Berada di dapur, Umiya dan Naya sedang menyiapkan makan malam.
"Apakah ada yang bisa aku bantu?" tanyaku, berjalan menghampiri mereka.
"Ibu hamil sebaiknya berdiam saja, atau kau makan sesuatu." Balas Umiya.
"Hanya diam saja? Tidak melakukan apapun?" tanya Naya.
"Tentu saja, ibu hamil memang tidak di perbolehkan bekerja terlalu keras di usianya yang masih muda," jelas Umiya.
"Menyenangkan sekali yah menjadi ibu hamil, aku juga mau!" seru Naya.
"Gadis ini, seharusnya kau sekolah yang benar! Jangan malah memikirkan hal yang seharusnya di pikirkan oleh wanita tua!" Seru Umiya.
"Jadi Icha itu sudah tua? Karena dia sudah hamil?!" Pertanyaan Naya benar-benar membuat kami tertawa dengan segala kepolosannya bahkan gadis itu bertingkah seperti anak kecil setiap kali bersama dengan ku, itulah dia saudari ku yang memahami keadaan ku.
Berada di rumah Umiya benar-benar sangat nyaman dan menjadi tempat dan rumah yang menyenangkan bagi diriku, tapi setelah memiliki seorang suami ... Aku tidak bisa mendapatkan semua itu lagi, yang ku dapatkan hanyalah tatapan tidak suka dari ibu mertua juga dari saudari-saudari Darwin yang tidak menyukaiku.
"Ada apa dengan mu?" tanya Naya.
"Tidak ada! Aku sangat senang sekali bisa kembali kesini, menginap dan bertemu dengan gadis bodoh seperti mu," balas ku.
"Hiss! Kau ini, nilai raport mu bahkan jauh lebih buruk dariku. Apanya yang bodoh," elak Naya.
"Hanya beda koma saja tidak lebih," balasku.
"Apanya yang koma! Itu tuh sudah beda dari angka, nilai mu dan nilai ku sangat jauh jika di bandingkan!" Protes Naya.
Perdebatan aku antara Naya membuat Umiya tersenyum, seakan-akan kehangatan di antara kami berdua menjadi kerinduannya.
Dari awal pernikahan aku memang tidak pernah berkunjung ke rumah Umiya. Jangankan hanya sekedar berkunjung, pergi keluar rumah saja ibu mertua ku akan berteriak dan mengatakan bahwa aku akan mempermalukan mereka, maka dari itu aku sama sekali tidak pernah keluar dari kediaman Darwin sama sekali.
Setelah selesai menyiapkan makan malam, Umiya meminta ku untuk membangunkan Darwin dan mengajaknya makan malam bersama.
Perasaan bahagia aku dapat menyelesaikan masalah ku tentang Darwin yang percaya tentang kehamilan ku bukanlah karena dirinya, tapi karena Samuel membuatku kini bersemangat dan mencoba untuk mencintai Darwin sepenuhnya.
Saat aku membuka pintu kamar, Darwin sudah terbangun. Tapi, dia sedang membuka sebuah buku, lebih tepatnya buku diaryku. Menggigit bibir bawah aku lakukan, takut jika Darwin menemukan sesuatu hal yang membuatnya kesal dan benar saja tatapannya begitu tajam, sampai membuatku takut untuk menghampirinya.
Terlihat Darwin menarik nafas sangat dalam sembari menutup kedua matanya, menatap dengan tidak terima terhadapku.
"Kalau saja kau mengatakan kepada ku, dari awal tentang keperawananmu. Aku mungkin akan menerimanya, tapi tentang kehamilan mu tidak bisa aku pertimbangkan."
Bagai di sambar petir akan ucapan Darwin membuat ku mematung seketika. Perasaan hancur ingin melangkah menghampirinya memeluknya dan meminta maaf, manahan langkah kaki ku membenarkan apa yang di katakan oleh Darwin.
"Apa yang akan kau jelaskan kepada ku?!" tanya Darwin lagi.
Aku masih terdiam membisu tidak tau harus mengatakan apa dan hanya tetap berharap jika Darwin bisa mempertimbangkan dirinya tanpa mengacaukan segalanya.
"Kau sangat senang kan tinggal disini? Jadi selamanya saja tinggal disini dan jangan pernah berharap aku dapat menjemput mu lagi dan menjadikan mu istriku."
Ucapan Darwin begitu sangat tajam membuat perasaan, hati dan juga luka di dalam d**a begitu sangat menyakitkan. Hingga saat aku melihat Darwin berdiri dari duduknya dengan pandanganya yang tidak bisa di artikan, menghampiri ku getaran di tubuhku begitu sangat nyata. Pria yang hampir saja aku ungkapkan perasaanku kepadanya mengatakan bahwa dia akan membiarkan aku tinggal disini.
Aku yang berpikir terlalu jauh berharap Darwin dapat menarik kembali ucapannya, tapi ternyata Darwin memilih untuk berbalik meraih jaket dan kunci motornya setelah dia meninggalkan beberapa lembar uang di atas meja dan juga sebuah kartu ATM disana. Tanpa mencoba untuk menoleh kembali ke arah ku, menutup dengan sangat keras pintu kamar tanpa berbicara lagi Darwin benar-benar pergi tanpa mendengarkan penjelasanku.
Perasaan yang tidak bisa aku ungkapkan, hanya bisa terpendam bahkan berlari untuk memohon kepadanya pun tidak aku lakukan karena aku menyadari bahwa semua itu adalah konsekuensi yang harus aku tanggung sendiri setelah apa yang aku perbuat membohonginya tentang bayi yang aku kandung bukanlah bayinya.
Ada rasa sakit di dalam diri ini terutama detak jantung ku bercampur aduk dengan rasa sakit, benar-benar di tinggalkan oleh Darwin tetap membuat ku memberi kekuatan untuk melangkah menghampiri tempat tidur ku dan meraih buku dairy yang memang sempat aku buat di masa-masa saat aku sekolah. Tentang aku dan Samuel, kedekatan aku dengannya kehidupan kedua orang tua ku dan saat aku tinggal di rumah ini, satu hal yang paling penting aku menulis tentang aku yang sudah mengandung anak Samuel.
Di akhir buku dairyku adalah tentang kehamilanku, mungkin gadis kecil ku Naya juga sudah mengetahuinya. Aku tidak tau harus berbicara seperti apa. Tapi yang ku tau, aku hanya terdiam dan menerima kenyataan bahwa Darwin sudah mengakhiri hubungannya dengan ku.
Cukup bertanggung jawab ketika Darwin meninggalkan beberapa uang kertas di atas meja dan juga satu kartu ATM.
"Emm, aku juga tidak tau? Apa maksudnya meninggalkan semua ini setelah dia mengakhiri hubungan antara aku dan dia."
Menarik nafas dalam-dalam meraih uang kertas dan juga ATM disana, aku menyimpannya di dalam buku dairyku dan menyimpannya lagi di dalam laci.
Sebuah ketukan di balik pintu membuyarkan entah kesedihan, penyesalan atau keterpurukan yang aku rasakan kali ini. Tidak bisa aku ucapkan dengan debaran jantung yang begitu kencang, permainan Tuhan memang sangat cantik, Dia memberi ku kehidupan dengan kedua orang tuaku yang begitu indah tapi di ambil begitu saja kedua orang tua ku yang begitu menyayangi ku berbalik sama sekali tidak peduli kepada ku.
Seorang sahabat seperti Samuel berbalik jatuh cinta kepada ku, bahkan membuat ku sengsara seperti saat ini. Dia menyatakan cinta, meninggalkan benih dan membuat kehidupan ku semakin kacau seperti saat ini.
Dan kali ini setelah aku merasa pertolongan Tuhan begitu nyata, tapi saat itu juga Darwin mengetahui kenyataan tentang kehamilanku yang ternyata bukanlah putranya.
Rasanya ingin sekali lenyap saat itu juga perasaan bahagia seketika jatuh begitu saja ketika Darwin mengakhiri hubungan ku setelah dia mengetahui kenyataan tentang kehamilan, benar-benar membuat dunia terasa berhenti seketika dan ingin sekali ada seseorang yang dapat aku peluk.
Bangun dari duduk berjalan menghampiri pintu, membuka saat Naya berdiri tepat di hadapan ku tanpa sadar aku memeluknya sangat erat dan kesedihan yang begitu dalam, aku tumpahkan air mata jatuh di pelukannya.
Perasaan di khianati, di tinggalkan dan di jatuhkan begitu saja bertepatan dengan kebahagiaan tang begitu nyata membuat d**a terasa sesak hingga hanya sebuah pelukan lah yang aku perlukan.
"Ada apa denganmu, Cha? Kenapa Darwin pergi? Eh, maaf maksud ku kakak. Kenapa kak Darwin pergi?" tanya Naya.
Aku sama sekali tidak menjawab pertanyaan dari Naya. Tangisan yang ingin aku tumpahkan benar-benar jatuh di pelukan Naya seorang gadis polos dengan tingkah serampangannya dapat melepas segala apa yang aku rasakan dan juga kepedihan yang selama ini aku tahan tentang perlakuan dari keluarga mertua ku meski Darwin begitu menyayangi ku, tapi dia tetap saja meninggalkan ku setelah mengetahui bahwa aku membohonginya.
"Baiklah-baiklah, kau boleh memelukku, tapi aku pegal juga berdiri di depan pintu seperti ini! Bagaimana kita masuk duduk dan kita berpelukan, jika kau tidak mau bercerita memeluk juga tidak apa," ucap Naya.
Aku menghela nafas pelan, membenarkan ucapan dari Naya. Melepas pelukan berbalik dan berjalan menghampiri tempat tidur ku duduk di tepi ranjang, begitupun dengan Naya duduk di samping ku tanpa menunggu aku yang memeluknya, Naya menarik ku dan memeluk bahkan mengusap punggung yang sangat sulit dia raih itu.
Sangat lama aku menangis di pelukan Naya bahkan Umiya pun sempat memperhatikan apa yang aku lakukan bersama Naya di dalam kamar.
Aku rasa mereka memang sudah mengetahui tentang kebenaran diri ku, tapi dengan kebaikan mereka sua itu sama sekali tidak terlihat ataupun terdengar oleh semua orang. Aku selalu berpikir bahwa kehamilanku hanya di ketahui oleh aku sendiri, tapi ternyata aku sendirilah yang memberitahu mereka dengan menulisnya di sebuah buku dairy bahkan Darwin pun mengetahuinya karena aku sendiri.
Mungkin permainan Tuhan memang begitu nyata dan menyakitkan, tapi sebuah teguran yang begitu nyata ketika sebuah kebohongan memang tidak layak untuk di sembunyikan. Kapan pun itu akan tetap terbongkar meski aku sudah mencoba untuk menutupnya dengan sangat rapat dan rapi bahkan pertolongan dari Tuhan pun begitu nyata mendukung kebohonganku.
Tapi ternyata tetaplah sebuah kebenaran dan kejujuran yang menjadi poin utama dalam menjalani kehidupan hingga aku tidak tau apa yang terjadi kepadaku dan juga apa yang harus aku lakukan ketika bayi yang ada di kandunganku semakin membesar.
Perasaan itu tidak bisaku ungkapkan kepada Naya dan hanya memilih untuk diam menangis tersedu memeluk erat tubuh saudari ku hingga aku merasa lelah dan tertidur.
Terdengar sangat jelas ucapan dari Naya yang begitu perhatian akan diri ku.
"Ya ampun, sebenarnya saat itu ingin sekali aku mengatakannya kepadamu tentang kehamilan mu ini. Tapi ternyata kau malah menikah dengan seorang pria yang aku kira memang jauh lebih baik jika ada seseorang menikahi mu, tapi ternyata malah berbalik seperti ini. Kau tenang saja, ada kami disini dan jangan takut, dan jangan merasa sendiri." Ucapan Naya begitu menenangkan hingga aku tertidur begitu lelap malam itu.
Terbangun dari tidur ku, mengingat hari sudah gelap menatap langit-langit kamar yamg sangat aku rindukan. Sekejap aku memejamkan kembali kedua mata berharap itu semua adalah sebuah mimpi, mimpi yang sama sekali tidak pernah aku inginkan meski sudah berulang kali aku meyakinkan diri ku sendiri bahwa itu akan terjadi kepada ku, terutama hubunganku dengan Darwin sudah tak terlihat lagi tanpa kata.
Duduk dari posisi tidur bersandar di tepi ranjang, menarik nafas dalam-dalam mencoba untuk menoleh kembali ke samping tempat tidurku membuka sebua laci dan benar saja ada terdapat beberapa lembar yang kertas dan juga satu kartu ATM, di belakangnya terdapat nomer pin milik Darwin.
Tanpa terasa air mata terjatuh begitu saja, entah itu air mata penyesalan atau air mata karena aku yang tidak sempat menyatakan cinta kepada Darwin yanga bahkan pernyataan itu pun tidak sempat beritahukan kepadanya.
Seketika aku membiarkan air mata ku terjatuh hingga tak tertahan menggenggam erat uang yang ada di tangan ku hingga mengingat kembali hal yang sering aku lewati dengan pria yang sudah menemani ku dan memberikan sebuah tanggung jawab kepadaku meski ada seorang bayi di antara kami.
Alu tidak tau perasaan apa yang aku rasakan ini hingga air mata jatuh begitu saja tanpa terhenti bahkan tidak ada seorang pun yang dapat menenangkan ku selain aku menangis seorang diri di dalam kamar.
Naya dan Umiya juga tidak mencoba untuk menghampiri kamar ku, mereka pasti tau dengan sangat jelas apa yang sedang aku rasakan dan aku hadapi kali ini, hingga aku memilih untuk berdiam diri di dalam kamar tanpa mencoba untuk keluar dan menemui mereka. Perasaan talut membuat mereka malu dan juga takut akan perbincangan dari orang-orang di luaran sana tentang keluarga Umiya juga kehamilan ku.
Aku tidak peduli tentang mereka yang membicarakan tentang diri ku mengandung di luar nikah. Tapi, aku hanya takut jika mereka menjelek-jelekan keluargaku.
Hingga larut pun air mata ini tidak ingin berhenti begitu saja, apa lagi mengingat semua yang menimpa diri ku. Hal yang dama sekali tidak pernah baik berturut-turut terjadi kepada ku.
Tidak perlu di katakan lagi tentang kedua orang tua ku. Tapi, Samuel dia yang menjadi dalang utama dari masalah ku, sama sekali tidak meninggalkan jejak keberadaannya hanya meninggalkan benih di dalam perut ku yang meski harus aku lindungi.
Perasaan lapar menyerang diri ku hingga aku terpaksa menyeka air mata yang sudah mulai mengering. Meski sempat aku merasa ragu untuk pergi keluar tetapi bayi yang ada di perut ku dia membutuhkan nutrisi untuk bertahan hidup.
Berjalan keluar dari kamar mencoba untuk menutupi mata yang sedikit membengkak karena menangis. Aku berjalan keluar dari kamar mencari mereka yang ada di rumah itu dan aku tau mereka pasti sudah tertidur saat ini.
Berjalan memasuki dapur, terlihat di atas meja masih ada beberapa makanan membuatku merasa senang dan aku tau Umiya menyediakannya untukku.
Meski terasa begitu sepi tanpa ada Darwin mengganggu setiap malam. Tapi, perasaan kehilangan seperti saat ini benar-benar aku rasakan. Pria dengan gairah bercintanya yang begitu besar, kali ini benar-benar meninggalkan ku marah tanpa kata pergi meninggalkan jejak hal layaknya seperti wanita bayaran setelah merasa puas.
Menarik nafas dalam-dalam aku mencoba untuk menghabiskan makanan yang ada di hadapan ku, memberi nutrisi yang cukup baik untuk bayi ku adalah pilihan utama dalam kehidupan ku kali ini.
Setelah menyelesaikan aktivitas makan malam, aku membersihkan bekas makan ku dan kembali ke dalam kamar. Sudah ada Naya tertidur di dalam kamar ku, membuat ku tidak habis pikir jika gadis itu datang begitu saja tanpa mencoba menghampiri ku tadi, dia memang adalah gadis polos
Tapi, hanya dialah yang selalu memahami apa yang sedang ku rasakan. Berjalan kembali duduk di tepi ranjang dan mempersiapkan semua hal yang harus aku lakukan.
Meski sangat sulit bagi ku untuk tertidur, apalagi mengingat semua apa yang terjadi hingga pagi tiba sudah terdengar suara orang-orang yang akan pergi beraktivitas termasuk Umiya yang sudah terdengar di dapur.
Naya juga terbangun dan menatap tajam ke arahku.
"Apakah kamu tidak tertidur?" tanya Naya.
"Kemarin aku sudah tidur seharian, bagaimana mungkin aku bisa tertidur lagi?!" Jawabku.
"Baiklah, apakah perasaan mu sudah mulai membaik? Jangan katakan kepada ku jika kamu benar-benar menyukai pria itu. Aku yakin bukan hanya dia yang akan melakukan hal seperti itu. Tapi, pria lain pun akan melakukan hal yang sama jika mereka mengetahuinya. Berdoalah, agar semua tetap berjalan baik-baik saja." Ucapan Naya terdengar sangat menenangkan, tapi aku tidak percaya jika dia yang mengatakannya.
Seketika Naya memukul kepala ku hingga membuatku tersadar dari lamunan. "Seorang hamil tidak boleh terlalu banyak berdiam diri, apalagi sampai melamun," gerutu Naya.
Aku tersenyum tipis dan mengangguk, meski aku tidak tau harus berbicara apa. Tapi, Naya tetap membiarkan ku berdiam diri di dalam kamar begitu pun dengan Umiya. Tapi, aku memilih untuk menghadapinya tanpa terpuruk begitu saja, tiba-tiba saat aku mau pergi membersihkan tubuhku. Terdengar teriakan seorang wanita di luaran sana, meski seperti itu aku memilih untuk membersihkan tubuhku dan mempercepat aktivitas mandiku.
"Dengarlah hari ini juga Darwin sudah memberikan pernyataan perceraian untuk gadis mu itu." Syarat ibu mertuaku begitu sangat aku kenal dengan sangat nyaring di ruang tamu, meski berat aku menerimanya tapi, tetap saja harus menghadapi kenyataan ini.
Setelah selesai mengenakan pakaian dengan cukup rapi, aku berjalan menghampiri perbincangan antara Umiya dan ibu mertua ku begitu pun dengan beberapa pria disana.
"Lihatlah anak gadis mu ini memang tidak layak untuk putra ku! Tanda tangani lah surat perceraian ini jangan sampai membuat kami muak karena mu!" Seru ibu Darwin saat Umiya hendak membalas ucapannya dengan perasaan kesal yang dia tahan. Aku meraih kertas itu dan menandatanganinya tanpa ragu-ragu.
"Hmm, Baguslah! Ini kompensasi untuk mu, seharusnya dari awal tidak ada pernikahan antara kalian," ucap Ibu Darwin. Mereka pergi begitu saja, Umiya terdiam dan menoleh ke arahku.
"Apakah kamu baik-baik saja, sayang?" Tanya Umiya.
"Aku sangat baik, Umi. Umi jangan khawatir, aku sudah menerima semuanya dan uang ini Umi simpan saja!" Tegas ku.
"Ini uang mu! Kamu sendiri yang harus memegangnya, apalagi keperluan kamu melahirkan begitu besar di zaman seperti ini," ucap Umiya.
Aku terdiam, benar kata Umiya tentang seorang wanita tang harus melahirkan dan memiliki biaya yang jauh lebih cukup untuk melahirkan dan juga membesarkannya.
Tanpa kata aku hanya bisa memegang erat uang kompensasi yang di berikan oleh ibu Darwin itu. Tapi, ada satu hal yang sama sekali tidak alu mengerti, ibu Darwin bahkan sama sekali tidak mengungkit tentang kehamilanku. Apakah dia tidak mengatakan tentang bayiku?
"Apa maksud mu, Cha?" Tanya Umiya. Aku terkejut ketika Umiya menanggapi gumamanku.
"Tidak ada, tapi sejak kapan Umi tau kalau aku?"
"Umi tau dari Naya. Tapi, sudah terlambat. Kamu sudah menikah dengan Darwin. Ada sedikit rasa lega dan takut yang Umi rasakan. Tapi, hal seperti ini sudah Umi duga akan terjadi kepada mu. Maka dari itu selain dirimu yang menguatkan diri sendiri, kamu mau mengandalkan siapa? Di dunia ini tidak ada manusia yang benar-benar peduli kepada sesamanya selain keluarga. Terkecuali orang itu memenuhi rasa cinta di dalam dirinya atas namamu."
Ucapan Umiya membuatku terdiam, membenarkan apa yang di katakan oleh Umi memanglah sangat benar. Bukan siapa pun dapat mencintai diri ku, tapi ... Hanya diri ku sendirilah yang dapat mencintai diriku terutama bayi yang ada di dalam kandunganku.
Samuel sendiri pun sama sekali
Tidak memahami akan perbuatannya bahkan meninggalkanku begitu saja.
"Sudahlah, karena semua ini sudah terjadi. Anggap saja tidak ada hal yang terjadi antara kamu dengan pria itu. Pria yang hanya ingin menikmati tubuh wanita saja tidak bertanggung jawab," gerutu Naya.
"Kamu tau apa tentang tanggung jawab! Sekolah yang benar itu adalah tanggung jawabmu!" Protes Umiya.
"Iyaa iyaa, aku menjalankan sekolah. Bukankah itu sudah menunjukan kalau aku bertanggung jawab." Naya memang seorang gadis yang selalu paling bisa berbicara.
Menjalani kehidupan yang sama sekali tidak pernah aku duga. Sudah sekitar 2 hari aku tinggal di rumah Umiya tanpa ada hal yang selalu aku kerjakan setiap hari. Membersihkan rumah, memasak, mematuhi ucapan mertua dan juga melayani suami seperti apa yang sudah aku lakukan kepada Darwin. Tapi, kali ini aku seorang diri di temani oleh Umiya dan Naya tinggal di rumah tanpa melakukan banyak aktivitas yang membuat tenagaku habis.
"Baiklah mulai saat ini aku hanya akan fokus kepada mu, bayi kecil ku yang beberapa bulan lagi akan lahir. Sepertinya aku harus menyiapkan sebuah nama untuk mu. Tapi, aku tidak tau nama seperti apa untuk mu," gumamku duduk di depan teras sembari melihat jalanan, orang-orang berlalu lalang melakukan aktivitas mereka.
"Apa yang sedang kau pikirkan? Bukankah sudah ku bilang, ibu hamil tidak boleh banyak melamun!" Naya berjalan menghampiri ku dengan gerutuanya.
"Siapa yang bilang aku sedang melamun?! Aku hanya sedang memikirkan sebuah nama untuk bayiku," jelasku.
"Beri saja nama Naya, dia adalah gadis yang begitu cantik," ucap Naya.
"Kau ini! Memangnya kau sudah tau? Kalau bayiku ini adalah perempuan?!" Tanyaku.
"Kata Umi, jika wanita hamil terlihat begitu cantik, itu pertanda bahwa bayinya adalah perempuan," ucap Naya.
"Kau selalu mencerna setiap ucapan orang lain, terutama irang tua. Sebaiknya jangan terlalu mempercayainya!" protesku.
"Mempercayai ucapan irang tua itu adalah tugas ku, apa lagi ucapan Umi. Aku tidak akan mendapatkan uang saku jika aku tidak mempercayainya," gerutu Naya.
Di balas tawa oleh ku, Naya malah semakin banyak bercerita tentang hal yang terjadi kepada dirinya apa yang di lakukan di sekolah dan hal-hal yang membuatnya begitu senang hingga aku sendiri merasa begitu hangat tinggal bersama dengan gadis yang ada dihadapan ku berbicara tanpa henti tiada rasa bosan akan dirinya.
Umiya seperti biasa setelah dia menyiapkan makan malam selalu mengajak kami makan bersama. Setelah itu berbincang di malam hari bercerita satu sama lain hingga paman bertanya kepada ku tentang apa yang terjadi kali ini.
"Bolehkah paman bertanya? Semua yang terjadi kepada mu bahkan sama sekali tidak ramai di perbincangan, apakah terjadi sesuatu hal kamu dengan Darwin?" tanya pamanku.
"Tidak ada, hanya saja kami berpisah dengan baik-baik," jelasku.
"Syukurlah, aku sempat khawatir tentang keadaan mu dan khawatir juga akan berpengaruh kepada kehamilan mu tentang perbincangan orang-orang yang akan mempengaruhi kehamilan mu." Khawatiran paman memang sempat aku khawatirkan. Tapi, hal itu sudah aku terima meski memang harus terjadi.
Tapi pada kenyataannya sampai usia kehamilan ku begitu besar tidak ada hal ataupun orang-orang yang mencemooh tentang diriku yang hamil tampa seorang suami, mereka malah terdengar beranggapan buruk kepada Darwin tentang pria yang tidak bertanggung jawab atas kehamilanku.
Meski aku juga tidak tau jika Darwin mengambil hal resiko seperti itu hingga membiarkan semua orang mandang buruk dirinya. Sekilas aku teringat akan ucapan dia saat selesai kami bercinta di atas tempat tidur.
"Katakanlah aku buruk di mata orang-orang. Tapi tidak dengan diri mu, aku akan memastikan kamu baik-baik saja tanpa terbawa nama baikku yang sudah memburuk di daerah ku ini." Ucapan yang pernah di katakan oleh Darwin benar-benar dia penuhi tanpa mencoba untuk memperburuk nama baikku.
Apalagi kehamilan ku begitu mendapat banyak doa dari orang-orang sekitar yang ikut prihatin atas kehamilan lu yang sama sekali mendapatkan tanggung jawab dari Darwin.
Sempat merasa bersalah tapi aku berterima kasih kepada pria itu yang berani mengambil resiko nama dia yang buruk dan kehamilan ku tetap baik-baik saja, hingga suatu malam kehamilan ku yang sudah sangat besar. Aku merasa tidur ku sama sekali tidak membaik, perasaan gundah gulana dan juga rasa panas di ruangan seakan memuncak membuatku tidak bisa tidur sama sekali.
Apalagi bayi di kandungan ku sudah teramat berat hingga aku malas bangun dari tidur ku. Naya yang memang selalu menemani ku tertidur, dia merasa terganggu dengan apa yang terjadi kepadaku.
"Kau ini pasti merasa kepanasan, seperti apa yang aku rasakan kali ini," gerutu Naya.
"Iyaa, rasanya alu tidak bisa tidur seperti ini dan juga kenapa bayi ku ini semakin berat," ucapku.
"Tentu saja berat! Lihatlah perut mu ini membesar begitu saja. Kata Umi perut yang sudah menginjak 9 bulan ini tidak akan lama lagi melahirkan, biar aku jadi bidan mu," ucap Naya.
Rasa ingin tertawa saat Naya mengatakan seperti itu. Tapi, setidaknya dia meringankan perasaan yang saat ini aku rasakan. Naya mencoba membantu ku bangun dari tidur hingga aku terkejut saat sesuatu terjatuh di bawah sana, membuat ku terkejut hingga Naya pun ikut terkejut dan khawatir akan kondisiku.
"Biar aku panggilkan Umi!" Serunya di balas anggukan oleh ku, hingga aku mencoba untuk memperbaiki posisi tidur ku dam mengusap-usap perut yang sudah sangat besar. Rasa panas di bagian intim begitu sangat nyata dan juga punggungku sangat panas sekali hingga sesak nafas.
Terlihat Umiya dan Naya sudah kembali masuk kedalam kamar.
"Sepertinya akan melahirkan." Ucapan Umiya membuatku terkejut, aku tidak tau harus melakukan apa dalam kondisi aku yang benar-benar akan melahirkan.
Umi dan paman begitu pun dengan Naya membawaku ke klinik yang biasa aku memeriksakan kondisi kandungan ku. Kebetulan Dokter disana juga masih terjaga, hingga aku di tangani oleh mereka. Tapi, perasaan kali ini terasa begitu hangat ketika melihat khawatiran antara Umi, Naya dan pamanku. Tapi, lebih membuatku begitu hangat kembali saat bibi-bibi ku yang lain juga ikut serta hadir datang kesana, membuatku merasa begitu di anggap keberadaannya. Hingga aku yakin akan melahirkan seorang bayi kali ini.
Masuk dan membiarkan keluarga ku menunggu di luaran sana. Aku kini berhadapan dengan beberapa perawat dan satu dokter yang selalu memeriksa keadaaan kehamilanku.
"Tarik nafas dalam-dalam dan buang. Biarkan kami yang menanganinya, kamu harus mengikuti instruksi kami." Ucapan dokter dibalas anggukan oleh ku, hingga aku tidak terasa sekitar 3 kali menarik nafas. Suara tangisan seorang bayi membuat ku merasa lega hingga air mata terjatuh begitu saja membuat merasa bangga kepada diri ku sendiri bisa mempertahankan benih yang di tinggalkan oleh Samuel, meski aku tidak tau keberadaannya dimana.
"Alhamdulillaah, bayi perempuan yang begitu sangat cantik." Ucapan dokter membuat perasaanku begitu lega, menangis dan aku tertidur begitu saja.
Sempat aku bermimpi bertemu dengan kedua orang tuaku. Ternyata perasaan itu sempat alu rasakan dengan cinta dan kerinduan ku kepada mereka, hingga membuatku terbangun saat aku mengejar mereka di alam mimpi.
Aku terkejut ketika berada di sebuah ruangan dengan seluruh keluargaku berada disana. Hanya kedua orang tuaku yang tidak ada disana.
"Lihatlah, apa kataku, bukankah anak perempuan yang lahir. Dia bahkan sangat cantik!" seru Naya. Aku mengangguk membalas ucapannya.
"Kamu sudah sangat berjuang." Ucap Umiya dia memberikan segelas air teh yang cukup manis untuk aku minum.
Asi pertama aku berikan kepada bayi perempuan ku hingga selama 3 hari berada di sebuah klinik bersalin, aku merawat bayi dengan sangat baik di bantu oleh Umiya.
"Mantan suami mu itu bahkan sama sekali tidak berniat untuk menemui, yah?!" seru tante berjalan menghampiriku.
"Biarkanlah, bukankah di antara kami sudah tidak ada hubungan.." balas ku.
"Meski tidak ada hubungan, tetap saja dia adalah ayahnya!" Seru tante ku lagi.
Tidak ada yang menjawab di antara kami termasuk aku. Aku hanya diam dan mengacuhkan ucapan dari tanteku itu. Dia yang merasa kesal di acuhkan memilih untuk pergi tapi berbalik bertanya kepadaku.
"Kau menggunakan uang ku untuk persalinan ini! Jangan lupa membayarnya!" Tegas tanteku. Aku terkejut mendengar ucapan dari tanteku itu. Meski dia memperhitungkannya, tapi tetap saja bersedia untuk mengambil alih biaya klinik.
"Umi tidak tau kamu menyimpan simpanan mu dimana?! Jadi, terpaksa Umi meminta bantuan tante mu," ucap Umiya.
"Iyaa tidak apa-apa Umi. Setidaknya tante dapat membantu ku," balasku.
Setelah dokter mengatakan bahwa kamu sudah di perbolehkan untuk pulang, pada akhirnya aku dengan bayi ku kini sudah berada di rumah dengan deretan warga sekitar menjenguk keadaan kami.
Terasa begitu ramah mereka menyambut kedatanganku hingga aku memberikan uang untuk mengganti biaya bersalin ku dan juga keperluan selama melahirkan kepada Umiya.
ATM yang di berikan oleh Darwin, aku memang tidak pernah memeriksanya. Terlebih lagi aku sama sekali tidak ingin menggunakan uang yang tidak seharusnya aku miliki.
Naya selalu menemani ku dan juga dengan bayi kecilku kali ini. Hingga suatu hari tante datang menghampiri kami duduk di samping bersama dengan keluarganya, ada Umiya juga disana.
"Kau harus tau bahwa mengurus seorang anak itu harus di lakukan oleh orang yang benar-benar pengalaman dan juga sebaiknya kamu fokus mencari pekerjaan saja, biarkan bayi mu ini tinggal bersama dengan ku, aku akan mengurusnya dengan sangat baik!" tegas tante.
Aku terkejut ketika mendengar ucapan dari tante ku itu.
"Jangan terlalu banyak berpikir, kau tau sendiri kehidupan di zaman ini tidaklah mudah. Hanyalah uang yang dapat berbicara dari segala hal, aku tau kamu bahkan tidak bisa menangani ataupun mempertahankan suami mu itu karena kondisi dirimu bukanlah orang berada, melainkan Darwin jauh lebih leluasa dan berkuasa untuk memperlakukanmu dengan sesuka hatinya." Ucapan tanteku sedikit masuk akal, tapi dugaannya sama sekali tidak benar.
Darwin bahkan sama sekali tidak pernah merendahkan ku, apalagi membuat diri ku kesulitan. Hanya saja ungkapan tentang seseorang yang memiliki status jauh lebih tinggi memang adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan di zan seperti ini. Tapi, aku tidak mungkin membiarkan bayi ku hidup tanpa aku sendiri yang membesarkannya.
"Bagaimana? Jangan pernah berpikir jika Uwamu ini akan selalu membiayai mu, apalagi dengan kondisi keuangannya yang seperti ini! Kau tidak tau Uwa mu ini memiliki anak berapa? Dia bahkan memiliki tanggungan yang begitu banyak. Apa kamu dengan teganya menambah segala kesulitan untuknya?!" Ucapan tanteku lagi.
"Hey, aku sama sekali tidak keberatan dengan keponakan ku! Apalagi ditambah dengan cucu ku, itu tidak masalah bagi ku!" Tegas Umiya. Aku semakin terdiam tidak tau harus melakukan apa, tapi ucapan tante ku memanglah sangat benar.
Aku menoleh kearah tante ku itu, wajahnya tidak pernah bisa aku artikan maksud dan tujuannya. Tapi aku melihat Umiya dengan tulus menyayangiku. Tapi aku tidak berani menambah kesusahan di dalam kehidupannya.
"Baiklah, setelah aku memberikan Asi kepada anakku ini selama 1 tahun atau setidaknya 3 bulan, aku akan mempersiapkan diri untuk mencari pekerjaan!" Tegasku.
"Iyaa, itu jauh lebih baik." Angguk tante itu.
Terlihat Umiya sama sekali tidak bisa berkata-kata tentang keputusanku. Naya dia juga hanya bisa mendengarkan percakapan kami tanpa memberi petunjuk apapun dengan perbincangan di antara kami.
Setelah perbincangan diantara tante ku dan juga keluarga, aku terdiam dengan bayi di pelukan ku sedang menikmati makanannya. Asi yang ku berikan begitu banyak dan memuaskan bayiku.
"Kamu yakin dengan keputusan mu untuk pergi bekerja?" tanya Naya di sampingku.
"Aku tetap harus melakukannya, karena bayi ku memang membutuhkan biaya yang cukup banyak dan keperluan diri ku juga," balasku
"Baiklah, tapi kamu mau bekerja apa dan dimana?" tanya Naya.
"Biar aku pikirkan nanti!" tegasku.
"Baiklah! Tapi jangan memaksakan diri. Kau disini juga tercukupi, yaa meski hanya dengan makanan sederaana setidaknya kita semua sehat!" tegas Naya.
Aku kira Naya sama sekali tidak memahami perbincangan diantara kami, tapi ternyata Naya berpikir terlalu jauh tentang apa yang aku pikirkan.
Aku kira Naya sama sekali tidak memahami perbincangan diantara kami, tapi ternyata Naya berpikir terlalu jauh tentang apa yang aku pikirkan.
Perasaan diri ku kali ini tidak bisa aku ungkapkan ketika mengingat semua yang dikatakan oleh tanteku adalah kebenaran dari kehidupan. Aku harus berpikir untuk mencari pekerjaan termasuk membiayai kehidupan anakku kali ini.
Sudah sekitar 1 bulan dari perbincangan antara aku dengan tanteku. Aku sudah mulai bisa pergi kemana-mana, di perbolehkan berjalan kaki dan juga pergi kepasar.
Aku menitipkan bayi ku kepada Umiya dan pergi kepasar membeli keperluan di dapur, hingga aku terpikirkan untuk pergi ke ATM memeriksa kartu ATM yamg sempat di berikan oleh Darwin. Saat sampai disana, aku bertemu dengan seorang pria yang seharusnya tidak aku temui lagi.