13. Keonaran Imperial Kitchen

1611 Words
Pagi-pagi sekali Alice sudah berada di ruang kerja Tuan besar Kenzi. Alice terlihat berdiri dihadapan Tuan besar Kenzie yang sedang terlihat menyeruput secangkir kopi. “Bagaimana hari pertamu kemarin Alice, apa begitu menyulitkan?” tanya Tuan besar Kenzie sambil mrletakkan cangkir kopinya diatas meja. “Semuanya baik-baik saja Tuan. Tuan muda hanya bertemu Mr Furai dan tidak ada wanita yang menemuinya” jawab Alice. “Furai? p****************g itu. Apa kamu ikut bertemu dengan p****************g itu?” tanya Kenzie yang tiba-tiba khawatir kepada Alice ketika mendengar mereka bertemu Mr Furai. Karena Kenzie tahu, Mr Furai adalah p****************g, walaupun Alice hanya seorang pelayan, tetapi wajah Alice cantik dan tidak terlihat seperti seorang pelayan. Seketika Alice teringat Saburo dan Takeshi yang juga selalu khawatir kalau Alice pergi keluar Green Yakuza. “Kenapa Tuan besar Kenzie terlihat sangat peduli padaku, padahal aku hanya seorang pelayan? Aku jadi merindukan Ayah dan Paman Takeshi” batin Alice bermonolog. “Iya Tuan, saya mendampingi Tuan muda bertemu dengan Mr Furai” jawab Alice. Belum sempat Tuan besar Kenzie bertanya lagi, pintu ruang kerjanya tiba-tiba terbuka. Ceklek “Alice, siapkan sarapan untukku. Aku akan makan di ruang makan bersama Papa” ucap Arick yang baru saja masuk. “Baik Tuan muda” jawab Alice menunduk dan berlalu pergi. Tanpa Kenzie sadari, Kenzie masih saja memperhatikan Alice sampai bayangan Alice hilang dari balik pintu. “Kenapa Papa melihat Alice seperti itu?” tanya Arick yang memperhatikan Ayahnya. “Arick tolong jangan biarkan pelayan kita menjadi pemuas hawa nafsu di casino” ucap Kenzie tanpa menjawab pertanyaan Arick. “Papa peduli pada Alice?” selidik Arick lagi. “Kita selalu peduli kepada pelayan kita Arick” jawab Kenzie terlihat begitu tenang dan mengambil cangkir kopinya lalu menyeruputnya. Tetapi Arick tahu, Ayahnya terlihat berbeda tadi memandang Alice. Pandangan Kenzie kepada Alice, pandangan yang Arick tidak bisa artikan. Alice melangkah memasuki ruangan serba putih yang sangat besar dan penuh dengan para pelayan terlihat sedang sibuk, memotong, memasak, ya Alice masuk ke Imperial kitchen. Imperial Kitchen adalah dapur utama White Yakuza. Alice menarik nafas berat, harusnya dia masuk menjadi pelayan disini, agar bisa cepat menyelesaikan misinya. Kalau disini Alice dengan mudah menaruh racun dimakanan, dan Alice yakin aksinya tidak akan ketahuan, karena pelayan disini sangat banyak. “Hai Alice” ucap Yun menepuk bahu Alice. “Hai Yun” ucap Alice menoleh kearah Yun. “Mau menyiapkan sarapan untuk Tuan muda ya” ucap Yun dengan senyum khasnya. “Iya” ucap Alice menganggukkan kepalanya. “Tetapi buahnya belum datang. Tisia sepertinya masih memetik anggur dibelakang” ucap Yun menunjuk kebun yang berada di belakang Imperial Kitchen. “Oh. Kalau begitu bagaimana aku membantu pekerjaanmu sambil menunggu Tisia datang” tawar Alice dengan tersenyum. “Apa kamu tidak keberatan? Sepertinya tidak ya. Kalau begitu tolong bawakan penggorengan ini ke tempat cuci piring ya” ucap Yun dengan tertawa. “Siap Bos” ucap Alice mengambil penggorengan besar di tangan Yun. Alice pun melangkah menuju tempat pencucian piring yang berada di belakang. Alice memberikan penggorengan itu kepada pelayang wanita yang bertugas mencuci piring. Lalu Aice melangah kembali, belum sampai lima langkah Alice terhenti. “Hem, rupanya ada pelayan rendahan berada disini” sindir