Pov 1 Icha "Mantan Suami"

2926 Words
Pria yang sudah selama hampir setengah tahun menjadi suamiku bahkan mengisi hari-hari redup menjadikan aku sedikit ada harapan. Jantung masih berdetak hebat ketika berhadapan dengannya, perasaan canggung dan juga rasa malu karena ulahku sendiri pernah mengecewakan nya, adalah hal yang sama sekali tidak ingin aku bertemu dengannya lagi. Apa yang aku harus katakan ketika bertemu dengan mantan suami yang pernah memanjakan aku dan juga aku kecewakan karena kebohonganku? Rasanya, ingin menyusupkan diri ini ke dalam kamar tanpa berharap bertemu dia lagi. Darwin menatapku dengan sangat tajam berdiri saling bersitatap dengan satu sama lain, hingga dia berjalan menghampiriku. Dia juga terlihat ragu-ragu hendak berbicara padaku. "Bagaimana keadaan mu? Apakah bayi mu baik-baik saja?!" Sapa Darwin begitu sangat lembut bahkan jauh dari biasanya. Aku tidak tau harus menjawabnya dengan nada seperti apa. Tidak percaya jika pria yang berdiri di hadapan ku adalah seorang Darwin, pria yang selalu berbicara dengan nada yang sangat tinggi di hadapanku. Apalagi selalu menjamahku tanpa henti jika bersama denganku saja. "Aku baik-baik saja, apalagi bayi ku," balasku, meski sangat enggan sekali aku menjawab pertanyaanya. Apalagi berhadapan lagi dengan pria yang sudah aku kecewakan. Saat Darwin hendak berbicara lagi kepada ku, tiba-tiba seorang wanita merangkul tangannya menghampiri kami. "Siapa dia, Sayang?" tanya wanita itu. "Teman lama," jawab Darwin. "Hmm." "Apa sudah selesai?" tanya Darwin. "Ya, kita pulang?" balas wanitanya. "Baiklah," angguk Darwin beralih melihat ke arah ku dan berpamitan, begitupun dengan wanitanya, menatapku dengan pandangan yang tidak bisa aku mengerti. Aku hanya bisa menggidikan bahuku dan memahami apa yang di bicarakan oleh Darwin. Mantan suami ku itu pergi dengan isyarat berpamitan kepada ku, di balas anggukan olehku hingga aku memilih berjalan masuk kedalam mesin ATM dan memeriksa ATM yang ada di tangan ku. Betapa terkejutnya diriku saat sebuah nominal uang begitu sangat banyak, ada sekitar 20 juta di dalam ATM itu. Membuatku terkejut hingga aku ingin sekali berlari dan mengejar Darwin mengucapkan terima kasih yang begitu besar kepadanya, yang sudah baik memberiku biaya untuk kehidupanku. Kali ini aku tidak ingin membiarkan kesempatan ini hingga aku akan menggunakan uang ini sebaik mungkin, sebagai janjiku kepada mantan suamiku itu. Setidaknya, ada hal yang dapat aku ingat akan pria yang pernah ada saat aku kebingungan bahkan hingga sekarang, yang menanggung cemoohan dari warga adalah Darwin yang tidak bertangging jaeab tanpa mengakui anak yang di kandungku, padahal pada kenyataannya, memang putriku bukan anak Darwin. Melainkan anak Samuel yang entah dimana keberadaannya. Tapi yang aku herankan, Darwin sama sekali tidak membantah dan juga tidak mencoba untuk menjelaskan pada mereka yang beranggapan buruk padanya demi diriku. Dia bahkan malah meninggalkan beberapa uang dan ATM yang begitu berguna bagiku. Apa aku yang salah karena membohonginya, apalagi memanfaatkannya untuk menutupi kehamilanku? Penyesalan sudah terlambat jika meminta maaf padanya yang sudah hidup bersama wanita barunya. Aku hanya berharap dia memaafkanku dan menjadi pria bahagia dengan wanita yang tepat. Tak perduli akan apa yang terjadi antara aku dan Darwin lagi, aku bergehas masuk dan mencoba menuai harapan pada sebuah kartu yang ada di tanganku dari Darwin. Setelah memeriksa ATM itu, aku kembali ke rumah dan memberikan belanjaan yang sudah ku beli di pasar kepada Umiya. Kali ini aku terpikirkan tentang pekerjaan untuk melamar di sebuah perusahaan yang sedang ramai diperbincangkan oleh semua orang di daerahku. Bekerja disebuah perusahaan adalah jalan terbaik untuk kami para wanita yang bersedia bekerja di perusahaan itu Mencoba untuk mencari tau persyaratan agar bisa masuk ke perusahaan itu, aku mengobrak-abrik file-file yang aku miliki dan harus aku sediakan membuat resume untuk melamar ke sebuah perusahaan yang cukup besar di kota ku. Dukungan Naya dan Umiya begitu sangat jelas dan terasa saat mereka juga ikut serta menyiapkan segala hal termasuk merawat bayi kecilku yang sudah mulai tumbuh kali ini. Aku mencoba untuk mempersiapkan segala hal dan mencari orang yang dapat membantu ku masuk ke sebuah perusahaan dan pergi bersama melamar pekerjaan di perusahaan itu. Setelah berbincang dan berdiskusi dengan Uwa Umiya, aku masuk ke dalam bersama dengan bayi kecil ku yang sudah berusia sekitar 1 bulan lebih. Akan terasa berat jika perasaan seperti ini hilang begitu saja, saat aku harus mencoba untuk memberikan s**u formula untuk anak ku sendiri. Padahal Asiku juga masih banyak, tapi untuk membiasakan putriku ini agar terbiasa dengan meminum s**u formula dengan terpaksa aku harus memberikan dia asupan dari s**u yang di sediakan olehku. Meski aku merasa berat tapi hal ini tetap harus aku jalani dimana kebutuhan hidup antara aku dan putriku berada di tanganku sendiri. Meski tidak percaya dengan semua ini tapi aku benar-benar sudah bukan seorang diri lagi, melainkan memiliki seorang anak yang harus hidup dengan segala dukunganku. Aku bergegas menidurkan putri tercintaku ini di atas tempat tidur. Berjalan memeriksa berkas-berkas yang akan aku persiapkan untuk melamar pekerjaan di sebuah perusahaan, kebetulan tadi siang ada teman seangkatan sekolahku yang juga berniat untuk pergi melamar pekerjaan di sana. Hingga dia menawarkan tumpangan untuk pergi melamar bersama. Tidak lupa juga aku meminta doa kepada Uwa Umiya, tapi lebih tepatnya kepada Tuhan yang selalu menemaniku mendukungku bahkan selalu ada di setiap aku tengah kebingungan. Sepanjang malam aku menyiapkan surat persyaratan untuk melamar sebuah perusahaan termasuk sebuah materai yang sedikit tidak masuk akal tapi memang di minta oleh mereka untuk sebagai alat transaksi melamar di perusahaan itu. Sepanjang malam mengisi data dan juga merapikan resume yang akan aku bawa untuk melamar bekerja. Sesekali aku lihat putriku yang tertidur lelap seakan-akan dia mendukung apa yang sedang aku lakukan. Kali ini aku sangat yakin dengan apa yang aku lakukan adalah hal yang sangat baik dan harus aku ambil ketika melihat bayi kecil ku semakin hari semakin tumbuh. Maka dari itu memiliki sebuah pekerjaan adalah hal yang harus aku tempuh untuk menjalani kehidupan yang jauh lebih baik bersama dengan anakku. Setelah selesai tak lupaku buat alarm sesuai waktu untuk terbangun sangat pagi sekali aku harus pergi bersama dengan teman ku melamar dan datang ke perusahaan itu. Mencoba untuk tertidur tapi saat aku terlelap sebentar sekali, tiba-tiba putri ku terbangun karena kehausan. Sangat mudah bagi seorang ibu menyusui ketika bayimu itu bangun di tengah malam, aku hanya cukup mendekapnya dan memberinya Asi sesuai dengan permintaannya, hingga ia terlelap tidur aku pun ikut tertidur bersamaan dengannya. Pagi sekali aku sudah terbangun, bukan alarm yang membangunkanku melainkan putri kecilku, dia terbangun dan mengharuskan aku mengganti popoknya. Hingga aku memilih untuk bergegas membersihkan tubuh bersembahyang dan bersiap pergi setelah aku menitipkan putriku. Uwa Umiya yang juga sudah menyiapkan sarapan untukku. Ada Naya yang juga ikut bersemangat kali ini, dia selalu memberiku semangat yang begitu nyata hingga wajah cerianya membuatku semakin bersemangat tanpa ada keluhan meski kehidupan begitu nyata membuat orang lain tampak terpuruk termasuk apa yang terjadi kepadaku. Kebetulan uang yang ada di ATM Darwin sempat aku ambil untuk membuat berkas-berkas melamar juga sebagai ongkos aku kesana kemari, bolak balik ke perusahaan pikirku. Berdiri di depan perusahaan yamg bahkan sama sekali tidak ada orang yang melamar disana. Ternyata kami datang sangat pagi sekali hingga mendahului para pedagang juga termasuk seorang security. "Ternyata kita terlalu bersemangat, sampai-sampai pagi sekali sudah datang," ucap Eva teman seperjuanganku untuk melamar kali ini. "Ya, sepertinya kita terlalu bersemangat hingga perusahaan belum buka pun kita sudah berada disini," ujarku di balas anggukan Eva. Berbincang bersama dengan Evamenceritakan tujuan masing-masing dari kami ketika berencana untuk mencari pekerjaan terutama demi kebutuhan dan juga tuntutan yang sama-sama kami alami. Eva juga menceritakan bahwa dia memiliki seorang anak dan suami yang sama sekali tidak bekerja sehingga dia terpaksa harus dengan sendirinya mencari uang tambahan demi masa depan mereka berbicara kesana kemari. Hingga melupakan kami bahwa wa semua orang termasuk karyawan yang ada di perusahaan sudah berdatangan sehingga ada begitu banyak orang kali ini di hadapan kami perasaan canggung hingga deg-degan saat kami para pelamar diperintahkan untuk bersiap-siap karena pintu gerbang sudah dibuka dan bersiap untuk menerima para pelamar. Cukup lama, kami menunggu disana hingga pintu gerbang di buka. Tapi kami yang sebagai seorang pelamar di minta oleh para security untuk menunggu setelah para karyawan masuk lebih awal. Duduk sangat jauh seorang security dengan tubuh yang sangat tinggi memanggil kami berdua. "Kalian yang sudah dari pagi ada disini, kan? Karena kalian menggantikan ku untuk menjaga perusahaan, aku akan mengizinkan kalian masuk lebih awal. Kemarilah daftarkan diri kalian dan ikuti prosedur dalam lamaran." Seketika saat mendengar ucapan security itu membuat aku dan Eva tampak bahagia hingga kami sama sekali tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. "Kamu duluan!" seru Eva. Di balas anggukan oleh ku, Eva tersenyim ikut bersemangat. Melamar pekerjaan begitu teliti dengan data yang harus kami isi begitu lengkap hingga dapat mempermudah mereka untuk tahu data seseorang. Mengisi formulir dan data diri kami hingga segala persyaratan untuk melamar di perusahaan itu cukup mudah kami lewati, di ikuti oleh beberapa orang lainnya hingga kami berada sebuah gedung terbuka dan acara lamaran di mulai disana, dimana para pembina menyerukan persyaratan untuk bekerja di perusahaan itu. Ternyata perusahaan itu memproduksi sepatu import yang berkualitas tinggi hingga membuat semua orang terkagum ketika dapat bekerja di perusahaan yang menjamin itu. Tanpa ragu-ragu aku selalu mengikuti instruksi dari mereka hingga saat aku meyakinkan diri mengisi tes dan interview yang di lakukan oleh mereka juga termasuk diri ku hingga aku yakin bahwa semua isi jawaban ku adalah yang terbaik. "Kenapa kamu tersenyum-senyum seorang diri?" Tanya Eva. "Entahlah, rasanya begitu menyenangkan ketika kembali seperti kita dimasa sekolah. Memasuki tes ujian termasuk tes tertulis seperti yang terjadi tadi," ucap ku. "Iyaa iyaa, aku tau kau lebih cerdas dari yang lainnya. Tapi, setidaknya pekerjaan kita kali ini adalah pekerjaan yang melelahkan bukan sedang menunjukan betapa pandainya otak kita," ucap Eva. Ucapan Eva memang sangat benar. Di perusahaan ini kita hanya mengutamakan tenaga, benar atau tidaknya kita mengisi tes tertulis itu sangatlah tidak berpengaruh bagi siapa pun. Cukup lama kami menunggu hasil tes itu keluar, bahkan beberapa kami juga melakukan tes kesehatan, hingga aku juga mengikuti tes tersebut. Tanpa menunggu lama sekitar pukul 2 siang setelah lamanya kita beristirahat, sebuah pengumuman keluar dan menyatakan bahwa siapa pun namanya yang tertulis di kertas itu, merekalah yang diterima di perusahaan itu. Termasuk seragam dan sebagainya sudah tertera disana. Perasaan yang tidak karuan bahkan jantung berdebar sangat kencang membuat ku tidak bersabar untuk melihat kertas pengumuman itu yang ditempel di mading didekat pos interview. Dari deretan awal belum terlihat atas nama ku, hingga pas pertengahan ada tulisan nama cantik Anisa Hanifa tertulis dengan sangat rapi membuat aku seketika tersenyum termasuk Eva yang kegirangan, dia juga ikut serta diterima bekerja di perusahaan itu, membuat ku begitu bersyukur dan bersemangat hingga kami saling berpelukan satu sama lain. Seorang wanita memanggil masing-masing nama kami hingga seragam bekerja termasuk kartu identitas kerja disana sudah kami dapatkan. Dua hari kemudian kami sudah di perbolehkan untuk masuk bekerja tepat waktu dan sesuai apa yang di janjikan disana tertera juga upah yang akan mereka berikan. Tapi, hal yang paling mengejutkan bagi ku adalah ketika aku menandatangani sebuah kontrak tertulis disana dengan nominal gaji dan juga segala hal yang tertera disana dan juga jaminan membuat ku merasa bersemangat hingga tanpa ragu-ragu aku menandatangi kontrak prakerja itu dengan semangat menggebu-gebu. Termasuk Eva, dia juga begitu bersemangat hingga kami benar-benar bekerja di perusahaan itu dalam 1 hari kembali pulang dengan raihan prestasi yang sangat jarang terjadi, bisa masuk dengan satu lamaran satu kali saja itu adalah hal yang begitu menyenangkan di dalam kehidupan kami. Cukup tidak masuk akal ketika keluarga ku mendengar kabar dariku, terutama tante ku mereka sama sekali tidak percaya jika aku benar-benar sudah di terima di perusahaan itu tanpa bantuan dari mereka apalagi mereka mengulurkan bantuan keuangan. Hingga pada akhirnya aku memberikan surat prakerja kontrak perjanjian ku dengan perusahaan aku berikan kepada mereka. Barulah mereka percaya dan kami bersepakat untuk membiarkan putriku di asuh oleh tante. "Syukurlah, kamu benar-benar beruntung dalam pekerjaan sama sekali tidak mempersulitmu dan juga hanya dalam sekejap sudah bisa bekerja," ucap Umiya di balas anggukan bahagiaku. Meski Uwa Umiya sanggup tapi dia juga memiliki anak yang begitu banyak hingga aku tidak bisa merepotkannya lagi, meski terasa berat tapi aku tetap harus menitipkan putri ku kepada mereka yang bersedia untuk mengurusnya. Hingga saat aku kembali tanteku berdiri dan berteriak dengan nada yang sangat tinggi. "Heh! Aku tidak mau yah jika anak mu ini tanpa alat-alat apalagi popok yang cukup!" Teriak tante ku. Aku terdiam dan tidak mengerti apa maksud dari tante tapi, aku memilih untuk menyetujui segala permintaannya tentang segala fasilitas yang harus aku penuhi untuk putri ku sendiri. Aku berikan beberapa uang untuknya dan juga kebutuhan bayiku tinggal bersama dengannya. Memutuskan untuk tinggal disebuah kontrakan dekat perusahaan, aku ambil kali ini. Meminta izin kepada tante dan juga Umiya aku hidup di sebuah kontrakan petak yang cukup hanya untuk satu orang saja. Eva dia memiliki orang tua yamg cukup baik hingga dia masih di antar jemput oleh ayahnya. Lain denganku, aku hanya perlu tinggal disebuah kontrakan bekerja dengan baik dan juga segala hal yang membuatku kesulitan dan berbekal uang dari Darwin yang tinggal sedikit. Bekerja dari pertama memang sangat melelahkan bahkan para senior begitu mempersulit diri ku hingga tumpukan pekerjaan ada di hadapanku kali ini. Tapi, beruntungnya aku memiliki suasana hati yang sangat baik dan bersemangat hingga banyak pekerjaan selesai begitu saja tanpa mempersulit kehidupanku. Mereka yang memperhatikan kinerjaku berbalik bersikap ramah kepadaku, hingga tidak ada lagi di antara mereka yang berani untuk membuatku kesulitan dalam bekerja. Selama bekerja di perusahaan itu suasana hati ku selalu baik hingga satu bulan sekali aku pulang ke rumah Umiya setelah mendapatkan gajih pertama yang cukup besar. Tapi, benar-benar tidak pernah terpikirkan oleh ku jika tanteku mengambil alih segala hal yamg seharusnya aku miliki yaitu ATM milikiku di pegang olehnya. Aku memberikannya tanpa protes karena aku tau ada seorang bayo di tangan dia yang memang membutuhkan biaya yang cukup banyak untuk kebutuhannya. Sampai aku kebingungan tentang kebutuhanku selama satu bulan di rumah kontrakan. Kehidupan yang begitu miris aku jalani hingga suatu saat aku bertemu dengan seorang teman satu pekerjaanku, bukan Eva tapi teman lainnya bernama Riana. Riana adalah seorang gadis berpenampilan sangat cantik dan molek membuat para pria terkagum akan dirinya begitupun dengan aku. Aku tidak memiliki kesempatan untuk mengurus tubuhku, dibandingkan orang lain aku malah sibuk mencari kesana kemari kebutuhan rumah. "Cha, kamu sangar cantik. Tapi, kamu tidak enak di pandang," ucap Riana. "Benarkah? Hmm, akan jauh lebih baik jika orang lain tidak begitu menyukai memandang ku," balasku. "Sialan! Wanita harus tampil cantik meski sedang dalam bekerja. Bagaimana ada pria yang tertarik kepada mu, jika penampilan mu tetap seperti itu!" seru Riana. "Aku tidak peduli akan hal itu! Tidak di lihat oleh mereka pun bagi ku tidak masalah," balasku. "Kau akan merasakannya nanti, jika sama sekali tidak ada pria yang tertarik kepada mu," ucap Riana. Aku hanya mengabaikannya tanpa peduli tentang penilaian Riana tentang diri ku. Dia terkenal dengan reputasi yang buruk karena selalu ikut campur akan kehidupan orang lain. Banyak sekali yang membicarakannya dan tidak ada hal baik jika berdekatan dengannya. Meski aku abaikan, Riana selalu mencari perhatian dariku, berdiri dan selalu menyapa tanpa ragu-ragu, meski aku sudah mengacuhkannya. Sepanjang hari aku menjalani pekerjaan hidup lembur disebuah kontrakan, pulang ke rumah melihat bayi kecilku yang semakin tumbuh. Aku juga keteteran untuk membiayainya, gajih di perusahaan sangat tidak cukup jika untuk membeli kebutuhan putriku termasuk membayar sang pengasuh. Sehari setelah aku menjadi seorang pekerja masuk ke sebuah toko, aku bertemu dengan Alex, dia tampak bahagia meski ada begitu banyak hal yang ingin dia katakan padaku. Meski ingin pergi mengacuhkannya, tapi dia tetap menghampiriku dan aku menanggapinya. "Bolehkah aku berbicara dengan mu Cha?" Tanya Alex. "Baiklah tapi aku tidak bisa berlama-lama ada anak ku yang harus aku jaga," balasku. "Baiklah aku tidak akan berlama-lama," angguk Alex. "Ada apa?" tanyaku. "Cha, apakah benar itu adalah bayi dari pria itu?" tanya Alex dengan ragu-ragu. "Maksud mu pria apa, hmm?!" Aku mencoba untuk bertanya kembali menanggapi pertanyaan dari Alex, meski aku tau maksud dari pertanyaannya. "Apakah benar dia anaknya, Darwin?" Tanya Alex. "Jika benar, kenapa? Jika bukan, kenapa?" balasku. "Cha, aku bertanya sungguh-sungguh kepadamu, jika itu adalah anak Sam bukankah seharusnya kamu minta pertanggung jawaban dari dia! Bukan malah menikah dengan orang lain?!" Pertanyaan Alex membuatku tertegun hingga aku tidak bisa berkata-kata. "Dengar, dia adalah anakku! Mau ayah dia siapa, yang aku tau dia adalah anak ku. Aku tidak peduli tentang ayahnya, yang aku tau saat ini adalah aku bersama dengan putriku!" tegasku. "Tapi Cha, tidak kah seharusnya kamu memberitahu Sam tentang semua ini?!" Tanya Alex. "Tentang apa? Tentang dia meninggalkan aku begitu saja? Tentang dia yang sama sekali tidak berbicara atau mencoba untuk menghubungiku? Tentang dia yang bahkan sama sekali tidak mencoba untuk menjelaskan hal yang seharusnya aku dengar sebelumnya?!" Aku mencoba untuk berbicara meski ada rasa sakit di dalam hati tentang ucapanku. Apalagi mengingat semua yang sudah terjadi hingga aku benar-benar memiliki seorang putri kali ini. "Baiklah, apakah kamu memerlukan sesuatu? Aku bisa membantu mu, mungkin jika kamu berbicara aku juga bisa mengatakannya kepada Sam?!" Tanya Alex. "Memangnya sudah berapa lama alu tanpa Sam! 1 tahun, 2 tahun? Bagi ku kehidupan ku baik-baik saja meski tanpa dia, meski tanpa uluran tangan dia, meski tanpa kekayaannya. Aku tetap seperti ini, bahkan aku memiliki seorang putri yang juga kehidupannya lebih baik. Jadi, aku tidak memerlukannya," balasku. Alex terdiam, aku tidak mencoba mendengarkan ucapannya lagi dan memilih pergi begitu saja tanpa berpamitan kepadanya. Apalagi berbicara dengan baik-baik kepada teman sekolahku itu. Meski ada perasaan yang membuatku sakit, tapi aku merasa apa yang aku katakan adalah hal yang sangat tepat untuk menegaskan tentang kondisi ku kali ini kepada orang-orang yang terlalu mudah untuk merendahkanku. Bahkan mengabaikan ku begitu saja meski seorang Darwin sekali pun. Tapi, dia masih memiliki tanggung jawab hingga meninggalkan satu kartu ATM dan juga aku yakin Darwin bahkan masih mengisi ATM itu tanpa sepengetahuanku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD