"Dia merahasiakannya dari semua orang. Dan aku yang tahu tentang kondisinya," suara Samuel yang ku kenal, ku acuhkan tak berharap ada dia di saat aku terpuruk seperti saat ini.
Sempat aku melihat sebuah mobil dari kejauhan, aku tahu jika itu adalah mobil milik Tuan Angga tampak memperhatikan ke arah diriku meski berpayung teduh dengan derasnya hujan, Samuel berdiri tepat di belakangku sembari memegang payung untuk mencegah gemericik air hujan membasahiku. Padahal sedari tadi di tubuhku memang sudah dibuat basah oleh hujan yang sudah berlangsung cukup lama.
Aku berdiam diri menghadap app kuburan Alex mantan suamiku, meski aku sendiri tidak tahu apakah aku mencintainya atau tidak aku juga masih mempertanyakan hal itu kepada diriku sendiri perasaan yang dibuat-buat oleh ku untuk dirinya, mengikuti arus perasaan damun tetap tidak bisa ku akui bahwa aku mencintai Alex selama ini tapi aku menyadarinya bahwa aku membutuhkan dirinya selama ini. Berada jauh dari Alex dulu membuat diriku tampak kesusahan berada jauh darinya.
"Cha, bukankah kalian sudah berpisah kenapa apa kau ...."
Aku menatap Samuel dengan tatapan tajam berharap dia menghentikan ucapannya. Ucapan yang sama sekali tidak ku harapkan keluar dari mulut Samuel apalagi berharap dia berada tepat di hadapanku kali ini kulihat malem mobil Tuan Angga sudah melaju pergi tanpa mencoba untuk menunggu diriku hingga Samuel berjalan mengikuti aku yang dengan langkah tanpa tenaga pergi meninggalkan makam Alex.
Meski perasaanku masih tetap tidak percaya jika Alex menutupi penyakit yang selama ini dia derita kepadaku. Bahkan malah meminta diriku untuk pergi meninggalkan dirinya termasuk sebuah perceraian yang sudah terlanjur terjadi antara aku dengan dia sempat aku begitu menyesali ketika mengenal sosok Alex yang malah berselingkuh tepat di hadapanku membuat diriku kecewa kepada dirinya yang menghianati ungkapan cinta dia dan janji Suci dirinya kepadaku.
Meski aku tidak tahu harus pergi ke mana tapi pergi ke villa bukanlah Pilihanku, melainkan aku pergi ke rumah yang sudah ku sewa selama ini kepada Yudi sambil memegang tanganku menghentikan langkah yang bahkan tidak memiliki tenaga hingga aku menepisnya.
"Apakah harus kamu sesedih ini ditinggalkan oleh seorang pria yang bahkan sama sekali tidak kau cintai, Cha?" Pertanyaan Samuel yang membuatku geram dan kesal kepadanya.
"Lalu, menurutmu apakah aku jauh lebih pantas menangisi kamu? Ya sebagai seorang pria yang tidak bertanggung jawab atas perbuatannya?" balasku.
Samuel terdiam dia tidak membalas ucapan dan pertanyaanku, hingga aku memilih untuk mengajukan ya meski dia berulang kali untuk mencegah diriku pergi namun berulang kali juga aku menepis tangannya dengan tatapan tajam. Sebuah taksi berhenti tepat di hadapanku dan aku masuk ke dalam mobil meski rasa berat aku meninggalkan Alex di sana. Tapi aku tidak berharap bisa bertemu dengan Samuel lagi dengan segala perbuatan dia terhadapku dan luka yang dia berikan kepadaku tidak dapat memberiku kesempatan untuk berhadapan lagi dengannya. Apalagi harus berbicara dengan dia dalam waktu yang sangat tidak kuharapkan.
"Pergi ke mana Nona?" tanya sopir Taxi.
Pertanyaan sopir taksi membuyarkan kesedihanku hingga aku menunjukkan alamat rumahku dibalas anggukan oleh sopir taksi, hingga mobil melaju dengan kecepatan sedang. Terlihat Samuel masih Berdiri dibelakang dari kejauhan membuat hatiku terasa sakit mendapatinya.
Mengingat kembali setiap moment kebersamaan aku dengan Alex hingga sebuah pertengkaran pun, tidak pernah terjadi antara aku dengan dia hanya perubahan sikapnya setelah kembali dari rumah nya hingga kami melakukan perang dingin tanpa berkomunikasi. Namun sama-sama saling menyakiti terutama apa yang dilakukan oleh Alex dengan wanita lain menciumnya tepat di hadapanku.
Tapi kali ini semua itu lelahnya begitu saja ketika aku tahu alasan Alex melakukan semua itu hanya demi diriku. Hingga aku sendiri tidak tahu harus melakukan apa bahkan di detik-detik terakhir pun aku tidak bisa mendapat mendampingi dirinya. Apalagi memperkuat perasaannya.
"Nona, sudah sampai," ucapan sopir taksi membuatku tersadar dari bayangan tentang Alex kebersamaan ku dengannya, tampak begitu membuatku nyaman hingga aku mengangguk dan keluar dari taksi masuk ke dalam rumah.
Tanpa mencoba untuk melakukan banyak hal hingga kulihat seseorang berdiri tepat di depan rumah hingga membuatku sedikit waspada merasa curiga ketika orang itu masih tetap saja berdiri di depan rumah mencoba untuk mencari ponselku, aku menelepon Yudi untuk memastikan orang yang ada di depan rumahku saat ini. Sebuah ketukan di balik pintu membuatku terkejut hingga aku melihatnya dari jendela. Tapi tidak terlihat jelas.
"Hallo, Cha. Ada apa?" suara Yudi aku dengar saat dia mengangkat panggilan telponku.
"Yudi, di depan rumahku ada seorang pria. Aku takut!" seru ku.
"Kau yakin?" tanya Yudi.
"Iya, bisakah kamu datang?" balasku.
"Baiklah, tunggu aku disana!" tegas Yudi.
Meski aku tidak yakin Yudi akan berada tepat di hadapanku, tapi setidaknya jauh lebih baik jika aku memintanya untuk segera sampai di rumah. Pria yang ada di hadapanku masih saja ada di sana berdiri di depan rumah membuat diriku merasa takut. Namun saat aku mendengar suara motor yang kukenal, tepat berada di depan rumah, membuat perasaanku jauh lebih baik.
Ketika aku yakin itu adalah Yudi, hingga saat ketukan pintu terdengar lagi membuat perasaan ku mulai lega.
"Cha, apakah kau ada di dalam?" teriakan dan suara Yudi tampak begitu jelas.
Hingga aku membuka pintu dan memeluknya dengan perasaan takut dan juga tangisan yang tertahan sedari tadi hingga Yudi terdiam, dia membawa masuk diriku hingga menutup pintu dengan cepat.
"Cha, ada apa denganmu?" tanya Yudi.
Tubuh gemetar sembari menangis di pelukannya, sama sekali tidak menghiraukan dalam keadaan seperti saat ini dia menarikku untuk duduk di sofa dengan pandangan penuh pertanyaan kepadaku yang sedang menangis.
"Katakan kepadaku apa yang terjadi? Apakah pria itu membuat dirimu seperti ini? Apa kau disakiti?" tanya Yudi, ku balas dengan gelengan kepala sembari menangis untuk menjawab pertanyaannya.
"Lalu ada apa? Apa kah kamu sakit kenapa tubuhmu begitu dingin?" tanya Yudi.
Aku menarik nafas dalam-dalam hingga ku buang perlahan, masih dengan sisa-sisa tangisan dan air mata aku mencoba untuk berbicara kepada Yudi dan menceritakan apa yang aku rasakan hari ini.
"Hari ini adalah hari kematian Alex, dia dimakamkan tepat di hadapanku tadi. Tapi hal yang membuatku aku sedih, dia menceraikanku karena dia sakit bukan karena dia sudah tidak mencintaiku lagi! Apalagi dengan alasan dia berselingkuh. Yudi, apakah selama ini aku bersalah menyikapinya? Setelah aku pulang ada seorang pria yang berdiri terus-menerus dari tadi di depan rumah aku tidak tahu dia siapa, hingga membuatku ketakutan seperti tadi," jelasku dengan sisa-sisa tangisan yang mempersulit pernapasan ku, mencoba untuk memberitahu Yudi apa yang terjadi dan kurasakan saat ini.
"Di depan rumah tidak ada siapa siapa, Kau hanya sedang merasa cemas. Pergilah bersihkan tubuhmu jangan sampai kau jatuh sakit hanya karena hujan dan juga pakaianmu sudah basah seperti ini," tegas Yudi.
"Tidak mau aku tidak mau sendiri disini!" dengan gelengan kepala, aku menolak perintah Yudi.
"Apakah bodoh, aku masih berada disini aku tidak akan membiarkan kamu di sini sendiri. Cepatlah pergi bersih tubuhmu, setidaknya untuk menghilangkan dinginnya air hujan," tegas Yudi.
Dia menarik diriku berdiri hingga berjalan masuk ke dalam kamar dan membersihkan tubuh di dalam kamar mandi. Aku meminta Yudi untuk tinggal sebentar saja di depan pintu kamar mandi meski terdengar tidak masuk akal. Tapi aku berpikir juga pria yang berdiri tepat didepan rumah tampak membuat ketidaknyaman hingga perasaan itu membuat diriku ketakutan berlebihan.
Masih menangis dibawah gemercik air shower aku mencoba untuk membersihkan tubuhku hingga selesai. Mengenakan pakaian dataku keluar dari kamar mandi, tidak ada Yudi di sana aku keluar dari kamar hingga mulai merasa lega saat melihat Yudi masih berada di sana. Dia memberikan segelas s**u hangat kepadaku.
"Minum lah jangan sampai kau sakit hanya gara-gara hari ini," ucap Yudi kubalas anggukan menerima gelas s**u yang hangat.
Duduk di sofa bersama saling berhadapan setelah aku meminum s**u yang dibuatkan oleh Yudi.
"Katakan kepadaku kau pergi kemana saja selama 1 bulan ini, aku pikir kau pulang ke kampung hingga tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk mengingat diriku dan memberitahu ku?" tanya Yudi.
Aku terdiam mengingat kesalahanku yang memang tidak bisa ditolerir oleh siapapun, jika aku malah melupakan kebaikan Yudi yang selama ini selalu membantuku. Tapi aku malah tidak menghubunginya selama satu bulan penuh ketika aku tinggal bersama Tuan Angga dalam waktu yang cukup lama.
Aku kebingungan untuk menjawab pertanyaan dari Yudi terdiam membisu dengan segelas s**u hangat di tanganku membuat aku hanya bisa terdiam dan kebingungan untuk menjawab pertanyaan Yudi. Meski aku tidak tahu harus menjawab apa tapi hal yang paling mengejutkan untukku ketika Yudi mengambil gelas s**u di tanganku dan menyimpannya di atas meja.
Dia menarik diriku dan mencium bibirku begitu saja dengan ciuman yang mendalam dia meraup rakus bibirku, membuatku membulatkan kedua mata mendapati ciuman dari Yudi. Ciuman yang bahkan tidak kubalas, hanya diam mendapati dan merasakan bibir lembut dan sentuhan dari Yudi membuat kuhanyut menghangatkan diri bibirku yang dingin setelah puas dengan ciumannya.
Yudi melepas bibirku hingga dia menatap dengan penuh arti kearahku dengan segala pertanyaan dari ku dalam diam membuat dia menatap lembut di hadapanku.
"Cha aku ...."
Yudi tidak melanjutkan ucapannya, dia kembali mencium bibirku dengan sangat rakus. Namun hal yang paling mengejutkan ketika dia malah meremas kedua buah gundukan milikku. Merasakan sentuhan di tengah-tengah gelapnya hujan saat ini, memang hal baik untuk bersentuhan dalam pelukan seseorang. Tapi apa yang dilakukan Yudi membuatku tak habis pikir akan apa yang dia lakukan.
Ciuman rakus dan aktivitas tangannya yang membuatku merasa nyaman, tidak menghentikan ciumannya Yudi. Apalagi membiarkan bibir ku lepas begitu saja, tangannya menyusup masuk kedalam pakaianku hingga dengan ritma putaran tangannya tepati atas bulatan gundukan milikku. Hingga dia memainkan pucuk di sana mendapati sedikit usaha respon dari ku membuat dia semakin rakus melakukannya.
Yudi sama sekali tidak melepas tautan bibirnya dariku hingga dia merasa terpuaskan melepas bibirku dan turun mengecup setiap lekuk leher jenjang yang segar setelah mandi. Namun saat apa yang akan dilakukan oleh Yudi untuk aktivitasnya yang terakhir mencoba untuk membuka pakaianku dan dirinya aku menghentikan aktivitasnya, menahan dia dengan pandangan yang tidak bisa ku ungkapkan.
Dia tersadar dan duduk di sofa. "Maaf, aku terbawa suasana mungkin karena kau tampak terlihat begitu cantik malam ini. Apalagi disaat kau hanya mengenakan kaos yang kebesaran tampak begitu menggemaskan dan membuat diriku ingin memakanmu," ucapan Yudi dengan perasaan bersalahnya membuatku aku hanya bisa terdiam menahan diru yang canggung.
Aku mencoba untuk memperbaiki pakaianku menggigit bibir yang memang aku sendiri menyadari apa yang kulakukan menanggapi ciuman dan setiap sentuhan darinya, membuat aku tidak berani untuk berbicara apa lagi menjawab ucapannya. Perasaan canggung antara kami berdua membuat aku dan Yudi sama sekali tidak berbicara apa lagi melakukan perbincangan yang tidak bermakna membicarakan tentang apa yang terjadi antara kami berdua.
Meski tidak melebihi dari sebuah ciuman tetapi hal itu cukup membuat kami merasa canggung. Namun ketika sebuah petir menyambar terdengar begitu sangat jelas membuatku terkejut hingga memeluk Yudi dengan erat dia juga menggenggam erat tubuhku pelukan dari ku dia balas, mencoba untuk memberi perlindungan dan kenyamanan untuk diriku.
"Aku tidak percaya ternyata kau memiliki banyak hal yang membuat ketakutan, selain beranggapan ada seorang pria di depan rumah. Tapi kau juga takut dengan sebuah petir," ucap Yudi.
"Aku tidak takut, aku hanya terkejut saja," balasku sembari merajuk memajukan bibir tampak kesal kepada Yudi yang malah tersenyum tipis.
Pandangannya terlihat berbeda kali ini ketika aku memperhatikan bibir Yudi yang sejuk tadi menelan saliva saat aku melihat bibir yang sedikit basa dihadapanku milik Yudi membuat aku mencoba untuk memalingkan wajah dari pandangannya.
Namun Yudi tetap menarik diriku hingga menyentuh dagu wajahku dan kembali mencium bibirku lebih lembut jauh dari sebelumnya dia kali ini. Ciuman antara kami berdua tampak begitu perasaan saat aku membalas ciuman Yudi untuk ke-2 kalinya selama duduk di sofa. Begitupun dengan iringan hujan yang masih belum reda, membuat suasana berciuman kami berdua semakin terasa hangat dengan dukungan cuaca yang dapat membuat kami terbuai hingga terpuaskan.
Yudi sama sekali tidak melebihi dari batasannya, hingga dia dengan diriku menikmati momen berciuman cukup lama tanpa melebihi aktivitas saat aku mencoba untuk meyakinkan Yudi untuk tinggal dirumah menemaniku. Yudi mengangguk dia tidak merasa keberatan jika harus menginap disini bersamaku.
Terbaring di atas tempat tidur aku melihat Yudi masih duduk di sofa menatap ke arahku jadi saat aku membalikkan tubuhku, begitupun dengan Yudi dia tersenyum tipis saat melihat aku masih terjaga.
"Apakah kau tidak ingin tertidur?" tanya Yudi.
"Entahlah, aku tidak bisa tidur," jawabku.
Yudi mengangkat sebelah alis dia bangun dari sofa dan berjalan menghampiriku, membuatku mengangkat sebelah alis ingin bertanya apa yang akan dia lakukan kali ini. Setelah ciuman panas yang kami lakukan tadi di ruang tamu.
"Apakah kau masih memikirkan tentang mantan suamimu itu? Dia sudah baik-baik saja sekarang tidak harus menahan rasa sakit yang di derita selama ini dan dia pasti berharap kau hidup dengan baik meski tanpa dirinya. Sebaiknya kamu fokus dengan kehidupanmu jangan terlalu lu kelebihan untuk memikirkan dirinya yang sudah tiada."
Ucapan Yudi membuatku terdiam saat aku duduk bersama dengan dirinya di atas tempat tidur, Yudi mendorong tubuhku untuk terbaring kembali dan tertidur namun kali ini dia menemaniku tidur di atas orang ranjang sembari beralaskan tangannya. Dia tersenyum tipis menawarkan diri untuk menemaniku tidur.
"Apakah kau terbiasa tidur ditemani oleh suamimu, kemarilah biar aku menggantikan tugas mantan suamimu itu untukmu. Lagipula, besok aku harus pergi bekerja dan tidak mungkin jika aku harus bergadang semalaman." Ucapan Yudi seketika membuatku tersadar hingga aku mengangguk dan menuruti apapun yang dia katakan.
Posisi tidur kami kali ini berhadapan beralaskan tangan Yudi, aku merasa tidak ada hal yang berubah ketika aku berada dengan jarak yang sangat dekat dengan judi kali ini tanpa debaran jantung yang berdetak sangat kencang yang sering kurasakan setiap kali bertemu dengan seorang pria. Apakah ini beralaskan karena aku sudah terbiasa atau karena perasaanku yang sudah membeku terhadap pria selama ini aku sendiri tidak memahami tentang diriku menilai seseorang apalagi dengan segala sifat berbeda dari para pria yang kutemui.
Meski aku tetap merasa canggung, tapi ternyata tidur di pelukannya memang membuat diriku merasa nyaman. Apalagi saat dia memeluk diriku dengan erat hingga aku memejamkan kedua mata untuk melepas rasa lelah sakit dan ketidakpercayaan ku akan kepergian Alex. Aku tertidur lelap di pelukan seorang pria bernama Yudi Meski aku tidak tahu peran dia sebagai apa antara teman ataupun seseorang yang spesial di dalam kehidupanku bagiku hal itu sebaiknya aku pikirkan nanti sesuai apa yang dikatakan oleh Yudi setelah aku bangun nanti di pagi hari.
Perasaan panas di tubuhku getaran dari setiap sentuhan membuatku merasa ada begitu banyak hal yang harus ditanggapi tentang perasaan saat ini, yang semakin naik hingga ke arah yang sama sekali tidak kuduga. Aku membuka kedua mata saat mendapati Yudi tengah berada di atas tubuh menikmati kedua buah gundukan terpampang nampak jelas keduanya dihadapanku.
Begitupun dengan Yudi, setelah dia menyibakkan pakaianku naik ke atas membuatku terkejut. Namun dia menahan tanganku yang hendak menghentikan aktivitasnya melepas kedua buah gundukan milikku hingga dia mendekati wajahku mengecup bibirku dengan lembut.
"Kenapa kau begitu sangat cantik? Bahkan aku sendiri tidak bisa menahan diriku untuk menikmati tubuhmu. Apakah aku boleh melakukannya?" ucapan Yudi seketika membuatku terdiam dengan pandangan kosong mendengar pria dingin dan acuh selama ini tampak begitu lembut berbicara dengan jarak yang begitu dekat, dia masih sempat meminta izin kepadaku meski semua sudah terlanjur dia lakukan saat ini.
Saling bersitatap kali ini antara aku dengan Yudi dengan jarak yang begitu dekat aku tidak berbicara sepatah kata pun untuk menanggapi ucapannya lamon salju di handap terdiri dari pergi dari atas tubuhku aku menariknya mencium bibirnya nya. Hingga hal yang yang seharusnya terjadi di sedari tadi di semalam kini dilakukan oleh Yudi di pagi hari dengan aktivitas yang panas dengan suasana dingin di pagi hari kami lakukan.
Aku tahu, Yudi adalah seorang pria yang belum menikah. Tapi ternyata dia memiliki kemampuan yang cukup pandai untuk membuat suasana menjadi semakin panas dengan aktivitas kami berdua. Hingga sama-sama terpuaskan dan terkulai lemas di atas tempat tidur hal yang seharusnya tidak terjadi antara kami berdua.
"Cha, maafkan aku. Seharusnya aku tidak melakukannya."
Ucapan penyesalan dari Yudi duduk diatas tempat tidur menyadari kesalahannya.
"Dasar pria bodoh, dengan segala ucapan tipuannya," cetus ku.
"Apa maksudmu, aku tidak berbohong. Tapi aku membenarkan dirimu kau selalu terlihat cantik di mataku dalam keadaan apapun. Bahkan membuatku jatuh cinta sering berjalannya waktu setiap kali kita bersama. Apakah kau tidak mempercayainya, aku bisa menikahimu jika kau menginginkannya saat ini juga!" teriak Yudi.
"Sudahlah semua sudah tahu jadi dan aku tidak menginginkan hal itu, pernikahan yang kau katakan sudah berulang kali aku rasakan dan menjadi pengalaman terburuk yang pernah kurasakan. Kau tenang saja aku menggunakan alat kontrasepsi dan itu tidak akan membahayakan aku dengan dirimu, hanya saja aku ingin menegaskan kepadamu, tidak akan ada kali kedua untuk apa yang kita lakukan kali ini." Tegasku.
Yudi terdiam saat mendengar penegasan ku hingga dia mengangguk dengan berat hati apa yang ku katakan.
"Apakah kamu yakin tidak mau mempertimbangkan diriku, aku sudah memiliki pekerjaan dan aku bisa menjamin kehidupan mu, begitupun dengan seorang putri yang pernah kau ceritakan kepadaku. Aku akan merawat kalian dan menjadi pria yang sesungguhnya untukmu," tegas Yudi.
"Kau simpanlah semua itu untuk seorang wanita yang baik-baik, tidak untuk wanita seperti ku hanya akan membawamu ke dalam kesulitan jika bersamaku," tegasku.
"Kau kan pergi kemana?" tanya Yudi.
"Aku hanya akan membersihkan tubuhku dan pergi bekerja," jawabku.
Ya bekerja, pekerjaan yang bahkan aku sendiri tidak tahu apa sebutannya tapi aku memiliki upah untuk pekerjaan seperti itu dan jaminan untuk kehidupanku semua hal tidak bisa kukatakan kepada Yudi yang terdiam, penuh rasa kecewa mimik wajahnya setelah kami melakukan hal itu dan aku menegaskan dirinya untuk tidak ada kali kedua terjadi antara aku dengan dirinya.
Yang kutahu Yudi adalah pria baik-baik yang tidak seharusnya aku buat dan mengajak dia terjerumus ke dalam duniaku yang kutahu, aku kali ini tidak disetujui oleh banyak orang apalagi memahami situasi ku, bukan karena diriku yang kesepian. Tapi aku memiliki tanggung jawab yang harus ku penuhi ketika keluarga dan putriku selalu menuntutku untuk memenuhi kebutuhannya.
Bahkan uang kompensasi dari Alex tidak cukup untuk memenuhinya dengan terpaksa profesi wanita malam yang dikatakan oleh Tuan Angga, aku terima dan mulai kupahami kali ini. Apalagi setelah mendengar penuturan Siska saat ditelepon dia mengatakan bahwa pekerjaan itu jauh lebih baik untuk diri kita sendiri dan tidak memerlukan pendapat orang lain tentang apa yang kita lakukan dan kita tempuh, membuat aku hanya bisa terdiam tidak ingin memberitahu siapapun tentang perasaan dan rasa bersalahku kepada diriku sendiri.
Pagi itu setelah aku bersiap, Yudi ternyata membuatkan sarapan untuk kami berdua aku tidak bisa menolaknya hingga ya kami berdua kini duduk berhadapan di meja makan tanpa kata.
"Apakah kau tidak akan tinggal di sini lagi?" tanya Yudi.
"Entahlah, tapi sepertinya aku masih memerlukan tempat ini. Hanya saja hubungan antara kita berdua hanya sebatas teman dan tidak akan ada aktivitas lebih dari hal itu," jawabku.
Yudi hanya terdiam, dia tidak kembali berbicara cara ataupun bertanya banyak hal tentang apa yang kau katakan penegasan dariku. Sudah aku putuskan untuk tidak melakukan kali kedua dengan pria baik-baik seperti Yudi. Meski perasaan aku menyesali apa yang kulakukan kepadanya tapi keputusanku sudah tidak bisa aku ubah.
Meski Yudi memohon kepadaku dengan janji manisnya akan menikahi diriku setelah apa yang dia lakukan kepadaku tadi malam. Dering ponsel berbunyi saat aku sedang di tengah-tengah menikmati sarapan yang dibuat oleh Yudi, hingga aku mengangkatnya.
"Apakah kau sudah baik-baik saja?" suara Tuan Angga membuat diriku tampak bersemangat kali ini dan melihat ke arah Yudi, aku mencoba untuk memperbaiki perasaanku dan menjawab pertanyaan Tuan Angga
"Ya, aku sudah jauh lebih baik saat ini. Apakah kau memerlukanku?" balasku.
"Jam makan siang nanti, aku akan menemuimu di tempat biasa. Dan satu hal lagi, aku tidak ingin ada bekas apapun di dalam tubuhmu meski kau bersama dengan pria lain beberapa hari ini."
Ucapan dan penegasan Tuan Angga membuatku mengangkat sebelah alis entah dia beranggapan aku bersama dengan pria mana. Tapi aku yakin kepergian dia di saat di pemakaman kecemburuannya begitu besar saat aku ditemani oleh Samuel kemarin. Meski aku mengatakan tidak bersama dengan Samuel, tapi aku aku memang bersama dengan seorang pria yang ada di hadapanku yaitu Yudi tadi malam tapi bagiku bukanlah hal yang sulit untuk membujuk Tuan Angga dalam kecemburuannya.
"Baiklah, aku hanya ingin memastikan kau tidak terlambat datang saja, 5 menit kau harus menentukan jumlah dendaan yang akan Kau dapatkan."
Aku membalas ucapan Tuan Angga hingga aku menutup panggilan telepon darinya menyimpan ponsel, hingga aku kembali menghabiskan sarapanku sebelum aku pergi Yudi terlebih dahulu berpamitan meski dengan perasaan beratnya yang ingin dia katakan tapi tidak dia lakukan kepadaku.
Aku tahu ada begitu banyak hal yang ingin dia bicarakan denganku, tetapi aku mengalihkan dirinya untuk tidak terlalu berharap kepada ku yang memiliki kesan bukan wanita baik-baik untuk dirinya aku berharap Yudi bisa mendapatkan wanita baik-baik. Tanpa harus menghabiskan waktunya untuk wanita seperti diriku, aku yang sudah memiliki julukan wanita malam. Meski Tuan Angga satu-satunya lah yang menjadi pria yang memiliki diriku selama aku menjulukinya.
Melihat Yudi yang sudah pergi dari rumah aku kembali masuk ke dalam rumah memastikan semua pintu tertutup rapat, hingga aku kembali merebahkan tubuhku tertidur sebelum datang waktu aku bertemu dengan Tuan Angga nanti siang