seorang wanita. “Kalian tahu, dia pasti menggunakan wajah polosnya untuk bisa masuk kesini. Dan pasti dia pandai merayu makanya dia bisa langsung masuk ke Paviliun putih” sindir wanita itu lagi. Alice menarik nafas panjang dan membuangnya dia tahu itu adalah suara Tisia. Memang semenjak dia jadi pelayan di Paviliun putih Tisia sangat iri padanya, Tisia selalu saja menyindirnya dan menatapnya sinis. Alice sudah terbisa mendengarkan sindiran Tisia. Lebih baik dia menghiraukan sindiran itu seperti biasa. Tisia hanyalah butiran debu yang tidak perlu dia pikirkan. Saat Alice kembali melanjutkan langkahnya Tisia kembali menggangunya, kali ini bukan sindiran. “Akh” ringis Alice pelan yang kepalanya tiba-tiba terguyur air kotor. Alice membalikkan tubuhnya, Tisia dan tiga orang temannya tanpa dosa melangkah melewati Alice sambil tersenyum menyindir. “Sepertinya aku harus memberi pelajaran sedikit kepada Tisia” ucap Alice pelan dengan emosinya. Alice langsung memegang pundak belakang Tisia dan dengan gerakan cepat dia memebalikan tubuh Tisia agar menghadapnya. Sekeranjang anggur yang berada di tangan Tisia langsung melayang ketubuh Alice. “Ups, Maaf. Kau mengagetkanku Alice” ucap Tisia tanpa dosa. Alice tahu Tisia sengaja melempar keranjang itu kepdanya, hingga baju putihnya kini berubah menjadi ungu karena noda anggur. “Kau memang pantas menerima itu” bisik Tisia kepada Alice. Alice yang sudah tidak tahan dengan tingkah Tisia pun langsung mengahrahkan tangannya kearah d**a Tisia. Tisia yang tahu akan diserenga dengan cepat pun menangkis tangan Alice. Alice dan Tisia pun saling menyerang. Seluruh pelayan di Imperial Kitchen yang mendengar kegaduhan langsung menuju kebelakang, mereka semua melihat Tisia dan Alice berkelahi dan saling memukul. Tisia terlihat beberapa kali menggunakan pengendali airnya untuk mengarhkan air dari tempat cucian piring untuk menyiram Alice. Alice yang memang bukan suku air dia tidak bisa menggunakan kekuatan itu. Alice bisa saja mengeluarkan api dan membakar Tisia, tetapi tidak mungkin. Jadi Alice hanya bisa menyerang dengan tangan kosongnya. Walau tanpa pengendali gerakan kungfu Alice bisa dibilang lebih tinggi dari Tisia. Terbukti Tisia berkali-kali terkena pukulan tangan Alice, dan kini Alice berhasil mendorong Tisia dengan tangannya. “Auuw” ringis Tisia memegang dadanya. Tisia pun mengambil bamboo panjang yang berada di pojok tempat cucian piring. Lalu dia gerakkan untuk menyerang Alice. Alice tersenyum kecut, dengan kedua tangannya dia menahan bamboo yang sudah di depannya, lalu Alice menggerakkan tanggannya memutar hingga bambu itu ikut memutar. Dengan sekali hentakkkan Alice membuat Tisia terlempar. “Auuuuuuuw” teriak Tisia yang melayang karena lemparan Alice. Hap “Tu..Tuan Muda” ucap Tisia terkejut sekaligus merasa bahagia karena dirinya ditangkap oleh Arick. Buuk Arick yang tiba-tiba datang membuat semua pelayan terkejut dan langsung kembali ketempat mereka. Mereka semua takut terkena imbas dari perkelahian antara Alice dan Tisia. Tidak hanya para pelayan yang terkejut, Alice pun ikut terkejut melihat Arick sudah berada dihadapannya. “Te..Terima kasih Tuan muda” ucap Tisia gugup dan senang denga terus menatap wajah Arick. Bruuk “Auuw” ringis Tisia karena dia terjatuh saat Arick melepaskan gendongannya. “Selesaikan pekerjaanmu” ucap Arick dingin kepada Tisia tetapi pandangannya terus menatap Alice yang terlihat basah kuyup dan sangat kotor karena siraman air dari Tisia. “Baik Tuan