Akibat Kejujuran

1127 Words
Minggu merupakan hari yang paling didambakan oleh Icha meskipun memikirkan besoknya sudah harus menjalani kewajiban sebagai seorang siswi lagi. Terlihat simpul senyum di wajah Icha saat di atas tempat tidur, apalagi ketika dia mengingat hari yang terjadi kemarin antara dia dengan Samuel. Karena tidak ingin menyia-nyiakan minggu pagi yang cerah ini Icha bergegas menggapai handuk berwarna putih dengan motif tulisan Gucci yang menggantung di gantungan baju. Saat keluar dari kamar dengan handuk melingkar di atas pundak di ruang tengah ia melihat ayah dan ibunya tengah duduk berdua tanpa kata melihat ke arah Icha. "Eh, anak gadis ayah baru bangun?" celetuk Rio dengan senyuman lembutnya membuat Icha tersenyum mengangguk dan meletakkan handuk di bahunya tepat ke atas kepala kursi. Memang kalau hari libur seperti ini, Icha biasanya menghabiskan waktu untuk mengurung diri di kamar dan tidak pernah berpikir untuk keluar rumah, apalagi main. "Apa yang sedang Ayah dan Ibu lakukan?" tanya Icha, meski kedua orang tuanya hanya tersenyum menanggapinya. Akhirnya Icha kembali mengambil handuk yang telah ia simpan dan bergegas untuk masuk ke kamar mandi. Ia berusaha melupakan bagaimana kedua orang tuanya menatap dengan pasang mata dengan makna ambigu sedari tadi. Perasaan Icha menjadi tidak karuan, dia memilih untuk berlama-lama di dalam kamar mandi meski Icha sempat berpikir tentang apa maksud tatapan keluarganya tadi Icha mencurigai sesuatu. Dua puluh menit berlalu, gadis itu belum menyentuh air sama sekali sebuah suara ketukan dari luar pintu membayarkan lamunannya. Icha menghampiri pintu sejenak mendekatkan daun telinganya ke ambang pintu. "Icha mandinya jangan berlama-lama! Soalnya ada yang mau Ayah bicarakan kepadamu sekarang, cepat ya!" "Iya, aku sudah mau selesai." Bagaimana bisa dia mengatakan bahwa dia sudah mau selesai, melepas pakaian saja belum apalagi mempercepat aktivitas mandinya alih-alih ingin cepat keluar dari kamar mandi, Icha malah terdiam di depan cermin wastafel. Tiba-tiba pikirannya tertuju pada obrolan dia dengan ayah semalam di bawah sinaran rembulan bahu Icha dirangkul dengan Rio ayahnya . "Kalau sekiranya kamu merasa dunia tidak memihak kepadamu. Percayalah dunia tidak akan sekejam yang seperti ditakuti oleh semua orang, yang penting kamu tetap menjadi dirimu sendiri dan menjadi wanita kuat yang sering ayah ceritakan kepadamu. Apakah kamu mau menjadi anak gadis kebanggaan ayah." Malam itu Icha dapat melihat rasa harap yang memenuhi syarat mata Rio. Hingga pada akhirnya ia hanya mampu untuk mengangguk sebagai persetujuan yang bertema dengan nasihat dari sang ayah akhir-akhir ini. Namun Icha tidak pernah berpikir akan dipertemukan hari ini hari yang sangat sulit untuk dilupakan olehnya. Maka ia secepat mungkin berjalan menuju kamarnya sambil memegangi d**a yang beregu kencang ditambah suara Rio yang memanggilnya dari lantai bawah curiga apa yang terjadi antara Ayah dan Ibunya akhir-akhir ini. Dia tidak ingin sesuatu hal terjadi antara mereka berdua, meski minggu lalu Icha sempat nomor gokil ayahnya pergi bersama dengan seorang wanita dan dia yakin itulah yang menjadi penyebab kerenggangan antara Ayah dan Ibunya akhir-akhir ini. "Icha!" panggil Rio. "Iya, Yah. Masuk saja pintunya tidak dikunci," balas Icha. Rio membuka pintu perlahan menampakkan Icha tengah duduk di tepi ranjang dengan wajah yang khawatir lelaki itu Kian menundukkan tubuhnya di tepi ranjang merangkul bahu anak gadisnya lagi. "Tadi Ayah dapat kabar kalau rumah Uwa Umiya mau menerimamu apalagi rumah mereka dekat dengan sekolahmu," ucap Rio. Bak petir di siang bolong ini sungguh mengejutkan bagi Icha lantas ia memasang wajah tidak percaya seraya bertanya. "Ayah apakah tidak ada jalan terbaik yang harus kita ambil selain aku yang menanggung resiko dengan apa yang terjadi di antara kalian?" tanya Icha. Tangan yang mendekati masa keriput itu bergerak naik turun mengusapi punggung Icha dan mengangguk berkali-kali sebagai tanggapan dari deretan pertanyaan yang terlontar dari mulut anak gadisnya. "Ayah harap kamu tidak keberatan kan?" balas Rio. Seketika Icha hanya bisa terdiam, dia tidak percaya keluarga yang selama ini harmonis bahkan tidak pernah menunjukkan pertengkaran di antara mereka apalagi sampai memutuskan untuk berpisah satu sama lain. Icha yang baru menginjak usia 19 tahun harus menerima kenyataan dari keputusan antara Ayah dan Ibunya. Meski tidak ada pertengkaran diantara mereka berdua dan juga masalah yang tidak bisa dapat dihindari hingga berakhir seperti saat ini. "Jadilah seorang gadis yang kuat dan juga jaga dirimu dengan baik." Mendengar ucapan dan nasehat dari sang ayah yang tidak bisa dipercaya oleh Icha membuat Icha hanya bisa terdiam, usai Rio lenyap dari pandangannya air mata terjatuh begitu saja membuat Icha terus sadar bahwa semua ini bukanlah sebuah mimpi buruk melainkan kenyataan yang tidak bisa dihindari dari keluarganya. Tahu sang ayah masih berada di balik pintu dia bergegas berlari menghampiri pintu dan mencoba untuk mengejar semuanya. Namun ternyata Rio sudah keluar dari rumah hingga Icha berlari untuk mengejarnya, ada sang ibu yang duduk di sofa tanpa berkata-kata Icha tahu tidak akan ada seorang wanita manapun yang mau cintanya diduakan seperti apa yang dilakukan oleh sang ayah. Namun harapan seorang anak hanyalah keluarga yang sempurna dan utuh terutama harmonis adalah menjadi impian semua orang, namun kenyataan pahit yang harus dia terima adalah keluarganya terpecah kali ini meski Icha tidak menyetujui tentang apa yang dilakukan oleh ayahnya tapi dia juga tidak membenarkan tentang ibunya yang selama ini juga selalu sibuk dengan dunianya sendiri. Apa yang harus dia lakukan untuk memastikan keluarganya baik-baik saja dia hanya terdiam melihat ke arah jalanan di mana mobil sang ayah sudah lenyap tak terlihat. Saat Icha masuk ke dalam rumah lagi sang ibu hanya terdiam membisu tanpa menghiraukan Icha. Wanita paruh baya bernama Rossi itu berjalan pergi begitu saja tanpa menghiraukan Icha yang menatapnya bagi Icha segala sesuatu hal yang dirasakan oleh seorang wanita di duakan cintanya adalah kehidupannya yang begitu hancur. Icha memang begitu menyayangi sang ayah namun dia juga tidak membenci ibunya apalagi menghakimi sang ibu yang sibuk bekerja, melupakan kewajibannya kepada sang ayah hingga ayahnya tertarik kepada wanita lain. Icha tidak percaya di hari di mana dia seharusnya bahagia karena memiliki seorang pria yang mau menjadikan dia sebagai kekasihnya hingga Icha merasa jatuh cinta dan kebahagiaan yang berlipat ganda berbonus pria tampan menjadi kekasihnya. Hal itu berubah menjadi sebuah Kehampaan yang terjadi diantara keluarganya kepergian sang ayah membuat Icha tidak memiliki kesempatan banyak untuk bertanya kepada ayahnya. Padahal dia ingin sekali berusaha untuk meyakinkan sang ayah untuk tidak pergi dari rumah. Namun Icha juga tidak mungkin mengecewakan ibunya, hingga dia memilih untuk diam dan menerima semua yang terjadi kali ini hingga perasaan itu sudah berubah menjadi rasa yang hampa. Icha merasa menangis pun apalagi protes akan keputusan kedua orang tuanya yang memutuskan untuk berpisah hanya akan berbuah sia-sia terlebih lagi untuk mempertahankan sebuah hubungan tidak mudah hanya dengan sebuah ucapan Icha yang seharusnya masih mendapatkan perhatian penuh dari kedua orang tuanya. Kini dia hanya bisa berpasrah menerima keadaan sebagai putri keluarga broken home di mana julukan itu akan dia miliki mulai hari ini. Gadis itu hanya melangkah perlahan menaiki anak tangga masih berharap sang ayah kembali merubah suasana kali ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD