ini seseorang bisa berkembang menjadi dewasa. Aku ingin memiliki pembaca yang beragam dari berbagai usia. Aku ingin anak-anak yang menyukai bukuku akan terus bisa membacanya. Kalau anak-anak semakin dewasa, bacaannya tidak akan sama lagi. Aku tidak ingin ditinggal oleh para pembacaku yang sudah dewasa, karena itu aku membuat sebuah n****+ romansa yang manis itu. Agar semua orang bisa membacanya." "Saya pribadi sangat senang akhirnya Anda mulai menarik pembaca dewasa. Saya sangat menikmati tulisan Anda," kata pembawa acara itu dengan tertawa kecil. "Lalu, kisah Kinan dan Reza di n****+ ini, apakah ada yang berasal dari pengalaman pribadi Anda?" Anna menggeleng pelan, "Tidak. Aku tidak pernah menuliskan apa yang pernah aku alami." "Karena jika aku menuliskannya, cerita itu akan sangat gelap dan kalian pasti tidak ingin membacanya," batin Anna dalam hati. Anna melanjutkan jawabannya, "Aku rasa tidak ada hal menarik dalam hidupku yang bisa kutambahkan dalam cerita. Mungkin lain kali aku akan mempertimbangkannya." Semua orang bersorak, seperti tidak setuju dengan apa yang dikatakan Anna. Anna menjepit rambutnya ke belakang telinganya. Sesuatu yang selalu Anna lakukan ketika gusar. Kadang berada di depan orang banyak membuat Anna gugup. Jika terlalu lama berada di atas panggung, Anna akan mual, apalagi mendengar sorakan keras seperti sekarang. Seperti semua orang menatapnya dengan penuh kebencian dan penghakiman. Anna mengusap matanya beberapa kali, berusaha mewaraskan pikirannya. Ini bukan waktu yang tepat untuk merasakan kegetiran ini. "Sepertinya semua orang tidak setuju ketika mendengar hidup Anda yang tidak menarik. Semua orang tahu betapi romantisnya hubungan Anda dengan Leon Varagan." Anna mencoba bersikap senang, menghembuskan napas berkali-kali, "Benar. Tapi saya rasa ini acara perilisan buku, bukan acara gosip. Jadi sebaiknya jangan membicarakan hal pribadi saya sekarang. Saya akan menceritakannya di lain waktu." Pembawa acara menyadari kesalahannya dan meminta maaf. Mereka kembali berbincang-bincang tentang cerita n****+ terbaru Anna. Setelah kurang lebih satu jam, sesi wawancara selesai. Anna melirik jarum jamnya yang menunjukkan pukul sepuluh pagi. Anna duduk di kursinya, di depannya sudah berbaris ratusan orang yang mendambakan tanda tangannya. Anna harus mempertahankan senyum palsunya ini sekitar tiga jam lagi. Hari ini akan sangat melelahkan. Tapi Anna puas, setidaknya, tulisannya yang menurutnya tidak cukup memuaskan karena ditulis dengan terburu-buru itu menarik minat semua orang. Tentu saja yang dikatakannya saat wawancara tadi adalah kebohongan. Satu-satunya kenapa ia mau menulis n****+ romansa adalah karena editornya mengatakan pemasaran buku anak-anak sekarang sedang tidak baik. Jadi, untuk membuat namanya tetap berada di puncak, Anna harus melakukan sesuatu untuk itu. Menargetkan anak-anak memang tidak terlalu menguntungkan. Tiga jam telah berlalu, Anna memanggil Dohan untuk membawakan minumannya. Anna merasa bibirnya kering karena terlalu sering tersenyum. Dia harus berpura-pura tertarik dengan orang-orang yang membicarakan betapa mereka menyukai bukunya. Anna bahkan tidak peduli jika mereka tidak menyukainya, selama mereka membeli, maka itu baik-baik saja. Kadang Anna merasa Tuhan terlalu baik hati memberikan bakat menulis pada orang sepertinya. Apa yang Anna tulis selalu terlihat suci, baik, dan mengajarkan kepolosan, sama sekali berbeda dengan dirinya. Karena kisah anak-anak harus dikemas dengan segala hal-hal baik. Orang tua tidak akan membelikan anak mereka buku yang memiliki niat buruk seperti pikiran Anna setiap waktu. Jika dulu ia menulis untuk mengenal dirinya sendiri, kini menulis hanya salah satu cara untuk mengelabui orang lain akan dirinya. Mereka meninggalkan hotel itu pada pukul satu siang. Anna menyuruh Dohan mengantarkannya langsung ke apartemennya. Lalu laki-laki itu pergi kembali pada Leon - orang yang menggajinya. Semua yang ada di sekitar Anna sekarang bukanlah miliknya - sebut saja, mobil, apartemen, pakaian, tas, ponsel, bahkan Dohan - mereka tidak berasal dari uang Anna. Uang Anna masih tersimpan rapi di bank. Anna tidak perlu mengeluarkannya jika seseorang telah memenuhi semua kebutuhannya. Itulah kenapa Anna sanggup menjalin hubungan dengan Leon selama delapan tahun. Karena selain polos, mudah dibohongi, dan tampan, Leon juga tidak pelit. Laki-laki itu bahkan akan membelikan rumah untuk Anna jika ia memintanya sekarang. Selain itu, Leon adalah orang yang terjadwal dan sangat disiplin. Jika laki-laki itu sibuk, Leon hanya menghubunginya dua hari sekali - pukul dua siang dan sembilan malam. Seperti sekarang, tepat pukul dua siang ponselnya sudah bergetar. "Halo, Leon," kata Anna dengan nada gembira. "Hai, Sayang, kau sudah pulang dari perilisan buku?" tanya laki-laki itu dengan tertarik. "Aku baru saja sampai apartemen." "Apa aku mengganggu istirahatmu? Aku bisa menelepon kembali setelah membiarkanmu tidur beberapa jam," kata Leon dengan penuh perhatian. "Tidak perlu. Aku tidak lelah. Aku masih harus menyelesaikan naskahku, Rain benar-benar menerorku belakangan ini." Terdengar suara mesin kopi di seberang sana, "Apa aku perlu memperingatkan Rain agar tidak terlalu menekanmu? Aku bisa memberimu cuti beberapa minggu." "Tidak perlu, Leon. Aku tidak suka berdiam diri tanpa melakukan apapun." "Ya, kau memang seperti itu. Tidak ada yang tidak mengetahuinya." Leon terdengar sedang mengetik sesuatu dengan cepat. "Kau tidak lupa bahwa besok kita akan ke butik untuk mencari gaun untuk pertunangan kita, kan?" Anna benar-benar tidak mengingatnya, "Benarkah? Memang besok tanggal berapa?" "Astaga Anna, bagaimana bisa kau teledor sampai tidak mengingat besok tanggal berapa? Besok tanggal 31 Oktober, sebulan lagi sebelum pertunangan kita," jawab Leon dengan nada jengkel. "31 Oktober, tanggal yang tidak asing," pikir Anna. Anna merasa ada yang mengganjal pikirannya. Bukannya membalas perkataan Leon, pikiran Anna terbang jauh karena sebuah tanggal. Benar, besok tanggal 31 Oktober. Anna mengambil buku kecil di tas lusuhnya yang tersimpan di sudut lemari bagian bawah. Tersembunyi seakan tidak ingin siapapun menemukannya. Itu adalah satu-satunya barang yang Anna bawa delapan tahun dulu, saat menemui ibunya di rumah keluarga Varagan. Kertas coklat itu masih ada di saku depan tasnya. Masih ada bekas robekan yang seperti ditambal kembali. Di sana tertulis nama sebuah lapas, nomor sel, dan juga sebuah tanggal. Besok adalah hari dimana laki-laki itu keluar. Delapan tahun sudah berlalu. Anna menggenggam kertas itu dengan erat, memikirkan apa yang harus ia lakukan besok. "Anna, apa kau masih di sana?" Suara Leon secara ragu memasuki pikirannya, Anna mengangguk, tanpa sadar bahwa lawan bicaranya tidak akan melihat anggukannya sekarang. Anna masih mematung di depan tas lusuh itu. Satu-satunya barang di kamar mewahnya yang memperlihatkan dimana Anna berasal. "Anna?" Kali ini Leon berkata cukup keras. "Ya, aku masih mendengarmu," jawab Anna cepat. Terdengar suara hembusan napas lega di seberang, "Jadi, besok kita bisa datang ke butik Tante Sindy, bukan?" Anna sempat ragu sebelum berkata, "Leon bisakah kita datang ke butik lusa? Besok aku memiliki urusan acara penting bersama ibuku. Aku jarang melihat ibuku dan aku tidak mau melewatkannya." "Baiklah, aku akan memberitahu Tante Sindy untuk menunda pertemuan itu." Terdengar suara ketukan pintu samar di seberang sana. "Aku tutup dulu, Anna. Ayahku datang." "Baiklah. Jangan bekerja terlalu keras," kata Anna pura-pura peduli. Anna menutup ponselnya dan berbaring di ranjangnya. Ia harus menyelesaikan naskahnya yang baru tapi Anna tidak ada keinginan untuk menulis. Pikirannya melayang ke sebuah hal yang tiba-tiba memasuki pikirannya. Apa yang harus ia lakukan besok? Tidak pernah terlintas di pikiran Anna bahwa sudah delapan tahun berlalu. Waktu berjalan cukup lama untuk dirinya di dunia yang indah ini, apalagi dengan laki-laki itu. Dunia selalu seperti itu, saat kita berada di tempat yang menyakitkan, waktu akan terasa panjang, sebaliknya saat kita berada di tempat yang menyenangkan, waktu akan berjalan cepat. Dan Anna tak pernah merasakan waktu berjalan dengan cepat. Anna tidak akan menemui laki-laki itu. Dia tidak akan mampu. Delapan tahun ini ia selalu bisa memalingkan wajah darinya, saat ini pun Anna akan melakukannya. Anna bertekad akan terus menjadi perempuan jahat. Dia akan terus menjadi perempuan yang mementingkan dirinya sendiri. Karena jika bukan dirinya, tidak akan ada yang menyelamatkannya. Meskipun Anna setengah mati ingin melihat laki-laki itu dan memastikan dirinya baik-baik saja, Anna tetap tidak akan menemuinya. Anna tahu malam ini ia tidak akan bisa tidur. Setiap kali memikirkan laki-laki itu, Anna tidak pernah merasa tenang. Seperti ada yang menggelayuti perasaannya, entah perasaan rindu, penyesalan, atau ketakutan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD