Agatha...
Apakah aku jatuh cinta pada pandang pertama padamu, cantik?
Aku seperti tak ingin melepaskan pelukan ini.
==========================
Malam itu cahaya bulan purnama yang terang merambat masuk ke celah jendela kamar yang berada dilantai dua Mansion mewah tersebut.
Sebuah instrument clasik karya Mozart No. 21 mengalun indah dalam kamar bernuansa putih gading itu.
Kedua anak manusia berbeda jenis kelamin ini sedang asyik berdansa sembari menikmati malam yang kian larut.
Tatapan mata mereka bahkan tak terlepas satu sama lain. Netra biru laut nan cantik itu memandang teduh si manik hazelnut yang merasa benar-benar sedang tersihir dengan aura kecantikan nya.
Bukan hanya tatapan mata saja yang menandakan ada sesuatu diantara mereka, namun dekapan tangan si pemilik kamar itu pun tak jua lepas dari pinggang sempurna sang gadis.
"Agatha... Kau sungguh cantik!" sebuah kata terlontar dari mulut Pedro saat itu juga.
Agatha yang sedang menjadi subjek dari kata-kata Pedro barusan pun tak mampu menjawabnya.
Semburat merah jambu tercetak jelas dari wajah putih halus itu disertai seutas senyum cantik yang juga memperlihatkan deretan gigi nan rapi miliknya.
Melihat hal yang sudah sangat lama tak pernah ia rasakan lagi sejak pengkhianat Rihanna Mccartney, si Mantan Tunangan membuat desiran darah di seluruh tubuh Pedro mengalir menuju ke sebuah titik dalam dirinya.
Biasanya hal itu akan terjadi jika ia sedang bersentuhan dengan tubuh polos Raymon Walcott, tapi ini sungguh benar-benar sudah sangat lama tak dirasakan Pedro Davinci.
"Tuan Davinci, apakah kita tidak akan tidur malam ini?" Agatha mencoba membuka suara dan berkata pada lelaki itu.
"Nama ku Pedro, Agatha! Jangan memanggil ku seperti itu lagi, okey?" ucap lembut lelaki itu sembari mengelus lembut pipi cantik gadis di depan matanya itu.
Lagi-lagi Agatha seperti tersihir dengan keromantisan Pedro. Ia bahkan menutup kedua netra biru laut nya saat jemari lelaki itu berada di pipi putih Miss Stewart itu.
Saat Agatha memejamkan mata, entah dorongan dari mana hingga Pedro pun memberani kan diri mengecup bibir manis gadis itu.
Kecupan yang awal nya singkat pun berubah jadi sebuah pagutan hangat yang mendesir diseluruh permukaan kulit mereka berdua.
Ketika sudah hampir kehabisan nafas, Agatha segera melepaskan bibir nya dan sedikit mundur kebelakang.
Ia tertunduk menatap lantai kayu vinyl yang menjadi interior dikamar putih gading itu dengan intens.
Gadis perawan itu sungguh sangat malu karena telah melakukan french kiss dengan seorang lelaki tampan dari klan Davinci tersebut.
Pedro pun begitu gemas melihat tingkah malu-malu Agatha. Dari ciuman mereka tadi, ia sudah bisa menebak jika dia-lah orang pertama yang melalukan adegan romantis ini padanya.
Lalu dengan tangan kanannya, Pedro mengangkat dagu Agatha kemudian menangkup kedua telapak tangan dipipi lembut gadis itu.
"Apakah aku yang pertama?" tanya Pedro penasaran.
Lelaki itu berharap jika jawaban yang keluar dari bibir manis Agatha adalah iya.
Sedangkan Agatha yang ditatap sebegitu lembut oleh seorang Pedro pun tak kuasa menyembunyikan semburat meronanya lagi.
Ia hanya menganggukkan kepalanya diantara tangkupan telapak tangan Pedro.
Tak ayal Pedro pun langsung menarik tubuh sempurna Agatha untuk kembali masuk ke dalam pelukannya.
Entah mengapa rasa bahagia dan bangga berbaur menjadi satu dalam diri Pedro saat mengetahui jika dia-lah lelaki pertama yang mencium bibir manis Agatha.
Yah, Agatha memang pernah berpacaran dengan Raymon Walcott si pria Gay yang kini sudah menjadi kekasih Pedro Davinci ini.
Akan tetapi untuk hal kontak fisik ataupun bersentuhan secara lebih intim dengan Raymon, Agatha tak pernah sedikit pun melakukan dan juga diperlakukan seperti itu oleh sang mantan kekasih.
Mereka hanya sebatas berpegangan tangan atau sekedar memeluk dan bercipika cipiki ria mana kala sedang merayakan sesuatu hal besar, seperti di pesta tahun baru atau pun acara natal bersama yang biasa keluarga Stewart adakan.
"Maaf, Tuan Davinci. Aku datang kemari untuk bekerja, memberimu pelukan hangat hingga kau dapat tertidur sampai pagi hari nanti.
Jika kau sedang ingin bermain-main, sebaiknya aku pergi saja dari sini." ucap Agatha melepas pelukan Pedro sembari mundur selangkah ke belakang.
Seketika itu juga tubuh Pedro terasa tersambar kilatan petir hujan badai.
Ia menatap tajam ke arah netra biru laut Agatha yang sendu seakan menyiratkan banyak kepedihan disana.
"Apa kau benar-benar serius ingin pergi dari ku, hemmm?" tanya spontan Pedro.
Lelaki itu sempat merutuki pertanyaan bodoh yang keluar dari mulutnya.
"Oh my Godness, apa yang harus ku lakukan jika ia sampai benar-benar tau isi hati ku ini seperti apa kepadanya?" batin Pedro
Tanpa menunggu jawaban atas pertanyaan yang sempat terlontar dari bibirnya tadi, Pedro pun segera menarik pergelangan tangan Agatha dan membawa gadis itu ke tempat tidurnya.
Pedro bertekad dalam hati, setelah malam ini berakhir maka dia harus secepatnya membuat Agatha berhenti bekerja melayani client lain selain dirinya.
Ia tak bisa membayangkan bagaimana tubuh sempurna gadis itu berada dalam dekapan lelaki lain.
"Tuan, Pedro!" sapa Agatha menguraikan semua khayalan yang bergelayut manja dalam benaknya.
"Egh, iya Agatha?" tanya Pedro kikuk.
"Ayo, naiklah!" Agatha sedikit memerinta.
"What the hell! Apa yang kau pikirkan, Dude. Gadis ini bahkan menyuruh kau naik ke tempat tidur milik mu sendiri." batin Pedro sembari menertawakan dirinya sendiri.
"Owh, Iya." jawab Pedro asal.
Mereka berdua pun tak lama saling berbagi tempat tidur berukuran king size itu bersama.
Meskipun detak jantung Agatha berlari sangat kencang saat itu, akan tetapi ia mencoba untuk profesional dengan bagian terpenting dari profesi tak lazimnya yaitu memeluk tubuh atletis seorang Pedro Davinci.
Maka sesaat setelah mereka berada berdua di atas tempat tidur, Agatha meminta Pedro memilih.
"Emm... Maaf, apa kau ingin aku memeluk mu dari belakang atau?" tanya Agatha sedikit gugup.
Anehnya, Pedro tak langsung menjawab pertanyaan Agatha tadi. Ia malah sibuk menatap ke dalam manik biru laut yang sungguh sangat sayang untuk dilewatkan oleh penglihatannya.
Lalu sepersekian detik kemudian Agatha sudah masuk dalam dekapan hangat Pedro lagi.
Lelaki dari Klan Davinci itu bahkan beberapa kali mencium puncak kepala Agatha, kejadian yang sama seperti beberapa menit lalu saat mereka berdua berdiri saling berpelukan.
Agatha menikmati pelukan hangat Pedro dengan telinga yang terus mendengarkan detak jantung lelaki itu.
Suara yang terdengar dari dalam diri Pedro itu bahkan menurutnya lebih indah dari harmony sebuah kidung yang dinyanyikan oleh Katherine Jenkins, penyanyi seriosa idolanya.
"Apa yang kau dengar, hem?" tanya Pedro mengelus rambut keemasan milik Agatha.
Pertanyaan konyol yang lagi-lagi keluar dari pita suara Pedro itu lalu membuatnya tersenyum dalam hati.
Ia membayangkan jika nanti Agatha akan menjawab dengan sebuah pertanyaan mengapa jantungnya berdetak secepat ini?
Maka Pedro akan dengan senang hati menjawab jika Agatha lah penyebab jantung ini berdetak sangat cepat seperti itu.
Namun sayang, pertanyaan yang diajukan oleh Pedro tadi tak jua terjawabkan mana kala alunan suara serak dari sebuah grub band metal Anthrax, Blood Eagle Wings mendengar dari ponsel lelaki itu.
"s**t! Aku lupa mematikan benda sialan itu tadi. Pasti Raymon yang menelpon." suara batin Pedro namun masih tetap memeluk erat Agatha.
"Kenapa panggilan telepon itu tak kau jawab? Mungkin saja Raymon sedang mencemaskan mu sekarang!" ucap Agatha bergerak dan mendongakkan kepalanya.
Kata-kata lembut yang berisi anjuran untuk menjawab telepon masuk itu entah mengapa terasa begitu menusuk jantung terdalam Pedro.
"Bagaimana mungkin Agatha menyuruhnya menjawab panggilan masuk dari Raymon?
Apalah dia sudah tahu jika ak..." ucap batin Pedro terputus.
"Jawablah dulu telpon darinya! Aku akan buang air kecil sebentar. Jadi jangan khawatir, aku tak akan mendengarkan percakapan kalian. Lagi pula Raymon adalah tipe pencemburu berat, akan sangat beresiko jika ia sudah marah dengan mu." ucap Agatha yang sudah melepaskan pelukan hangatnya dan masuk ke kamar mandi.
Pedro semakin bingung di buatnya. Ia semakin bertanya-tanya dari mana kira-kira Agatha sampai dapat mengetahui hal yang menurutnya sangat privacy dalam diri Raymon Walcott tersebut.
Tapi ia kemudian berjalan cepat menuju balkon kamar, hal itu karena ponsel pintarnya kembali berdering menunjukkan ID Called Raymon Walcott sebagai si penelepon.
"Hallo, Ray!
"Ray? Sejak kapan kau menyapa ku dengan nama seperti itu, honey?
"Egh, maafkan aku tapi kali ini aku sedang bersama Mommy ku. Jadi ku harap kau mengerti.
"Benarkah kau bersamanya? Lalu siapa wanita yang ku jumpai sedang keluar dari Mansion mu dan sekarang sudah masuk ke dalam sebuah hotel ini hemmm? Apa kau juga berada di hotel ini, honey?
"s**t! Kenapa kau mengikuti Mommy ku, Raymon?
Bukankah kau tau jika aku sangat tak suka dengan sikap penguntit mu itu?"
"Maafkan aku, honey!
Aku hanya tak sengaja melihat dan menguntit Mommy mu tadi. Jadi ku mohon, cepat katakan padaku saat ini kau dimana Tuan Davinci tersayang!"
Pedro pun menarik nafasnya dalam-dalam. Ia bingung harus menjawab apa pada pertanyaan yang Raymon lontarkan.
"Aku sedang lelah, Ray!
Ku mohon biarkan malam ini aku beristirahat dengan tenang tanpa alkohol dan juga obat tidur sebutir pun."
"Termasuk tanpa seks dengan ku, honey? C'mon, dude. Kita bisa menghabiskan malam ini berdua sampai pagi, Mr. Davinci. Apa kau tak ingin memasuki milik ku, hemmm...?"
Mendengar nada bicara Raymon sedikit mendesah itu, membuat darah Pedro pun seperti terbakar menjadi satu kesatuan yang bertitik pada pusat terintim dalam dirinya.
Ia memejamkan mata dan mulai menghadirkan bayangan percintaan panasnya dengan Raymon Walcott, namun sepersekian detik kemudian tangan lembut seorang wanita terasa menyentuh bahu ratanya.
Pedro pun terhentak kaget dan tak sengaja menjatuhkan ponselnya ke bawah dan benda pipih itu kemudian jatuh di atas keset kaki berbulu tebal yang berada dibawah kakinya.
Pedro kemudian membuka kelopak mata lalu secepat kilat berbalik dan meraih dagu lancip Agatha kemudian membawa dagu itu mendekat dengan wajah tampannya.
Dengan buas Pedro melumat bibir manis Agatha dan berusaha menyalurkan energi negative yang sempat mengumpul di pangkal pahanya karena mendengar intonasi Raymon yang mendesah saat menjawab telepon tadi.
"Achhh... Agatha, I want you."
Agatha yang tak mengerti maksud dari Pedro barusan pun hanya bisa pasrah begitu saja saat lelaki itu mengangkatnya dengan gaya bridal menuju ke tempat tidur dengan bibir masih saling berpagutan mesra mengecap satu sama lain.
Tanpa mereka sadari ternyata panggilan telepon nya dengan Raymon tadi masih tersambung.
"Agatha? Pedro ternyata masih bersama gadis itu? Lalu ap..apa yang dikatakan Pedro tadi?
I want you? Oh, my Godness!
Ini tidak boleh terjadi, Pedro!
Kau milik ku dan wanita mana pun tak boleh menyentuh mu lagi, meskipun itu gadis lugu dan polos seperti Agatha." batin Raymon sembari memukul stir mobilnya.
Raymon menjalankan mobilnya menuju ke Mansion keluarga Davinci. Ia tadi sempat mengecek dimana keberadaan Pedro melalui GPS yang terdapat di ponsel Kekasihnya dan aplikasi itu menunjukan jika memang mereka berada disana.
Raymon menyetir mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia tak ingin sampai Pedro kembali hidup bersama seorang wanita.
Jika pun nanti ternyata pada akhirnya mereka berdua harus menikah demi sebuah nama baik keluarga, maka menurut Raymon pernikahan itu hanyalah sebuah formalitas hitam diatas putih saja.
Lelaki itu ingin agar kedekatan mereka berdua harus tetap terus terjalin demi apapun juga. (omegot, demi_avah? Hihihi)
Dan perempuan yang ia inginkan untuk menjadi pengisi formalitas status menikahnya suatu hari nanti haruslah Agatha Stewart tidak yang lain.
Raymon pun mulai berfikir keras, agar Pedro tak mendekati Agatha. Karena menurutnya, kekasihnya itu pasti akan merusak Agatha tanpa bisa meninggalkan dirinya juga.
Bagi Raymon, Pedro Davinci bukanlah seorang Gay seperti dia melainkan seorang biseksual.
Lelaki itu akan sangat gampang tergoda oleh seorang wanita atau pria yang berada didekat nya tanpa mengenakan sehelai benang pun oleh sebab itu Raymon tak ingin Pedro merusak Agatha, meski pun mereka sudah putus akibat tingkah jahatnya namun selama tiga tahun mereka menjalin kasih tidak pernah sedikit pun Ia berniat untuk menyentuh tubuh sempurna Agatha.
Raymon Walcott berharap dengan menikahi Agatha maka semua rasa bersalahnya di masa lalu dapat berangsur-angsur sirna.
***
"Agatha... My Schatzi..." Desahan lirih Pedro terus terdengar di dalam kamar itu.
Lelaki itu masih saja mencumbu bibir Agatha dengan ciuman panasnya yang menuntut.
"Schatzi?" tanya Agatha sedikit terkejut.
Gadis itu merasa jika Pedro sedang membayangkan perempuan lain saat ini.
"Iya, Schatzi! Aku akan memanggil mu itu mulai dari sekarang. Itu adalah panggilan sayang di Negara Mending Ayahku, Germany!
Agatha kemudian blushing dengan apa yang barusan di dengar oleh pendengarannya.
Ia juga merasa sedikit tegang dengan ulah Pedro yang sangat berani menyentuh dirinya namun herannya, Agatha juga menginginkan sentuhan lembut dari Pedro itu lagi lagi dan lagi.
"Agatha... Aku benar-benar menginginkan mu, Schatzi. Kau bahkan mampu membuat ku lupa dengan rasa benci ku pada wanita." ucap lirih Pedro hampir tak terdengar.