Muda” ucap Tisia berdiri dan sekilas melirik Alice sambil memberikan senyum kemenangan. Ya, Tisia merasa menang karena dia ditolong oleh Arick, apalagi Arick menangkap dan menggendongnya agar tidak terjatuh. “Segera bersihkan dirimu dan temui aku 30 menit lagi di Paviliun” ucap Arick dengan menatap tajam kepada Alice. “Baik Tuan muda” ucap Alice menunduk, lalu melangkah pergi untuk membersihkan dirinya. Di dalam gudang yang kini disulap Alice menjadi kamar kecilnya Alice terkejut melihat lima box bewarna hitam dan lima paper bag bewarna putih. “Apa ini?” tanya Alice pada dirinya sendiri. Alice pun mendekat untuk melihat isi dari box dan paper bag itu. Baru saja Alice menyentuh Box suara ketukan pintu mengagetkannya. Tok Tok Tok “Alice” terdengar suara Yuqi dari balik pintu. Ceklek “Ada apa?” tanya Alice membuka pintu. “Tuan muda sudah menunggumu” ucap Yuqi. Alice melihat jam dikamarnya. Ini baru dua puluh lima menit. “Masih ada waktu lima menit lagi” ucap Alice. “Baiklah, aku hanya mengingatkanmu” ucap Yuqi dan berbalik. “Yuqi” panggil Alice. “Ya” ucap Yuqi menghentikan langkahnya dan berbalik menghaap Alice. “Apa kamu tahu, itu punya siapa?” tanya Alice menunjukk bax dan paper bag di dalam kamarnya. “Oh itu. Yang Box dari Tuan muda, dan yang paper bag dari Tuan besar” jelas Yuqi sambil tersenyum. “Untukku?” tanya Alice tidak percaya. “Iya” “Baiklah, terima kasih” ucap Alice tersenyum. Alice pun kembali melihat isi box dan paper bag itu setelah Yuqi pergi. Ternyata semua itu berisi pakaian baru untuk Alice. Dan satu paper bag berisi handphone. Di dalam paper bag berisi handpone ada kertas kecil disana. Alice mengambil kertas kecil itu dan membacanya. Alice, tolong langsung kabari saya setiap wanita yang bertemu dengan Tuan muda. Saya ingin kamu foto juga setiap wanita yang menemuinya. Terima Kasih Tuan Besar “Huft” Alice memutar malas kedua bola matanya membaca pesan dari Tuan besar. Alice melihat jam di dinding dan membelalakan matanya, waktunya tinggal dua menit lagi. Alice pun meletakkan kertas yang berisi pesan tadi secara asal dan langsung berlari keluar tanpa. Kalau Alice hanya berlari biasa dia bisa telat sampai di ruangan Arick. Alice pun terpaksa melesat dengan kekuatannya. Slast Alice berlari begitu cepat secepat angina yang berhembus pagi hari ini. Dalam sekejap Alice sudah sampai di depan pintu kamar Arick. Tanpa Alice sadari Yuqi yang berada di sana terkejut sampai dirinya mundur beberapa langkah kebelakang. “Wow, Alice” ucap Yuqi yang terkejut. “Yu..Yuqi” ucap Alice yang juga terkejut. Alice mengira tidak aka nada yang melihatnya. “Sebaiknya kamu segera masuk” ucap Yuqi mempersilahkan Alice masuk. Alice menganggukkan kepalanya. Alice menarik nafas panjang, lalu dia memejamkan matanya sejenak sebelum Alice membuka pintu ruangan Arick. “Jun, aku yakin aku bisa” ucap Alice dalam hatinya untuk menyemangati dirinya. Alice membuka matanya bersamaan dengan tangan yang memegang handle pintu. Alice pun memberanikan dirinya membuka pintu ruangan Arick, walau dalam hatinya dia tahu, dia pasti akan mendapat masalah karena kejadian di Imperial Kitchen tadi. Ceklek Alice sudah membuka pintu dan disana sudah ada Arick yang berdiri di sekitar 5 meter dari pintu. Arick berdiri dengan bersedakap dan tatapannya tertuju kepada Alice yang berada 5 meter dihadapannya. Alice menelan salivanya melihat Arick. “Kamu bisa Alice” ucap Alice pelan dan menunduk.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD