ENAM

3048 Words
"Agatha... Aku menyesal telah menyakiti hatimu dulu, dear. Kembalilah padaku dan tinggalkan lelaki b******k yang tak bisa menjaga mu dengan baik seperti ku dulu." =========================== Agatha Stewart membeku ketika Raymon Walcott memaparkan seluruh isi hatinya di depan dia, Pedro dan juga Selena Davinci. Dari mimik wajah seorang Raymon, Gadis yang tak lagi memiliki kegadisannya itu dapat melihat jelas sebuah kejujuran. Selama tiga tahun menjalin kasih, Agatha sudah sangat paham ketika lelaki itu berbohong atau tidak. Dan saat ini, tergambar jelas sebuah kebenaran tanpa sebuah kebohongan di sana. Seperti saat mereka akan berpisah atas dasar ketidak wajaran Raymon dalam berfantasi seksual yang ia katakan sebagai alasan kandasnya hubungan mereka. Agatha menemukan sebuah kejujuran jika Raymon benar-benar adalah seorang Gay dan ia teramat sangat kecewa dengan fakta itu. Fakta tentang sebuah kebenaran yang terungkap di kala semua keadaan dalam hidupnya hancur berantakan. Keadaan saat kepergian sang Ayah yang di ikuti perusahaan anggur milik keluarga besar Stewart yang diperebutkan, hingga keadaan saat urusan asmaranya yang juga kandas begitu saja. Meskipun Agatha menghargai kejujuran Raymon, tapi tetap saja melepaskan itu sakit dan hari ini sekali lagi ia harus mendapati sebuah kejujuran yang sangat menohok hatinya. "Kembali pada Raymon? Dia tidak menyentuh ku? Jangan bersama Pedro? Dia seorang player? Kami baru bertemu? Kami sudah berhubungan intim? Dia tidak menjaga ku?" Seluruh pertanyaan yang berasal dari kata-kata Raymon tadi terus muncul bagaikan gulungan roll film kusut dalam benak dan batin Agatha. Agatha kemudian bangkit berdiri dan dengan selimut hangat yang masih berada di tubuhnya, ia mulai membalikkan badan lalu melangkah menuju toilet tempat semalam ia mengganti pakaian pestanya. Isak tangis berurai turun begitu saja tanpa bisa ia duga dari kedua pelupuk mata cantik Agatha saat dirinya memakai kembali gaun merah darah yang semalam berada dalam toilet itu. Ia pun tak sengaja melihat pantulan seluruh dirinya. Maka makin histerislah perempuan itu di depan kaca besar tersebut. "Dad, Maafkan Atha? Atha tak bisa menjadi anak yang Daddy banggakan. Nyatanya kini Atha bahkan sudah terlihat seperti seorang jalang yang liar dengan memberikan tubuh ini pada seorang lelaki yang bukan suami Atha." Agatha kemudian kembali menitikkan air matanya disana. Ia mengeluarkan ponsel dari cluch yang di pakainya semalam lalu dengan cepat ia menelpon Marlyn, sahabatnya. Ia berharap perempuan berbadan dua itu sudah tak lagi marah padanya dan akan menolong dia untuk pergi dari Mansion keluarga Davinci. Harapan Agatha kesampaian, ternyata Marlyn Lewis sudah tak marah lagi. Terbukti saat ia menelpon tadi tak sampai nada tunggu ketiga, sahabatnya itu sudah menjawab panggilan telepon tersebut. "Egh....Hallo... Atha!!! Kau dimana? Kenapa kau menelpon ku pagi-pagi begini?" "Hallo... Lyn, ka..kau dimana sekarang? Apakah Steve baik-baik saja. Tolong aku, Lyn. Tolong...!!!" Marlyn menjawab dengan suara khas bangun tidurnya. Tapi ia terkejut saat mendengar isak tangis Agatha di ujung telepon. "Atha, diam dulu. Sekarang kau dimana? Steve sudah sadar dan aku baru saja pulang sekitar dua jam lalu untuk mengganti pakaian dan juga menyiapkan apa saja yang bisa ku bawa untuk Steve di rumah sakit. Tapi aku ketiduran jadi sekarang katakan padaku, apa yang bisa aku bantu untuk mu, dear?" Marlyn berucap panjang lebar sembari bertanya. Terdengar sekali sebuah kekhawatiran tercetak dari intonasi suara Marlyn yang sedikit menaik. "Ak...aku di Mansion Pedro Davinci, Lyn. Aku ingin pulang. Kau bisakan menjemput ku disini? Aku akan menceritakan semuanya pada mu apa yang terjadi semalam dengan ku, Lyn." Agatha berkata dengan derai air mata yang terus turun tak henti membasahi pipi cantiknya. Sementara Marlyn yang mendengar jika Agatha kini tengah berada di Mansion seorang Mafia perjudian seperti Pedro Davinci hingga bermalam itu pun sudah mengerti dengan kejadian apa yang membuat perempuan bersurai kuning keemasan itu menangis. "Kau tunggu di situ dan jangan berbuat macam-macam hingga ia menyakiti mu lagi, okey? Aku akan menjemput mu sekarang juga. Klik..." Marlyn berkata dengan cepat lalu kemudian mematikan sambungan telepon dari Agatha tadi. Ia kemudian bergegas mengambil mantel hangat panjang yang menutupi tubuhnya hingga ke lutut kaki dan dengan tergesa-gesa pula menghidupkan mesin lamborgini merah muda miliknya serta dengan secepat kilat meluncur di padatnya jalanan kota London yang terkenal sibuk di pagi hari. Semenatara Agatha yang sudah kembali mengenakan gaun merah darahnya itu, hanya bisa pasrah merosot turun dari tembok bagian atas ke bawah dan terduduk di lantai toilet Mansion keluarga Davinci yang dingin. Air matanya lagi-lagi mengalir membayangkan kejadian semalam. Sejujurnya ia sangat menginginkan hal itu. Di usianya yang sudah cukup dewasa ia bahkan belum pernah mendapat french kiss dari lelaki mana pun termasuk Raymon Walcott, orang yang hampir saja memperkosanya tadi. Terlebih lagi semalam hingga menjelang pagi, ia melakukan semua kegiatan itu dengan memakai perasaannya. Ia benar-benar tak bisa mengontrol hasrat seksual yang kian membakar dalam diri mana kala Pedro terus menyentuh setiap inci bagian tubuhnya. Agatha juga sangat terhanyut dengan semua janji indah Pedro Davinci yang akan menikahinya. Namun saat tadi Raymon berkata sebuah kenyataan bahwa mereka baru bertemu dan sudah berani berbuat sejauh itu, maka beginilah keadaan diri Agatha sekarang. Rapuh dan benar-benar merasa berdosa dengan Daddy dan Mommy-nya yang sejak dulu selalu berpesan untuk bisa menjaga diri dan menjadi contoh yang baik untuk ketiga Adik-Adiknya. "Maafkan aku, Mom? Aku sudah mencoreng arang di wajah kalian berdua. Apa yang harus aku katakan pada anak Mommy yang lain jika sampai benih yang semalam aku terima ini benar-benar berkembang menjadi sebuah Embrio dan terus berproses hingga menjadi Zigot lalu Janin? Bagaimana jika suatu hari nanti mereka mencontohi aku yang sudah seperti jalang karena mengandung di luar nikah?" Agatha kembali bergumam dengan suara serak yang hampir tak terdengar, hal itu karena pengaruh dari tangisan berkepanjangan nya tadi. Namun tak lama kemudian ia di dikagetkan dengan sebuah benda yang ada dalam genggaman tangannya saat itu. "Drrrtttt... Drrrtttt... Drrrtttt..." Tenyata itu adalah suara getaran ponsel pintar Agatha. Ia menatap layar lima inci itu dan terlihat dengan jelas ID Called si pemanggil yang tak lain adalah Marlyn Lewis, sahabatnya. "Ha...hallo... Lyn. Kau di mana? Aku ada di depan pagar Mansion si b******k itu, dear. Cepatlah keluar dari sana. Aku tak sudi melihat wajah player-nya untuk saat ini karena kondisi ku sedang berbadan dua. Ku rasa kau tau kan apa yang akan ku lakukan jika sampai aku harus bertemu muka lagi dengannya?" Marlyn menyuruh Agatha untuk segera keluar dari Mansion itu secepat mungkin. Ia bahkan memanggil Pedro dengan sebutan player. Hingga Agatha kembali berpikir di antara tumpuan tangan yang hendak berdiri dari posisi duduknya. Ia kemudian melangkah dengan sedikit tertatih menuju pintu toilet dan membuka pintu itu. Namun sungguh ia tak menyangka jika ternyata kini di depan pintu itu tengah berdiri sosok seorang Pedro Davinci yang memasang tampang dingin dengan kilatan mata menusuk pada Agatha. Seolah saat itu Agatha adalah seekor kelinci dan Pedro menjadi sang Raja rimba yang sedang dalam kondisi kelaparan. Lalu hanya dalam hitungan tak sampai lima detik, lelaki itu sudah mendorong Agatha masuk kembali ke dalam toilet. "Kau mau kemana, Atha? Kau mencoba lari dari ku setelah kau berhasil membuat aku menggilai mu? Apa perlu aku perkenalkan siapa diriku ini padamu? Bukankah sudah ku katakan jika aku akan bertanggung jawab dengan dirimu sepenuh kan? Lalu mengapa suara tangisan mu terdengar hingga keluar toilet? Apa karena Raymon Walcott datang dan meminta mu kembali ke sisinya, hemmm? Oh, jadi kau masih terlalu amat sangat mencintai lelaki Gay itu dan berharap suatu saat ia akan berubah? Atau jangan-jangan kau sengaja ingin membalaskan rasa sakit hatimu dengan Raymon sehingga kau berusaha membuat aku sampai jat..." "Cup" Pedro meradang dan kemudian mengeluarkan semua isi hatinya pada Agatha. Sedangkan Agatha yang takjub mendengar jika lelaki itu sangat menggilai dirinya dan juga akan mempertanggung jawabkan semua apa yang terjadi pada mereka semalam pun memberanikan diri mengecup bibir pedas Pedro dengan sekali kecupan. Maka berhentilah sudah semua ocehan sadis Pedro pada Agatha saat itu juga. Ia diam dan tak bisa berkata apapun juga kala Agatha memandang dengan sorotan lembut yang memancar dari kedua netra biru laut nan cantik ke arahnya. Maka, sedikit demi sedikit tubuh mereka kembali merapat dan jarak yang sedari tadi tercipta itu pun seketika hilang terganti dengan sebuah pelukan mesra di antara keduanya. Lalu dalam hitungan yang kurang dari tiga detik saja, bibir kenyal kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu sudah saling menempel, berpagutan mesra, melilitkan lidah masing-masing hingga bertukar saliva yang juga di ikuti oleh sentuhan tangan mereka berdua ke tubuh pasangannya satu sama lain. Di sela-sela kemesraan mereka, Pedro mengentikan aktivitas panas itu dan memandang wajah cantik Agatha yang tepat berada di depan dirinya "Schatzi, you're mine!!! Just mine, honey. Are you understand for it?" tanya Pedro lirih. "Yes, honey. I'm yours now." jawab Agatha. Setelah mendengar kata yang benar-benar menunjuk jika Pedro benar-benar memiliki perasaan yang sama dengan nya, maka barulah Agatha berani untuk membalas semua belaian lembut dari sang Mafia itu. Mereka kembali saling b******u dalam toilet khusus tamu itu dengan sangat panas. Pedro Davinci memutar kran air panas dingin untuk mengisi bath up yang berukuran sedang namun cukup jika dimasuki oleh tubuh sempurna kedua anak cucu adam tersebut. Puas membangkitkan gairah dalam tubuh Agatha, Pedro kembali beraksi dengan menciumi sepanjang leher jenjang gadis bersurai kuning keemasan itu. Karena semalam Pedro tidak sempat memberi bekas merah sebagai tanda kepemilikannya atas diri Agatha karna sudah sangat berdebar dengan fantasi seksualnya yang kembali normal, maka saat ini lelaki itu akan melakukan hal itu. "Eeggghhh... Pedroooo... Achhh..." "Yes, Schatzi!!! Say my name like that." Agatha mengerang dan menyebut nama sang pujaan hati tanpa bisa ia kendalikan. Sementara Pedro, ia begitu bahagia dengan ucapan Agatha. Ia bahagia karena ternyata di antara kenikmatannya, gadis kecilnya masih bisa menyebut dan memanggil namanya. Dengan begitu, ia sangat sadar jika dalam hati, Agatha juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Dan Pedro berpikir jika dirinya bisa cepat menikahi gadisnya, maka pekerjaan sebagai si pemberi pelukan hangat pada lelaki lain yang ia sebut Client itu pasti tidak akan pernah Agatha lakukan lagi. Karena sebagai salah satu keluarga terpandang di Kota London, tidak mungkin kan ia membiarkan sang Isteri memiliki pekerjaan konyol itu lagi? Secara semua hartanya sudah sangat cukup bahkan berlebihan untuk mereka nikmati bukan? Maka untuk apa lagi jika Agatha harus bekerja? "Pedddrooo... Apa yang kau lamunkan... Ayooo...!!!" "Egh... Ayo? Hemmm... Kau sudah mulai nakal sekarang, Schatzi? Baiklah aku akan memberikan pelajaran kedua untuk mu saat ini." Pedro berkata sembari menutup aliran air panas dingin yang keluar dari kran air tersebut karena bath up berukuran sedang itu sudah hampir terisi penuh. Pedro mencampurkan Lavender foaming bath ke dalam genangan air itu dan sedikit merunduk untuk membuat busa. Kemudian ia melepaskan sisa pakaian yang melekat di tubuh atletisnya, apalagi kalo buka boxer hitam itu dan juga bra serta G-string yang Agatha kenakan. Saat Agatha sudah benar-benar polos, lelaki itu tak lupa menarik karet pengikat yang berada di rambut kuning keemasan wanita cantiknya. Maka kini Agatha sudah benar-benar terlihat seperti seorang Dewi Athena dalam keadaan tanpa busana seperti itu. Bahkan pemandangan itu semakin membuat kabut gairah dalam diri Pedro terlihat nyata di sepasang mata hazelnut-nya. Kemudian Pedro pun makin merapatkan tubuh mereka dengan cara menarik pinggul sempurna Agatha. "I want you, Schatzi." ucap Pedro sembari menatap manik biru laut yang indah milik calon Isterinya itu. Agatha pun dengan sedikit kikuk memberanikan diri menatap manik mata Pedro yang berwarna hazel itu sembari membalas ucapannya tadi dengan suara sedikit serak karena sebelumnya ia sempat menangis tadi. "Same as me, honey!!! I really want you." Pedro yang mendengar kata-kata Agatha itu pun kemudian dengan cepat kembali melumat bibir manis Agatha. Agatha sedikit kaget dengan tingkah spontan Pedro, namun lamat-lamat ia mulai bisa mengimbangi ciuman itu dengan ikut membalas dan melilitkan lidahnya di sana. Perubahan dalam tubuh mereka sudah terpampang nyata disana, karena benda tumpul milik Pedro telah berdiri tegak sempurna diantara paha Agatha yang ada dalam dekapan sang lelaki. "Aaachhhh... Schaatttzzziii..." Pedro meracau nikmat di sela ciuman panas mereka. Lalu karena sudah tak sanggup lagi menolak godaan keseksian tubuh Agatha, maka Pedro pun mengangkat perempuan itu untuk masuk bersamanya ke dalam bath up. Pedro kemudian mendudukan Agatha tepat di atas pangkuannya lalu membiarkan kemaluan mereka berdua saling bersentuhan dan bergesekan. Agatha yang mulai belajar secara otodidak tentang nikmatnya bercinta itu pun dengan nakal semakin bergerak hingga gesekan antara kedua kemaluan itu kian terasa. "Oooouuuggghhhhhhh..." Agatha melengkuh ditengah goyangan pinggulnya. Sedang Pedro sudah merasa hampir pecah karena ternyata goyangan maut perempuan itu mampu membuat dia belingsatan setengah mati. Lalu dengan sedikit mengangkat tubuh Agatha, Pedro menuntun senjata rudalnya untuk masuk ke dalam lembah becek nan berair itu. "Bleshhh... Ooouugghhhhh..." Mereka berdua sedikit bersuara mana kala bagian intim dari Agatha yang sempit itu ditembus paksa oleh kelaki-lakian Pedro. "Apakah ini masih teramat sakit, Schatzi? Atau kau ingin kita tak melalukannya?" Pedro bertanya saat ia melihat wanitanya meringis dan memasang wajah tak baik. "No, honey. Sebentar lagi rasa sakitnya juga akan hilang." Agatha berkata dengan wajah yang bersemu merah. Ia tak ingin Pedro mengakhiri permainan panas yang bahkan baru saja akan mereka mulai itu. Sedangkan sang Arjuna yang melihat Srikandinya juga sudah berkabut gairah seperti dia, kembali melumat bibir yang sejak semalam sudah mulai menjadi candu dalam dirinya. "Emmmm... Aaachhhh..." Erangan lirih sekali lagi lolos dari sela-sela kegiatan pagutan panas mereka. Pelan tapi pasti Pedro kemudian mulai menggerakkan pinggulnya di bawah sana hingga membuat ereksi tegak lurus sempurna miliknya terasa seperti sebuah sendok besi yang sedang mengaduk dan melarutkan gula dalam sebuah cangkir berisi air teh panas manis. Dan hal itu sukses membuat Agatha mengerang kembali dalam ciuman panas mereka hanya saja Pedro tak memberi akses lebih untuk wanitanya agar bisa bebas mengeluarkan desahan tersebut. Lelaki dengan Klan Davinci itu malah semakin memperdalam cumbuannya ditambah kian pula asyik masyuk melilitkan lidah ke dalam mulut Agatha. Agatha yang merasakan tubuh sempurna miliknya semakin terbakar oleh gejolak yang baru saja ia dapatkan semalam itu pun ikut menggoyangkan pinggul dengan gerakan memutar dari kiri ke kanan seperti yang Pedro Davinci lakukan. Tak puas hanya dengan bergoyang ala Inul Daratista begitu, Pedro pun sibuk menjalarkan tangannya di gundukan p******a Agatha yang sedari tadi sudah naik turun mengesek d**a bidang berbulu tersebut. Dan kali ini sebuah lengkuhan nikmat terurai keluar dari bibir manis Pedro Davinci karena ulah Agatha. "Oooouuuggghhhhhhh... Geeeliii... Schaatttzzziii...!!!" Lelaki yang sudah sering bercinta dengan perempuan sebelum ia berkelakuan aneh dengan bercinta bersama sesama jenisnya itu benar-benar tak pernah merasakan sensasi senikmat sekarang ini. Dia merasakan geli yang luar biasa di batang k*********a saat Agatha mengubah goyangan memutar tadi menjadi naik turun layaknya montir memompa ban kempes secara manual. Tubuh Pedro benar-benar sangat tegang kala itu. Hingga dari sebuah lengkuhan tadi, kini ia sudah meracau berbagai kata-kata vulgar yang sukses membuat Agatha semakin bersemangat menaik turunkan pinggulnya. "Yessss... Schaatttzzziii... Uuuuggghhhh... Your p***y is a very hotsss... Ooouuugghhh..." Pedro Davinci saat bahkan meremas p******a Agatha dengan sedikit kasar dan dengan kasar mengisap puncaknya. Terang saja Agatha sedikit terkejut dan juga nikmat dalam waktu bersamaan. "Uuuuggghhhh... Pe..laan... Pe...lannn... Hooonneeyyy..." "I can't, Schatzi... I can't slowly my shaking!!!" Pedro berkata sembari sibuk kembali mencari bibir Agatha. Mereka terus menggoyangkan tubuh mereka naik turun dan memutar dengan saling memeluk dan memberikan kehangatan di antara hangatnya air dalam bath up yang sudah terisi foaming foam dengan aroma kesukaan Agatha, Lavender Rose. Pedro tau jika sang perempuan yang sedang bercinta dengannya sekarang itu sangat menyukai aroma tersebut karena saat pertama kali memeluknya semalam, wangi yang keluar dari surai kuning keemasan Agatha adalah aroma Lavender Rose. Sehingga kini, Agatha benar-benar seperti sedang bercinta di antara hamparan kebun Lavender Rose. Setelah sekian menit berusaha mencapai pelepasannya, maka kini tubuh Agatha terasa sudah sangat amat menegang. Vaginanya terasa berkedut-kedur dengan sedikit sensasi geli dan