Fahmi kembali ke istana dan bertemu dengan Raz, dia bersedia untuk melaksanakan ritual. Hanya dengan cara itu, Fahmi bisa segera kembali pada keluarganya.
“Bagaimana keadaan Ryan?”
Fahmi terdiam sejenak. Raz dan Wa Pasang menatap cemas sedang Zean dan kedua saudaranya tampak berduka.
“Dia terluka parah. Ada apa ini?” tanyanya.
Malik bangkit dan berjalan mendekat, lelaki itu memegang bahu Fahmi dan berkata.
“Krayn gugur saat perjalanan pulang.”
Wajah Fahmi berubah pias, setahunya Krayn adalah sosok yang kuat yang tidak mungkin tumbang begitu saja.
“Ba-bagaimana bisa?”
Zeana menatap lurus ke arah pemuda itu.
“Sepertinya, mereka sangat tertarik dengan Ryan. Saat kau meminta kami kembali. Kami langsung bergegas, tapi Krayn merasa ragu meninggalkanmu maka dari itu, dia kembali ke tebing. Anak buah yang bersamanya baru saja kembali dan melaporkan bahwa Krayn telah tiada.”
Fahmi mengepalkan tangan.
“Aku harus menjaga Ryan. Aku tidak bisa meninggalkannya sendirian.”
Fahmi akan bergegas pergi tetapi Raz menahan langkahnya.
“Biar kami yang menjemputnya, sekalian aku akan membawa ibumu dan juga gadis itu.”
Zeana dan Fahmi terkejut, mereka tidak menyangka jika Raz akan mengatakannya.
“Ibumu mengenalku, mungkin dia akan shock jika mengetahui segala kebenarannya. Tapi, kita tidak punya pilihan lain. Semua ini demi keselamatan mereka.”
“Maaf jika menyela, Tuanku.” Zeana merasa terganggu dengan keputusan Raz.
“Aku tidak yakin Fahmi akan menepati janjinya jika gadis itu di bawah kemari, lagi pula. Kita hanya akan menakuti mereka."
Raz telah memikirkan semuanya. Dia tetap kekeh pada keputusannya.
“Itu urusan saya.”
Raz bersiap meninggalkan istana.
“Pasang, aku serahkan tanggung jawab untuk menjaga mereka setelah kepergianku.”
Wa Pasang mengangguk, mereka pun melepas kepergian Raz.
“Aku berharap dia hanya bercanda. Manusia berada di tengah-tengah kita, itu sangat lucu," seru Malik.
Zean khawatir jika Fahmi akan berpaling.
“Selama datuk mengenalnya. Dia tak pernah ingkar janji, Zean. Raz tahu apa yang harus dia lakukan.”
**
Fizah dan Bu Laksmi merawat Ryan dengan telaten. Pemuda itu belum sadarkan diri, membuat semua orang begitu khawatir.
Luka di tubuh Ryan berangsur membaik, ramuan buatan Fizah cukup manjur menghilangkan lebam yang memenuhi wajah dan tubuh lelaki itu.
Tok tok tok.
Bu Laksmi dan Hafizah saling menatap saat pintu gubuk mereka di ketuk dari luar. Malam telah larut, siapa yang datang bertamu di tengah hutan seperti ini.
Hafizah menggeleng, dia memberi isyarat agar Bu Laksmi tidak membuka pintu itu.
Sejenak semuanya hening, Fizah menggenggam tangan Bu Laksmi dan meletakkan telunjuk di mulut.
“Buka pintunya, ini aku orang yang telah menitipkan Ryan dua puluh tahun yang lalu.”
Bu Laksmi gemetar, dia sangat mengenali suara Raz walau pertemuan mereka hanya sekali.
Fizah mendengarkan dengan serius.
“Aku tahu dia terluka, hanya aku yang dapat menolongnya, Laksmi.”
Fizah bergidik dengan bulu kuduk berdiri. Bu Laksmi menoleh ke Ryan. Melihat kondisi putranya, Bu Laksmi memilih membuka pintu. Benar saja, wajah Raz muncul di sana.
"Selamat malam, terimakasih sudah membuka pintunya."
Fizah merasa takut, gadis itu memilih duduk di pojokan.
“Lama tidak bertemu." Raz bersikap sangat santai.”
“Apa kau benar bisa mengobatinya? Siang tadi, ada dua orang lelaki yang datang. Kami tidak mengenalnya. Entah Ryan di hajar oleh mereka aku tidak tahu.”
Raz memegang bahu wanita tua itu, dia mengucapkan mantra agar Bu Laksmi manut padanya.
