"Cha, apa kamu jauh lebih baik sekarang?" tanya Tuan Angga.
"Hah, aku ...."
"Kenapa? Apa kamu takut padaku?" sela Tuan Angga menoleh ke arahku.
"Aku ... Sebenarnya takut saat kamu menganggapku sebagai wanita malam," jelasku.
"Hahaha, kau ini benar-benar menggemaskan!" seru Tuan Angga.
"Kenapa, bukankah begitu?" tanyaku.
"Sayang, siapapun akan beranggapan seperti itu jika melihat kamu berjalan dengan wanita seperti Siska!" seru Tuan Angga.
Seketika aku terdiam mencerna ucapannya dan teringat pandangan dan orang-orang yang berbisik saat melihat aku berjalan dengan Siska di galeri dengan sorotan dan pandangan tidak menyukai kami.
"Pantas saja," gumamku.
"Kenapa?" tanya Tuan Angga.
"Tidak ada, hanya saja kau benar. Saat aku pertama kali datang ke galeri bertemu denganmu. Sebelumnya begitu banyak sorot mata dan pandangan aneh dari banyak orang terutama pengunjung," jelasku mengingat hari saat pertama kali bertemu Siska dan menghabiskan waktu bersama Tuan Angga.
Tanggapan dan gelak tawa Tuan Angga terdengar begitu membuatnya penuh perasaan jauh lebih baik dari sebelumnya. Dengan dia yang hanya berdiam diri tanpa kata dan acuh kepada orang-orang yang ada di sekitarnya hingga bersamaku kali ini.
"Tentu saja mereka akan berpikiran seperti itu, jika kamu terlihat jauh lebih cantik dibandingkan wanita yang mencolok yang sudah terbiasa keluar masuk galeri, antara mereka tertarik kepadamu atau mencemooh mu itu hanyalah waktu yang akan menjawabnya. Tapi selama kau bersamaku, aku pastikan kau akan baik-baik saja dan tidak akan mendapatkan kan masalah dunia yang tidak bisa kita duga ini," ucap Tuan Angga.
"Memangnya apa ada yang jauh lebih mengerikan?" tanyaku.
"Tidak semua orang yang berpenampilan baik sepenuhnya tulus. Melainkan ketulusan seseorang itu adalah hal yang tidak mungkin didapatkan, sebaiknya kau belajar menilai menilai seseorang terlebih dahulu baru berkomunikasi dengannya. Semakin kau berjaga jarak dengan mereka kita akan semakin membuat kehidupanmu jauh lebih baik."
Meski aku tidak memahami apa yang dikatakan oleh Tuan Angga, tapi aku memilih untuk mengangguk untuk menanggapinya hingga dia menggenggam erat tanganku sembari menatap dengan pandangan lembut ke arahku.
"Jujur saja, aku bukankah perasaan dan sikap untuk menanggapi kamu sebagai wanita malam Melainkan aku ingin menjadi bagian dari penerang dirimu yang juga dilanda masalah seperti yang ku dapatkan. Maukah kamu menghabiskan waktu dan ruangmu untuk bersamaku?" tanya Tuan Angga.
Pria dengan sentuhan tangannya yang sangat lembut dan juga pandangan nya tidak asing bagi diriku seakan-akan aku melihat sosok Alex, hingga tanpa kusadari aku menarik dengan Angga kepelukanku dan mencium bibirnya aku tahu situasi saat ini. Tidak akan membuat kami kesulitan ketika berada ada di suatu tempat yang sangat sepi dengan pemandangan lautan hutan hijau di hadapan kami.
Aku dengan Tuan Angga berada saling berbalas ciuman satu sama lain hingga aku menghentikan aktivitas ciuman kami dengan deru nafas yang hampir habis. Hingga saling bersitatap satu sama lain dengan Tuan Angga.
"Kau sudah pandai berciuman bahkan jauh lebih baik dariku?" tanya Tuan Angga.
"Kau bahkan jauh lebih menggemaskan ketika begitu banyak berbicara, hingga aku ingin memakan bibirmu yang sedari tadi bergerak!" aku merutuki diriku yang berkata hal seperti itu, tapi tetap penuh percaya diri menatap Tuan Angga hingga aku duduk di pangkuannya.