gatal dalam waktu bersamaan. Perempuan itu merasa dunia yang luas ini seperti sedang mempersempit ruang geraknya. Belum lagi degup jantungnya. Organ tubuh terpenting itu bahkan sudah benar-benar seperti sebuah treadmill yang di pakai seseorang dengan kecepatan maksimal saja rasanya. Hingga akhirnya sekali lagi kejadian nikmat akibat reaksi alamiah yang beberapa jam lalu juga ia rasakan itu terjadi lagi kini. "Ooouuuggghhhhhh... Honey!!! I wanna c*m, baibehhhh... Uuuuchhh..." Agatha ternyata akan mendapatkan pelepasannya dan Pedro yang mengetahui hal tersebut pun dengan tersenyum setan makin meracau berbagai vulgar di sana. "Yes, Schatziiii...!!! Wanna f*****g you again!!!" Tak lama kemudian erangan panjang yang terdengar begitu mengairahkan keluar dari lagi dari bibir manis seorang Agatha Stewart. "Oooouuuggghhhhhhh..." Tubuh Agatha yang sexy itu bahkan melengkung ke belakang saat ia mencapai puncak libido seksualitasnya. Melihat Agatha dengab posisi yang begitu menggairahkan, Pedro pun mengisap p****g p******a Wanita itu dengan sangat gemas. Dia membiarkan Agatha mengatur ulang nafasnya yang tersengal-sengal itu sebentar sebelum ia kembali bergerak di sana. "Schatzi... Kau benar-benar nikmat, Sayang. Jangan berharap aku akan membiarkannya lelaki mana pun berdekatan dengan mu lagi setelah percintaan kita yang panas sejak semalam. Karena bisa jadi saat kau memberikan pelukan hangatmu sebagai alasan pekerjaan, tubuh indah mu ini yang meminta lebih dari sekedar memeluk saja dari pria-pria client mu itu. Aku tak akan membiarkan mu menjadi seorang wanita bebas seperti Rihanna yang ujung-ujungnya pergi mengkhianati ku setelah kau berhasil membuatku gila seperti ini. Kau milik ku dan kita akan saling memiliki satu sama lain hingga mata ini terpejam, Schatzi!!!! Eeeuuuummmm..." Pedro Davinci berkata dalam hatinya seraya masih asyik mengulum dan menggigit gemas p******a Agatha secara bergantian. Tak berapa lama kemudian, gairah keduanya kembali naik ke permukaan. Maka aktivitas panas dalam toilet itu kembali terjadi dengan berbagai macam gaya yang sangat ingin di ajarkan Pedro pada calon Isterinya. Tapi satu hal yang tidak Agatha dan Pedro sadari, Marlyn yang tadi menunggu perempuan itu di depan pintu pagar Mansion keluarga Davinci ternyata sudah masuk dan mencari keberadaan sahabatnya. Dia yang super kaget dengan ocehan Selena Davinci yang mengatakan jika Agatha sedang asyik bercinta dalam toilet bersama Pedro pun meradang seketika sembari membalas omongan si Tuan Mansion itu dengan ketidakpercayaannya. Dan sebagai bukti maka disinilah sekarang kedua wanita berbeda usia itu berada. Di depan pintu toilet dengan telinga yang sudah menempel sempurna. "Tuh, benarkan kata Tante? Mereka sedang bercinta di dalam sana? Jadi kau sebaiknya pulang saja menemui Steve dan menjaganya. Tante takut saja jika nanti hormon testosteron yang meningkat saat masa kehamilan akan membuat mu ingin melakukan hal itu juga." ucap Selena sembari terkekeh geli. Sedangkan Marlyn, ia kemudian hanya bisa berbalik dan melengos pergi dengan hati yang begitu dongkol. "Anak dan Ibu ternyata sama saja, sama-sama menyebalkan. Bagaimana bisa dia mendukung Anaknya memerawani gadis polos seperti Agatha? Yah, walaupun itu demi kesembuhan Pedro tapi tetap saja terlihat seperti penjahat kelamin. Apa setelah ini ia benar-benar akan berubah dan menikahi Agatha? Oh my Godness, this is once again stupid moment in my live!!!" gerutu Marlyn dalam hati. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD