Fizah dan Zean selesai merias diri, Hafizah nampak bersinar di mata Zean membuat wanita itu terus memandangnya tanpa sadar.
‘Dia adalah wanita yang beruntung, Fahmi dan Ryan begitu tergila-gila padanya,’ ungkap Zeana dalam hati.
“Kau sangat cantik, Ryan sangat beruntung mendapatkan mu,” ucap Zean tulus.
Fizah menoleh, menatap wanita yang akan menjadi istri dari lelaki yang di cintainya, sebuah mahkota di letakan di atas kepalanya. Zean tampak menakjubkan dengan rambut yang di gerai kebelakang.
“Kau juga sangat cantik, ternyata kau adalah calon ratu.” Pujian itu tak membuat hati Zean bahagia.
“Ratu dalam klan ini, tetapi aku bukan ratu dalam hidup calon pengantinku.”
Deg.
Fizah berpaling, apa yang telah dia lakukan dengan Fahmi membuatnya merasa bersalah.
“Aku tahu dia adalah kekasihmu, dia sangat mencintaimu tapi takdir seolah mempermainkan cinta kalian.”
Fizah termenung mendengar penuturannya.
“Aku tidak mencintainya, kami menjalani semua ini karena keharusan. Semoga kau tidak membenciku karena hal ini.”
“Nona, waktunya telah tiba,” ucap sang pelayan.
Zeana bangkit dari kursinya dan meninggalkan Hafizah. Wanita itu berjalan begitu anggun. Dia sangat sempurna dengan pakaian khas dari negerinya. Semua pelayan wanita menatapnya takjub.
“Nona, kau juga sudah selesai, silahkan menyusul langkah Nona Zean.”
Fizah tersentak, sekali lagi dia menatap pantulan dirinya di cermin. Jelas kecantikan Zean tak mampu untuk di tandingi. Langkah mereka beriringan, Fizah memilih berjalan di belakang menjadi bayangan dari wanita itu.
Di ruangan yang berbeda Fahmi dan Ryan memakai pakaian yang serupa, mereka memilih tidak saling bicara. Ryan kehilangan kata-kata dan Fahmi merasa telah berhianat.
Langkah Zean dan Fizah memasuki ruangan. Pandangan Ryan tak beralih menatap Zeana, wanita yang selalu tampil kuat tanpa riasan dan hidup liar di hutan berubah begitu menakjubkan di matanya. Zeana memandangnya, dia mengabaikan Fahmi yang menatap Fizah. Zean cukup tahu jika dunia Fahmi masih tertuju pada wanita yang berjalan di sampingnya.
“Cantik sekali,” ucap Ryan dan Fahmi bersamaan.
Mereka saling menatap satu sama lain. Lalu kembali memandang pengantin mereka.
“Ehm ….”
Zean melangkah menuju ke Fahmi. Lelaki itu termenung saat tangan Zean melingkar di lengannya.
“Fokuslah, ini adalah pernikahan kita.”
Fahmi menatap Zeana, hal itu membuat Fizah cemburu. Sekilas Fahmi memandang Fizah.
“Kau sangat cantik.” Puji Ryan pada calon pengantinnya.
Fizah menggandengnya, dia merasa ragu dan gugup membuat Ryan menggapainya lebih dulu.
Ryan bersikap sangat manis dan menggandeng calon mempelainya.
“Ayo jalan, semua orang menunggu untuk penobatan.”
Fahmi dan Zeana pun melangkah.
“Mari Tuan ikut saya,” ucap pelayan yang di utus mengantar mereka.
Tempat yang di maksud bukan di dalam istana tapi berada di bagian belakang istana.
“Apa kalian tidak salah tujuan?” tanya Zeana.
Fahmi dan Ryan menatap ke sekeliling.
“Tidak Nona, kita akan menuju ke menara yang berada di bagian belakang.”
Mereka tentu saja terkejut, penobatan penting itu tidak dilakukan di istana.
“Apa ini bercanda?” ucap Fahmi.
Zean menepuk lengannya dengan tangan kanan, lagi Fizah hanya bisa menyaksikannya dari belakang.
“Mereka pasti punya alasan hingga melakukan ini.”
“Ya, kau benar.”
Menara di pilih bukan tanpa sebab, selain akan mengecoh musuh. Purnama yang di harapkan akan menyinari dari tingkat tertinggi dari bangunan itu. Tempat dimana ritual akan di langsungkan.
Hanya Bu Laksmi yang tidak di perkenankan hadir. Wanita itu hanya menunggu di dalam kamar dengan penjagaan dua pengawal.
Raz dan Wa Pasang sudah bersiap, Juna dan Malik menjadi bagian dari upacara malam ini, mereka berdiri di antara lelaki berjubah dengan memakai pakaian serupa. Bagi klan manusia serigala ikut melakukan upacara penobatan merupakan suatu kehormatan.
Setelah tertatih-tatih menaiki tangga, kedua pasang calon pengantin tiba di ruangan, mereka terkejut saat akan melangkah masuk. Orang-orang dengan jubah hitam itu membuat Hafizah merinding.
Langkah Fizah terhenti, ruangan yang hanya disinari oleh beberapa obor kecil terlihat begitu menyeramkan.
“Tenanglah, aku akan menjagamu,” ucap Ryan.
Raz menatap pasangan kedua.
“Sebuah kejutan mendengar kau memutuskan akan menikah juga hari ini,”
Ryan tersenyum.
“Terimakasih telah mengabulkan keinginanku, Tuan.”
“Tentu, kalian akan menikah saat raja dan ratu telah di nobatkan.”
Ryan membungkuk memberi hormat.
“Kami akan menunggu.”
Menara itu sangat tinggi, kini mereka berdiri tepat di puncaknya. Fahmi dan Zean melangkah bersama di atas Altar.
Serentak suara lolongan serigala menggema.
“Auww.”
Malam mencekam, waktu yang di tunggu hampir tiba. Fizah terkejut melihat pemandangan yang terjadi, wajah-wajah itu berganti dengan kepala serigala.
“Aachh!” teriak Fizah saat melihat Ryan dengan wujudnya.
“Tutup matamu,” titah lelaki itu.
Fizah gemetar dengan ketakutan yang luar biasa. Fahmi menatapnya iba.
“Bawah dia keluar!” ucap Raz.
Kehadiran Fizah mengganggu upacara yang akan berlangsung.
Fahmi dan Ryan sigap menghalangi pengawal yang akan mendekati Fizah.
“Waktu baik akan berlalu semakin cepat, aku tidak mau dia merusak upacara penting ini!”
Lutut Fizah gemetar, di penglihatannya semua terlihat berkepala serigala.
“Aku akan menjaganya, aku janji,” ucap Ryan.
“Fizah, tutup matamu dan percayalah padaku. Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu.”
Fizah terpejam, gadis itu memilin ujung baju Ryan, hal itu mengingatkan Fahmi akan sesuatu. Jelas Fizah sangat ketakutan sekarang.
“Tuan dia tidak akan menganggu lagi.”
Wa Pasang menghela napas melihat kejadian itu.
Mantra dirapalkan. Orang-orang berjubah itu melaksanakan tugasnya. Malik dan Juna berjalan mengelilingi mereka.
Ryan menggenggam tangan Fizah, perlahan tapi pasti, suara gebrakan terdengar di telinga semua orang kecuali Hafizah.
Wajah Raz berubah panik, dia tahu pertahanannya baru saja di bobol oleh musuh.
“Buka atapnya dan percepat upacaranya.”
Pengawal yang mendengar perintah Raz langsung bergerak. Langkah seribu kaki semakin dekat menaiki tangga. Ryan merasa Fizah tidak akan aman dan menggeser tempat mereka.
“Ikut aku dan tetap tutup matamu,” bisik Ryan.
Fizah menurutinya, dengan hati-hati Ryan menyembunyikan Fizah di balik Altar.
Wa Pasang menatap Ryan dengan pandangan waspada. Bulan tepat di atas kepala, Raz dan Wa Pasang spontan menoleh ke arah pintu.
“Brak.”
Pintu besi itu hancur dengan kekuatan tenaga dalam. Fahmi terkejut dan melindungi Zean yang ada di sampingnya.
Suasana berubah tegang dan para mengawal mengambil posisi untuk menyerang.
“Wah, aku kira kita sudah terlambat.” Rogiles dan Raksana memasuki ruangan.
Bala pasukannya sedang melumpuhkan penjagaan di istana.
“Kau, beraninya kau menginjakkan kaki di wilayah ku!” Suara Raz melengking membuat Fizah spontan menutup telinganya dengan kedua tangan. Ryan memeluknya, lelaki itu mengintip dari lubang kecil yang ada dihadapannya.
“Siapa mereka?” batin pemuda itu.
“Pergi kalian, jangan coba-coba mengacaukan penobatan ini.”
“Bodoh, aku datang untuk merebut tahta.” Rogiles dan Raksana mendekat.
Malik dan Juna yang melihat itu segera maju melakukan perlawanan.
“Kalian anak-anak ingusan lebih baik menyingkir dari jalanku.”
Malik dan Juna tersenyum mengejek, kedua pemuda itu sudah cukup bekal untuk menghadapi serangan mereka.
“Lanjutkan upacaranya,” ucap Wa Pasang.
Mantra kembali dirapal kan dan bulan purnama bersinar menerpa sang calon pengantin.
“Auuww.”
Lolongan panjang kembali terdengar, Raksana dan Rogiles kewalahan menghadapi kedua putra Wa Pasang beserta pasukan lainnya.
Sinar rembulan menerpa wajah Zean begitu pun dengan Fahmi, anehnya hanya Zeana yang berkilau sedang Fahmi tampak biasa saja.
“Ada apa ini? Bagaimana bisa?” Raz dan Wa Pasang bingung melihat tak ada sedikitpun sinar yang menerpa tubuh lelaki itu.
Rogiles menertawakannya. Sungguh hal itu menjadi keuntungannya.
“Haha haa, sepertinya nasib berpihak pada kami.”
Zeana menatap calon suaminya.
“Kau, apa yang telah kau lakukan?”
Fahmi menggeleng kebingungan, Ryan memperhatikan semuanya dari belakang altar.
“Hey, Nona. Jika kau berkeras jadi ratu, maka menikahlah dengannya.”
Rogiles menunjuk ke arah Raksana. Wanita itu bergidik, Raksana adalah lelaki yang seumuran dengan Datuknya.
“Jangan mimpi, aku tidak sudi menikah dengan serigala jahat sepertinya.”
Rogiles mendorong Malik yang berdiri tepat di hadapannya.
“Satu-satunya calon raja kalian hanyalah dia. Kini sudah saatnya Raz meninggalkan tempat ini.”
Raz menatap kecewa pada Fahmi.
“Apa kau sudah b********h dengan orang lain?”
Semua orang terkejut, Fizah yang menutup mata spontan membukanya. Ryan menatapnya nanar.
“Apa kau orangnya?” Satu pertanyaan Ryan membungkam mulut Hafizah.
Tidak ada jawaban. Namun, raut wajah gadis itu menjelaskan semuanya.
“Kau menghancurkan harapan kami, darah suci itu tak bermakna saat kau melakukan kesalahan.”
Fahmi tak menyangka imbasnya akan sejauh ini.
“Sudahlah, Raz. Cukup untuk menggantungkan harapan yang terlalu tinggi dengan Putra Magadang, dia dan Datuknya sama saja. Terlalu berhasrat dengan manusia,” ucap Rogiles.
Fahmi tidak terima nama bapaknya di bawa dalam masalah ini.
“Cukup, kau tahu kenapa aku bersedia berdiri di sini, semua itu kulakukan demi menunggu hari ini. Dimana serigala picik yang membunuh Bapakku muncul untuk di habisi.”
Raksana yang diam dari tadi menatap Fahmi dari kaki hingga ke ujung rambut.
“Kau sangat sombong, kesombongan itu yang membuat Magadang mati di tanganku.”
Darah Fahmi mendidih, taring yang jarang terlihat muncul dari balik gigi-gigi tajamnya.
“Kau tidak akan menjadi raja, tidak lagi. Kau dan penduduk kampung itu akan menjadi milik kami.”
Fahmi menatap nyalang.
“Cukup, aku dan Abang ku tidak akan membiarkanmu menyentuh desa kami,” ucap Ryan dan keluar dari tempat persembunyiannya. Di terpah cahaya bulan, pemuda itu bersinar tanpa dia sadari.
“Turunlah, Bang. Siapa yang peduli jika kau raja atau bukan.”
Ryan mengulurkan tangan untuk membantu Fahmi turun. Semua orang kini melihat lelaki itu, Zean menatapnya tak percaya.
“Hey, lihat dirimu,” ucap Fahmi takjub.
Ryan menatap kedua tangannya, pemuda itu terkesiap dengan wajah tegang.
“A-apa yang terjadi padaku?”
Tanpa pikir panjang, Fahmi menarik Ryan naik ke atas altar untuk menggantikannya.
“Bang!”
“Dia adalah cintamu, dan kau orang yang terpilih itu.”
Rogiles tidak terima dan berusaha menyerangnya.
“Tidak, aku telah menyiapkan semua ini bertahun-tahun lamanya. Tidak akan kubiarkan kau merusak segalanya, hyat!”
Fahmi memasang badan demi tergapai nya pernikahan mereka.
“Tuan, apa yang kau tunggu! Cepat lanjutkan upacaranya,” ucap Fahmi.
Raksana diam mematung, perlahan wujud serigala hitam yang dicarinya muncul dari sosok Ryan.
Raz memberikan perintah, upacara berjalan khidmat. Malik, Juna dan Fahmi kompak menahan Rogiles.
“Apa yang kau lakukan, Raksana! Serang dia dan rebut tahtanya!” teriak Rogiles yang di kuasai amarah.
Fahmi menatap lelaki itu, dia memandang Ryan dengan tatapan yang berbeda.
“Jangan berpikir kau bisa menyentuh adikku.” Fahmi memberinya tendangan membuat Raksana terpental keluar dari ruangan.
Perkelahian pun terjadi.
“Aku akan membalas kematian Bapakku yang kau bunuh dengan beringas.”
Dendam merasuki hati Fahmi.
Dengan kekuatan yang dimiliki, Fahmi berubah menjadi manusia serigala. Corak dan bulu yang dimilikinya membuat Raksana teringat Magadang.
Fahmi menyerang dengan membabi buta, Raksana dengan lihai dapat menghindar dengan cepat. Fahmi bukanlah tandingannya. Terengah serigala itu menyerang tapi Raksana hanya menertawainya.
Bug.
Satu serangan dari Raksana menjatuhkan Fahmi.
“Kau bukanlah prioritas ku.”
Darah segar keluar dari mulur Fahmi yang kini telah berubah wujud. Lelaki itu berusaha menghentikannya, tapi tendangan Raksana membuatnya terpelanting.
“Menyusahkan saja!”
Di bawah sinar rembulan, Zeana menyerahkan tangan kanannya pada Ryan dan mereka resmi menjadi pasangan.
Bunyi serigala melolong panjang terdengar menakutkan. Raja dan Ratu dalam klan itu telah di nobatkan.
“Aku perintahkan kalian menyerahkan diri!” titah pertama seorang raja baru saja di ucapkan.
Rogiles terengah, napasnya tercekat dan tak dapat bangun dengan benar.
“Kau bukan Raja bagi kami, jadi jangan bermimpi.”
Ryan menatap Raz, kuasa yang dimilikinya membuat Raz dan Wa Pasang membungkuk memberi hormat.
“Tahan mereka,” ucapnya.
Raksana melangkah semakin dekat.
“Kau adalah putraku,” ucapnya membuat semua orang mematung.
Fahmi yang baru saja masuk sembari memegang dadanya ikut terkejut.
“Bulu dan darah suci itu mengalir di tubuhmu. Hanya aku dan saudaraku Magadang yang memiliki keturunan pemilik darah itu.”
Fahmi terpaku mendengarnya.
“S-saudara. Kau bilang tadi Bapakku adalah saudaramu?”
Ryan turun dari Altar, melihat Fahmi terluka dia bergegas untuk menolongnya. Saat Ryan melewati Raksana. Lelaki itu malah memeluknya.
Fahmi dan yang lainnya tercengang.
“Lihat, kau memang putraku. Kau darah daging ku yang hilang beberapa tahun yang lalu. Kau setengah manusia karena ibumu manusia biasa.”
Hati Ryan nyeri walau dia tak percaya.
“Lepaskan aku, beraninya kau menyentuhku!”
Raksana menghiba di kaki Ryan.
“Percayalah kau adalah putraku. Kau di rebut dariku sejak kau dilahir kan.”
Sikap Raksana menyentuh hati Ryan.
“Dengar, aku putra Laksmini. Adik dari Fahmi dan anak angkat dari Magadang.”
Fahmi tersentuh mendengarnya. Ryan mengabaikan lelaki itu dan bergegas memapah Fahmi.
“Kau tidak apa-apa?”
Fahmi menggeleng.
“Acchh!!”
Fizah ketakutan saat Rogiles diam-diam menemukannya.
“Fizah!” Ryan dan Fahmi tampak gusar.
“Lepaskan dia atau kau akan mati hari ini juga,” ancam Ryan.
Fizah menangis dan menatap Fahmi.
“Raksana bangun dan jangan lemah. Kau sangat cengeng, kau pikir pemuda itu adalah putramu, ha! Putramu telah mati dan berhentilah hidup dalam bayang-bayang nya.”
Raksana menggeleng, dia merubah dirinya dengan perlahan.
“Kau putraku, bulu dan ikatan batin ini tak pernah salah.”
Ryan melihat kemiripan yang luar biasa.
“Tidak, jangan percaya padanya,” ucap Fahmi memegang wajah adiknya.
“Dia seorang pembunuh, kau bukan darah dagingnya. Ini pasti salah.”
Ryan merasa bingung.
Di ujung sana, Malik dan Juna berusaha membebaskan Hafizah.
“Jangan coba-coba jika kau tidak mau aku mematahkan lehernya.”
Fizah tak berani bergerak.
“Lepaskan dia, dia tidak bersalah.” Fahmi spontan mendekat.
“Berhenti di sana, Raz kau harus membiarkan kami pergi atau dia akan menjadi santapanku saat ini juga.”
Ryan dan Fahmi menggeleng bersamaan.
“Jangan, baiklah kami akan membiarkan kau pergi dengan syarat kau harus meninggalkannya,” ucap Ryan.
Zean yang melihat perhatian suaminya merasa cemburu.
“Jangan konyol,” Wa Pasang dan Raz tidak setuju.
“Mereka akan di tahan di penjara kerajaan kita,” ucap Raz.
Cengkraman di leher Fizah semakin kuat membuat gadis itu meringis.
“Tolong, aku,”
Wujud Raksana mendekat membuat Fizah lemas dan jatuh pingsan. Rogiles dengan sigap menangkap tubuhnya.
“Sekali lagi, kau membiarkan kami pergi atau dia akan mati saat ini juga.”
Fahmi meremas rambutnya dengan kacau.
“Bawa aku, tolong jangan bawa dia,” ucapnya bernegosiasi.
“Tidak, kau pikir aku bodoh!"
Ryan tak memiliki pilihan.
“Baiklah, tapi berjanjilah kau akan melepaskannya.”
Keputusan Ryan membuat Rogiles lega. Dia membawa tubuh Fizah naik ke atas tunggangannya dan pergi secepat mungkin.
"Apa yang kau lakukan! Kau membiarkan mereka membawa Fizah." Fahmi kesal melihat Ryan.
"Aku tidak punya pilihan, kita hanya perlu mengejarnya."
Ryan bergegas, lelaki itu berubah dan dengan cepat mengejar Raksana.
"Malik, Juna. Apa yang kalian tunggu? Cepat kejar Ryan," ucap Wa Pasang.
Fahmi ikut mengejar meski luka di dadanya begitu perih.
Zeana yang menuruni altar langsung di cegat oleh Raz.
"Kita perlu bicara."