Kembali mencium bibirnya begitupun dengan Tuan Angga, dia membalas ciumanku hingga menekan pinggang sembari meremas rambutku untuk memperdalam ciuman kami. Aku takut ketika sesuatu di bawah sana tampak mengeras membuatku tersadar dengan apa yang sudah kulakukan, membangunkan sesuatu hingga membuat aku terkejut dan melepas ciuman kami berdua menatap tajam dan menyesali saat aku malah mencoba untuk menggoda Tuan Angga di siang hari.
"Hahaha, bagaimana apakah kamu terkejut dia sudah sangat lama sekali tidak pernah terbangun. Apakah aku boleh untuk memakanmu?" ucapan Tuan Angga dengan gelak tawanya tersenyum lembut ke arahku dengan reaksi diriku dan juga reaksi dirinya tanpa membuat merasa canggung.
Aku memilih untuk turun dari pangkuannya duduk disampingnya kali ini.
"Baiklah, aku tidak akan memaksamu jika kamu tidak menginginkannya," ucapan Tuan Angga membuatku terkejut tidak percaya jika pria yang sudah menahan diri menatap ke arahku dengan lembut hingga berbicara penuh pengertian di hadapanku.
Tampak membuatku mengangguk dan mencium pipinya sembari merangkul pundaknya.
"Terima kasih, berikan aku waktu untuk memikirkannya," ucapku.
"Ya, semoga saja kau lupa dan malah ingin memakanku!" seru Tuan Angga.
"Jangan mimpi!" tegasku.
"Hahaha, baiklah. Ayo kita kembali langit mulai gelap!" sempat tertawa meski dia melihat cuaca hari ini nampak gelap.
Kubalas anggukan saat ia menarik diriku hingga berjalan setengah berlari untuk segera sampai di villa. Namun tetap saja air hujan menerpa tubuh kami hingga sedikit kebasahan saat sampai di pintu Villa. Tuan Angga mengajak rambutku lebih tepatnya dia menepiskan air hujan yang sempat membasahi kami.
"Cepatlah, kau mandi jangan sampai masuk angin hanya gara-gara kehujanan!" seru Tuan Anggara.
Saat aku berjalan mengangguk tiba-tiba Tuan anggara memelukku dari arah belakang dengan sangat erat.
"Memelukmu seperti ini membuatku tidak merasakan dinginnya air hujan tadi. Terutama dinginnya kehidupanku saat ini," ucap Tuan Angga.
Mendengarnya membuatku terkejut aku membiarkan Tuan Angga memelukku dengan sangat erat. Namun sama sekali tidak pernah kuduga Ketika tuan Angga malah mengecup bagian leher jenjangku hingga perasaan panas di tubuh dan desahan keluar dari mulutku. Tuan Angga tidak menghentikan aktivitasnya ketika dia malah mencium kembali leher jenjang ku lebih tepatnya dia mengecup sembari menjulurkan lidahnya.
Apalagi hal yang membuatku terbuai ketika dia menelusuri setiap lekuk leher jenjang ku, setelah menyibakkan rambut yang menutupinya hingga dia mencoba untuk mengecupnya berulang kali sembari tangannya yang melingkar di pinggangku naik hingga meremas kedua buah gundukan milikku yang terlihat transparan saat terkena air hujan tadi.
Desahan yang kulakukan untuk merespon apa yang dilakukan oleh Tuan Angga membuat aku mengangkat tanganku meremas rambut Tuan Angga, hingga aku membalikkan tubuh untuk terbalik berhadapan dengannya dia menatap sayu kearahku. Mencium bibirku dengan dalam-dalam tanpa mencoba untuk menghentikan aktivitasnya.
Sambil berciuman kami berjalan hingga sampai di sofa Tuan Angga menahan dirinya hingga aku terduduk di sofa tanpa melepas pautan ciuman antara kami berdua. Setiap sentuhannya membuatku melayang sentuhan yang selama ini tidak ku dapatkan dari seorang pria, hingga dia benar-benar menekan tubuhku dan dan menelusuri setiap lekuk tubuh dengan kecupan dan sentuhannya.
Hentakan pertama darinya membuatku mengerang keras setelah pakaian kami berserakan di lantai ruang tamu. Sentuhan dan keluh kesah kami berdua diiringi derasnya air hujan di luaran sana, Tuan Angga melajukan aktivitasnya dia bahkan begitu pandai membolak-balikkan tubuhku dengan segala aktivitasnya yang berirama.
Dia tampak bersemangat antara kami berdua hingga di saat bersamaan, aku dengan dirinya saling berbalas desahan dan erangan hingga terkulai lemas setelah menyelesaikannya. Hal yang sama sekali tidak pernah kuduga ketika aku benar-benar melakukannya dengan seorang pria yang masih berstatus memiliki seorang istri bahkan aku sendiri menikmatinya.
Sesal sudah terlambat aku katakan jika saat ini aku benar-benar berada di pelukan Tuan Angga tanpa helaian benang menutupi tubuh kami. Apalagi dengan pakaian basah yang berserakan dilantai pelukan erat dari tuan Angga dengan deru napasnya setelah aktivitas yang kami lakukan di ruang tamu. Tampak membuat diriku merasa takut setelah melakukannya, seakan-akan aku tidak seperti diriku yang dulu tubuhku bergemetar membuat Tuan Angga menyadarinya hingga dia membuka kedua matanya dan menatap diriku yang ternyata malah meneteskan air mata di pelipis mataku.
"Ada apa denganmu, apakah aku menyakitimu?" tanya Tuan Angga.
Sesaat aku tersadar, tapi saat melihat wajah Tuan Angga yang merasa bersalah dan tubuh kami berdua yang tanpa helaian benang, aku memeluk erat tubuhnya hingga menangis tersedu-sedu di pelukannya.
Bukan karena dia yang menyakitiku ataupun menyesali apa yang dilakukan aku dengan dirinya. Melainkan aku aku takut jika aku malah terjerumus dan kembali jatuh cinta kepada seorang pria lagi. Apa lagi kepada Tuan Angga yang bahkan sudah memiliki seorang wanita di dalam kehidupannya, memikirkannya membuatku merasa menjadi wanita paling menyedihkan.
Ketika hanya untuk ingin merasa hidup jauh lebih tenang dan memiliki seseorang yang dapat melindungi diri ku, bahkan tidak bisa kudapatkan meski aku selalu mengikuti arus dan segala hal kebaikan menimpa diriku. Tapi ternyata aku tetap saja dengan egoisnya terjatuh yang terburuk lagi saat berada di pelukan Tuan Angga perasaanku semakin merasa nyaman, hingga aku mendongakkan kepala saat pria yang ada di pelukanku kali ini.
Dia menatapku dengan penuh rasa khawatir tentang apa yang terjadi kepada diriku yang menangis tanpa alasan dan penjelasan kepadanya. Kali ini aku merasa ingin menjadi seorang wanita yang egois, ingin mementingkan kehidupanku sendiri hingga aku merangkul pundak Tuan Angga dan mencium kembali bibirnya dengan sangat lembut mencoba untuk mengembalikan kehidupanku dan diriku sendiri.
Tuan Angga membalas ciumanku, namun kali ini dia menggendong tubuhku yang tanpa helaian benang hingga masuk ke dalam kamar miliknya dan membaringkan tubuhku di atas tempat tidur dengan perlahan. Pandangan dan tatapannya tampak begitu lembut begitupun dengan balasan dari ku rangkulan hingga dia kembali menikmati tubuhku.
Begitu pun dengan diriku menyambut lembut berbagai hal yang dia lakukan termasuk untuk melupakan semua beban pikiran kami berdua tanpa ragu-ragu beraktivitas seperti hal layaknya sepasang suami istri. Meski aku tahu status ku hanyalah sebagai wanita simpanan yang tanpa status dan juga tidak kuharapkan hal itu kumiliki lagi setelah berulang kali, aku gagal dalam berumah tangga.
Apalagi dan juga menjalin hubungan dengan berbagai banyak pria membuatku tampak muak menjadi diriku yang ingin mengandalkan seorang pria untuk memberi kenyamanan. Tapi kali ini aku menginginkan kenyamanan itu ku raih sendiri tanpa mencoba untuk membatasi semua hal, hingga aku merasa perasaanku jauh lebih baik kali ini.
Berada dibawah tubuh seorang pria yang menikmati tubuhku hingga berulang kali bahkan Tuan Angga jauh lebih memperlakukanku, dengan baik termasuk menganggap diriku seperti anak kecil yang dia lakukan hingga kami berulang kali juga melakukannya.
Ini sudah hari ketiga ketika aku bersama dengan Tuan Angga berada di puncak tinggal di sebuah vila hingga aku duduk di kursi balkon kamar. Aku hanya mengenakan pakaian seadanya memperlihatkan bagian yang menggoda ketika aku hanya mengenakan pakaian terbuka dan celana pendek yang kukenakan duduk di kursi, dihampiri oleh Tuan Angga.
"Apakah kau masih betah di sini, Sayang?" tanya Tuan Angga duduk di sampingku.
"Sebenarnya aku ingin mengatakan "Iya" tapi sepertinya kau harus kembali," aku duduk di pangkuan Tuan Angga sembari menjawab pertanyaannya.
"Jika kau tidak menginginkannya untuk kembali, aku akan menurutinya selama kau merasa nyaman di sini," balas Tuan Angga merangkum tubuhku dipangkuannya.
"Entahlah, aku selalu merasa takut jika kembali kau akan berada jauh dariku," ucapku.
"Bodoh, kau sudah menjadi wanita ku. Memangnya aku memiliki keberanian untuk melepaskanmu apalagi sampai membiarkan kamu malah menggoda pria lain selain diriku? Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi," protes Tuan Anggara.
"Hahaha, aku rasa pria tampan seperti apapun tidak akan sebanding dengan kinerjamu yang membuatku melayang setiap kali mendapatkannya!" seruku.
"Kau memang pandai untuk menggoda suami mu ini!" seru Tuan Angga.
"Suami?" tanyaku.
"Ya, aku suamimu dan kau istriku. Jangan lupa akan hal itu," tsgas Tuan Angga.
"Hahaha, ya kau benar. Kita sudah melakukannya, tentu saja kau suamiku!" aku tertawa menjadikan jawaban atas ungkapannya.
Tuan Angga yang usianya sangat jauh beberapa tahun dariku yang baru 24tahun, dia memperlakukanku dengan sangat baik. Apapun yang aku inginkan dia penuhi tanpa protes apalagi bertanua untuk apa dan bagaimana. Selama satu bulan aku tinggal di Villa dan dia bolak balik hampir sekitar 3 hari sekali datang menemuiku menjadi rutinitas antara aku dengannya.
Bukan cinta yang ku miliki kali ini, melainkan sama-sama saling membutuhkan satu sama lain terutama diriku yang hanya membutuhkan materi untuk kelangsungan hidup ku. Termasuk menjamin segala kebutuhan setiap ku yang seringkali aku mengirim uang untuk mereka. Sudah terjalin sekitar 6 bulan aku bersama dengan Tuan Angga sebagai wanita simpanan nya. Disaat hari dimana tuan Angga tidak bisa kembali pulang ke Villa, dia bersama dengan istrinya pergi ke acara pemakaman.
Meninggalnya pemilik pengusaha muda hari itu, membuatku merasa tidak nyaman berada di villa seorang diri saat aku berdiam diri di dalam kamar dering ponselku berbunyi terlihat sebuah kontak bernama Mia. Sudah sangat lama sekali disaat terakhir kali dia menghubungiku untuk bertemu di pengadilan yang sama sekali tidak ku ikuti permintaannya dia kini menelponku lagi. Menarik nafas dalam-dalam membuangnya hingga aku menerima panggilan telepon dari Mia dengan kesiapan diriku atas apa yang akan dia katakan kepadaku.
"Nona Naisha, bisakah anda datang ke kediaman tuan muda Alex saat ini juga?"
Pertanyaan yang membuatku mengangkat sebelah alis, meski aku merasa canggung tapi dia masih mencoba untuk memintaku datang dan menemuinya.
"Karena aku sedang merasa bosan, sebaiknya aku turuti permintaan mu," balasku.
"Anda bisa kirimkan alamat anda sekarang dan sopir saya akan menjemput anda," tegas Mia.
"Tidak perlu, aku bisa datang sendiri ke sana."
Aku menutup panggilan telepon dan menyimpan ponselku di atas tempat tidur mencari berbagai pakaian yang akan ku kenakan. Namun aku memilih untuk mengenakan pakaian, pakaian yang sederhana yang ternyata sudah sangat jarang kumiliki setelah Tuan Angga memberikanku segalanya hingga aku memilih untuk mengoleksi pakaian yang disukai oleh eh Tuan Angga setiap harinya.
Meski perasaanku tidak sedang baik-baik saja, aku tidak memaksakan diri untuk keluar dari villa setelah berdiam diri di dalam villa dalam waktu yang cukup lama. Hingga aku aku menaiki sebuah taksi dan pergi ke kota utama lebih tepatnya aku pergi menuju ke rumah Alex yang dulu pernah memberikanku kehidupan yang cukup baik aku jalani.
Setelah melakukan perjalanan yang cukup lama area konsep menuju rumah Alex tampak begitu sulit, membuat sopir taksi membiarkan diriku untuk keluar meski belum sampai di depan gerbang.
"Maaf Nona, jalanan begitu padat!"
"Iya, tidak apa-apa. Biar saya pergi sendiri tempatnya sudah dekat," angguk ku.
Aku pergi berjalan meski tidak tahu apa yang terjadi di sana tapi untuk pertama kalinya aku mendapati area Kompleks elit tampak begitu padat dengan deretan mobil yang terparkir di jalanan dan juga orang-orang yang mengenakan pakaian serba hitam. Tampak mereka seperti sedang berduka cita saat aku sampai di pintu gerbang rumah Alex aku terkejut tidak percaya dengan apa yang kulihat.
Mereka masuk ke dalam rumah itu termasuk diriku berjalan mengikuti arah langkah kaki meski hatiku tidak menginginkannya. Tapi tetap aku masuk kesana dengan deretan orang-orang yang berpakaian serba hitam termasuk keluarga Alex berada di sana.
Aku melihat seorang pria terbaring dengan banyaknya orang yang bersedih dihadapannya seakan sebuah hantaman berat menimpa diriku saat aku melihat Alex benar-benar tertidur di hadapanku dengan berbalut kain tanpa terbangun.
Wajahnya terlihat begitu pucat saat aku mencoba untuk meyakinkan diriku bahwa itu adalah Alex, mantan suamiku. Sempat aku menyadari ada Samuel di sana begitupun dengan Tuan Angga beserta dengan istrinya juga ada di sana membuat diriku semakin terasa terkena hantaman yang begitu berat, hingga Mia menyentuh bahuku membuatku menahan air mata yang hampir menetes, hingga mencoba untuk mencari tahu tentang kebenarannya kepada Mia.
"Mia bisa kau jelaskan kepadaku apa ini? Dia siapa?"
Seakan-akan aku tidak ingin mempercayainya apa yang kulihat mencoba untuk bertanya kepada Mia yang berada dihadapanku. Tetesan air mata satu persatu berjatuhan namun tetap aku mencoba untuk menahan diri agar tidak benar-benar menangis dihadapan banyak orang. Terutama ada Samuel dan juga tuan Angga yang yang melihatku Aku tidak ingin terlihat lemah didepan mereka.
"Siapa dia, apakah dia memiliki hubungan dengan almarhum?"
Pertanyaan itu aku dengar dari mulut istri Tuan Angga hingga aku menatap tajam ke arah Tuan Angga sendiri.
"Dia adalah mantan istri tuan muda Alex, sepertinya dia datang dan tidak tahu tentang kebenaran," balas saudari Alex yang kukenal.
"Kenapa kau tidak berbicara katakan kepadaku! Apa yang terjadi?" tanyaku pada Mia.
Aku menekan suaraku untuk mencari kepastian kepada Mia.
"Nona, bisakah kita bicara cara di lain tempat?" ajak Mia.
"Tidak, aku hanya ingin jawabannya sekarang juga. Kau menipu ku selama ini!" teriakku.
Aku sendiri tidak menyadari bahwa aku begitu keras kepala di tengah orang-orang yang sedang berduka cita tanpa menghiraukan Mia yang menyentuh tanganku. Aku berjalan melangkah perlahan mendekati Alex yang terbaring, bahkan untuk terakhir kalinya aku berharap bertemu dengan mantan suamiku itu dalam keadaan seperti saat ini.
Senyuman dan rayuan dari Alex tanpa kurindukan ketika melihat dia malah tertidur dihadapanku. Tanpa membuka matanya menahan air mata saat aku benar-benar yakin bahwa itu adalah Alex. Aku menarik nafas dalam-dalam hingga mencoba untuk berbicara di depan Alex yang yang sudah tidak mungkin bisa menunjukkan senyuman dan candaannya lagi.
"Kau bilang akan melimpahkan ku segala kebahagiaan dan kau juga pernah bilang kalau kau tidak akan pernah meninggalkanku sekejap saja. Aku bahkan tidak menyetujui ajuan surat perceraian mu untuk tidak menghadiri pengadilan. Tapi kau benar-benar pergi meninggalkanku tanpa mencoba untuk berpamitan kepada aku!"
Ungkapan kata yang bisa kukatakan seketika membuat hatiku terasa sakit, hingga air mata berjatuhan begitu saja saat mendapati Alex benar-benar tidak menanggapi ucapanku. Dia tertidur untuk selamanya meninggalkanku aku yang sesungguhnya.
"Jika aku boleh berkata aku akan menyetujui surat perceraian mu tapi tidak kepergianmu."
Saat aku melihat Alex sudah akan segera dimakamkan membuat detak jantungku berhenti seketika, seakan dunia menghantam berat diriku yang sesungguhnya jauh lebih berat dari saat aku ditinggalkan oleh seorang Samuel, kedua orang tuaku dan juga orang-orang yang selama ini meninggalkanku begitu saja.
Tapi jauh lebih menyakitkan ketika ditinggalkan oleh Alex untuk selamanya, yang bahkan tidak bisa ketemu sama sekali untuk hari mendatang. Sempat aku berharap suatu saat nanti, meski aku bukan sebagai istrinya setidaknya aku bisa bertemu dengannya sekali saja, walau hanya sekedar berpapasan.
Saat aku pergi ke acara pemakaman baru aku menyadari bahwa Alex bukan benar-benar meninggalkanku dan mengajukan ku sebuah gugatan perceraian melainkan dia tidak ingin membebani ku jauh lebih berat, saat aku menyandang sebagai istrinya ditinggalkan oleh dirinya untuk selamanya.
"Sebenarnya tuan muda Alex, sudah memiliki penyakit kanker otak di kepalanya stadium akhir. Awalnya Tuan ingin membuat anda membenci dirinya dengan dia berpura-pura berselingkuh dengan wanita lain. Tapi ternyata Tuan tidak menyangka jika Anda tetap bertahan tinggal bersama dengannya, hingga saat tuan muda di masa-masa kritis dirawat di rumah sakit. Dia memintaku untuk mengajukan surat perceraian kepada anda, agar anda memiliki kehidupan yang jauh lebih baik meski tanpa dirinya." Penjelasan Mia disampingku membuat degup jantungku semakin terasa sakit saat menyaksikan Alex sudah terkubur dihadapanku dengan kenyataan yang kudengar dari Mia disampingku.
"Apakah ini alasan dia memberiku kompensasi yang begitu besar untukku? Dia bahkan tidak tahu apa yang ku inginkan, aku hanya ingin selalu bersama dengannya meski di detik-detik terakhir. Tapi dia sama sekali tidak menginginkan ku!" seruku.
Perasaan sedih yang tidak bisa kutahan ketika mengingat segala kenangan tentang Alex dan kenyataan yang baru kuketahui.
"Tuan muda sangat mencintai anda Nona. Maka dari itu dia tidak menginginkan anda terpuruk dalam waktu yang sangat lama, hingga membiarkan anda memiliki kehidupan baru yang jauh lebih baik dibandingkan Anda harus terpuruk karena dirinya," ucap Mia.
Mendengarnya membuatku tampak muak melihat wanita di sampingku yang dengan egois menuruti apapun yang dikatakan oleh Alex, hingga membiarkan aku tidak menemani Alex meski di detik-detik terakhir kehidupannya.
"Cha?"
Dari sekian banyak orang yang memanggil namaku sama sekali tidak ku tanggapi, hingga orang lain berangsur-angsur pergi meninggalkan pemakaman aku masih terduduk tepat disamping Alex terbaring untuk selamanya saat ini.
"Nona, hari sudah gelap. Bagaimana jika anda kembali ke rumah!" Ucapan Mia pun sama sekali tidak ku tanggapi hingga ada aku seorang diri menatap makam Alex yang membuat hatiku terasa remuk ketika menyadari bahwa Alex lebih mementingkan perasaanku, kehidupanku dibandingkan dia mempercayai cinta dan kesetiaan ku.
"Kau ingin aku hidup dengan baik-baik tanpa dirimu. Tapi kau sendiri yang merusak kehidupanku, aku tidak tahu harus melakukan apa tanpa dirimu kau tahu, aku sudah memiliki pria baru tapi dia bukan milikku tetap saja yang ku pikirkan adalah kamu. Kamu yang bahkan tidak ingin bertemu denganku untuk yang terakhir kalinya."
Ucapanku untuk Alex membuat air mataku terus menerus berjatuhan membuat aku aku terduduk di atas tanah hingga air mataku tertutupi oleh air hujan yang berjatuhan saat tidak ada siapapun disana selain diriku.