Agatha pun kembali blushing, ia merasa seperti ada ribuan kupu-kupu yang menari indah keluar dari perut nya.
"Egh, tapi aku belum pernah melakukan nya" tutur Agatha di sela ciuman panas mereka.
"Aku tak akan meninggalkan mu, Schatzhi. Aku akan meminta Mommy untuk mengurus pernikahan kita sesegera mungkin agar kau tau jika aku serius menginginkan mu." ucap Pedro dengan mata yang sudah berkabut gairah.
Agatha sangat terkejut dengan perkataan Pedro barusan. Sejenak ia berfikir dengan mengunakan logika dan mengesampingkan rasa love at the first sight pada lelaki di hadapannya ini.
"Kau bilang ingin menikahi ku, Tuan Pedro?
Apa aku tak salah dengar? Lalu bagaimana dengan kekasih mu, Raymon Walcott?" tanya Agatha mencecar.
"Agatha, apa yang kau pikirkan? Aku dan Raymon tak ada hubungan apapun, kami hany..." jelas Pedro terputus.
"Jangan menipu ku, Tuan Pedro. Aku mungkin mengenal Raymon lebih baik dari pada kau, kami bahkan pernah menjalin kasih selama tiga tahun lamanya. Dia memutuskan hubungan kami karena akhirnya ia jujur padaku jika ia adalah seorang Gay." gumam Agatha menjelaskan.
Kedua mata Pedro membulat tak percaya dengan semua perkataan yang lebih cocok disebut sebagai cuhatan itu. Haruskah ia mempercayai ucapan Gadis ini?
Bagaimana mungkin, Raymon yang adalah seorang Gay tulen menjalin cinta selama tiga tahun lamanya dengan Agatha?
"Kau tidak menyangkanya, bukan? Aku sendiri saat ini tak habis pikir mengapa Raymon tega menyakiti ku seperti itu.
Bahkan sekarang kau yang sudah menjadi kekasih Gay nya juga ikut ingin menyakiti ku.
"Maaf, Tuan Davinci. Sebaiknya aku segera pergi dari sini karena kurasa yang kau butuhkan adalah Raymon bukan aku, tapi jika pun kau benar-benar menginginkan ku? Maka harus aku tegaskan satu hal padamu. Aku bukan wanita bar bar atau pun bicth yang biasa kau temui di sebuah club malam, meskipun pekerjaan ku bergelut dengan tubuh seseorang lelaki." ucap Agatha sedikit sakratis.
Sepersekian detik kemudian Agatha segera bangkit dari tempat tidur Pedro dan akan berjalan menuju pintu keluar kamar itu.
Namun Pedro Davinci pun dengan sigap memeluk tubuh sempurna Agatha Stewart dari belakang.
"Schatzi, please help me!
Aku ingin berubah, Schatzi.
Aku ingin hidup normal seperti dulu lagi. Aku hanya ingin Mommy bisa kembali! tersenyum. Please, Schatzi!
Tolong bawa aku keluar dari hidup yang salah ini." lirih pelan Pedro tepat ditelinga Agatha.
Gadis cantik ber-netra biru laut itu sempat menitikan dua bulir air yang sedari tadi sudah terbendung dipelupuk mata cantiknya, namun ia cepat-cepat menyeka dan berbalik melihat ke arah Pedro.
Mata mereka kembali bersibobok entah untuk keberapa kalinya.
Agatha melihat sebuah kesungguhan dari pancaran sinar mata hazelnut Pedro.
"Baiklah, katakan apa yang kau inginkan dari ku agar kau bisa berubah menjadi lelaki normal lagi?" ucap Agatha masih menatap mata Pedro.
"Aku ingin kita menikah agar kau tak lagi bekerja memeluk lelaki lain selain aku. Apa pun keadaan yang terjadi pada ku nanti aku harap kau terus menggenggam erat telapak tangan ku ini karena aku yakin itu adalah ujian untuk kita berdua, Schatzi!" gumam Pedro mengambil jemari Agatha.
"Pedro, kita bahkan baru bertemu. Mengapa kau sangat ingin menikahi ku? Apa itu tidak terlalu cepat?" tanya Agatha.
"Apa kau tak ingin hidup bersama ku, Schatzi?
Lalu mengapa detak jantung mu sama seperti milik ku ini?" tanya Pedro dengan sebuah senyum tampan dibibirnya.
Agatha masih saja speechless mendengar keyakinan Pedro yang ingin menjadikan nya Isteri.
Ia berharap getaran rasa pada pandangan pertama mereka bertemu saat dipesta Steve Armstrong tadi adalah pertanda jika Pedro Davinci adalah jodoh yang Tuhan beri padanya.
Pedro yang merasa lucu melihat wajah mengemaskan Agatha pun akhirnya kembali membawa gadis cantik itu ke dalam gendongan nya dan naik ke tempat tidur.
Lelaki itu kembali melabuhkan bibirnya di bibir Agatha. Mereka berpagut, mengecap, bertukar saliva dan saling mengaitkan lidah dengan sesekali bergantian menerobos rongga mulut satu sama lain.
"Hemmm... Kau belajar dengan baik, Schatzi." ucap Pedro disela ciumannya.
Agatha tersenyum kikuk mendengar pujian panas dari pujaan hati nya itu.
Pedro kemudian mulai mengajari hal-hal nikmat lainnya yang belum pernah di alami Agatha.
Ciuman pedro mendarat pada daun telinga Agatha yang tertutup oleh helaian rambut panjang keemasan nya.
"Aaacchh..." desah Agatha.
Ciuman itu pun makin lama, turun menuju ke leher jenjang Agatha.
Pedro menghirup aroma freesia lembut bercampur iris dari kulit halus Agatha yang makin membangkitkan libido seksualnya untuk menuntut sebuah penetrasi.
Keadaan yang menguntungkan mungkin saat ini sedang di alami Pedro, pasalnya Agatha sedang mengunakan lingerie pink soft yang terbuka pada bagian leher, bahu dan sekitar area d**a.
Pedro bahkan memberikan banyak tanda kepemilikan atas diri Agatha disana, dan gadis itu sama sekali tak memberontak. Agatha bahkan menikmati setiap sentuhan lembut Pedro yang jujur saja tak pernah sama sekali ia rasakan hingga ia berumur dua puluh tahun ini.
Gadis itu merasa seperti ingin menikmati kejutan apa lagi yang akan Pedro perbuat pada dirinya.
Puas bergerilya di area leher jenjang Agatha Pedro menyentuh kedua gundukan daging kenyal yang masih berbalut dengan tipisnya kain lingerie itu.
Mata lelaki itu berkabut gairah mana kala ia melihat Agatha mendesahkan namanya disana.
"Pedro... Achhhh..."
"Iya, Schatzi... Ini aku..."
Pedro sangat menikmati wajah cantik Agatha yang terpejam dengan mengigit bibir bawahnya, terang saja ia kemudian mengambil alih gigitan bibir gadis itu dengan kembali menghadiahi cumbuan disana.
"Schatzi, bolehkah aku...?" tanya Pedro terpotong.
Agatha mengarahkan jari telunjuk kanannya di bibir manis Pedro sembari tersenyum menatap netra hazelnut lelaki tampan itu.
"Ssssttt... Apakah dengan begini kau bisa berubah menjadi seperti dulu lagi? Aku tak butuh ikatan apa pun atas perlakuan mu nanti. Aku tulus ingin melihat kau hidup normal dalam dekapan wanita." lirih Agatha sedikit berkaca-kaca.
"Schatzi, aku sangat ingin merubah orientasi seksual ku kembali ke sedia kala dan itu ku lakukan demi diri mu.
Ak...ku... Ak..u...
Hah... Entahlah, Schatzi?
Saat ini aku bahkan merasa sangat takut kau pergi meninggalkan ku." ungkap Pedro menatap Agatha lembut.
Gadis itu menemukan sebuah kesungguhan disana. Tak ada suatu kebohongan disana.
"I Love you, Schatzi!
I don't know why?
I promise to always make you happy with everything in my life.
The one I dreamed of was waking up in the morning by looking at the sweet smile on your face, Schatzi!"