“Mereka orang-orang jahat, aku datang untuk membawa kalian pergi ke tempat tinggal ku.”
Di bawah kuasanya, Bu Laksmi mengangguk pasrah.
Fizah melihat kejanggalan itu.
“Sebenarnya siapa kau ini? Kenapa kau datang tiba-tiba?”
Raz tersenyum dan menghampiri Ryan.
“Dia milikku. Aku hanya menitipkannya pada Bu Laksmi. Sekarang aku datang untuk membawanya.”
Fizah menggeleng lalu menggenggam tangan Ryan.
“Tidak, kau tidak boleh membawa siapapun. Ryan dan ibu tidak boleh meninggalkan gubuk ini.”
Raz memberi isyarat pada anak buahnya untuk membawa Bu Laksmi terlebih dahulu.
“Tidak, jangan lakukan itu. Aku mohon.” Fizah berusaha menahannya.
“Fahmi bersama kami, aku tahu kau sudah mengetahui siapa Fahmi dan Ryan. Aku adalah pemimpin mereka. Bahaya mungkin mendekat, keselamatan kalian menjadi tanggung jawab saya.”
Fizah terhenyak, dia bingung antara mau percaya atau tidak.”
“Purnama sebentar lagi tiba, Fahmi akan segera menikah dengan keturunan dari bangsa kami. Itu sebabnya dia tidak bisa kembali.”
Kabar itu membuatnya kecewa.Meluluh lantakan setiap kepercayaan yang telah dia bangun.
Hati Fizah bagai tercabik- cabik. Berita itu sangat mengejutkan baginya, Perih terpatri, Fizah merasa dunianya hancur, di patahkan dalam waktu sekejap.
“Kau harus ikut dengan kami.”
Raz menyentuhnya, seketika pandangan Fizah kosong.
"Gadis yang malang."
Raz langsung membawa mereka pergi dengan kesaktian yang dimilikinya.
**
Di Istana saat ini.
Fahmi menunggu dengan gelisah. Jantungnya berdebar lebih cepat. Tak sabar menunggu ke datangan Raz.
Suara bising dari luar, mengganggu pendengarannya. Fahmi bergegas dan mendapati Zeana mematung dengan tatapan kecewa.
Fizah dan Bu Laksmi tiba di istana dan di tuntun langsung oleh Raz.
Di belakang mereka, tubuh Ryan di gendong oleh salah satu anak buah Raz.
“Ibu, Fizah.”
Zeana yang mematung, kini tersadar dan segera menghampiri Ryan.
“Bagaimana keadaannya, apa dia baik-baik saja? Ryan bangunlah. Apa kau dengar aku.”
Fahmi tersentak. Dia baru menyadari satu hal. Zean begitu khawatir dengan Ryan. Sekilas ingatan Fahmi kembali pada masa dimana Ryan pertama kali terluka. Wanita itu setia menunggu dan merebus ramuan untuk Ryan semalaman, kepedulian yang dilakukan Zean waktu itu bukan untuk dirinya tapi untuk Ryan.
“Dia masih tak sadarkan diri, bawa dia ke kamar khusus. Kau boleh merawatnya, Zee,” ucapan Raz seperti angin segar yang begitu menyejukkan hati Zean.
“Baik, aku akan merawatnya.”
Fahmi hanya diam. Raz lalu menyerahkan Fizah dan Bu Laksmi kepadanya.
“Mereka akan sadar dalam waktu sepuluh menit. Sebaiknya kau membawanya ke kamar. Mereka akan kelelahan karena pengaruh hipnotis.”
Fahmi tak memiliki jawaban selain mematuhi keinginan tuannya itu.
“Baik.”
Fahmi menuntun mereka masuk ke kamarnya. Benar saja, saat keduanya duduk di atas kasur, mereka mulai sadar dan kebingungan.
"Dimana ini, Fahmi kau disini, Nak?"
Bu Laksmi memeluk putranya erat.
"Iya, Bu. Ibu akan aman di sini. Ibu istrahat dulu, ya."
Rasa kantuk menyerang, Bu Laksmi. Wanita itu terpejam dalam sekejap. Fizah menatap Fahmi lekat. Airmatanya jatuh begitu saja membuat Fahmi bingung.
"Hey, kau baik-baik saja?"
Saat tangan lelaki itu terulur untuk menangkup wajah kekasihnya. Fizah jatuh ke pelukannya.
"Aku sangat mencintaimu,"
Fahmi tertegun, dia memeluk Fizah dengan hati yang juga menangis.
"Aku juga mencintaimu, Fizah."