Chapter 13 Berusaha untuk jujur

1027 Words
Setelah mendengar pengakuan Hafizah. Ada rasa lega di dalam hati Fahmi. Pemuda itu senang mengetahui bahwa dirinya ternyata telah salah paham. Fizah terlihat begitu bahagia bukan karena telah menolaknya, tapi karena senang di jodohkan dengan dirinya. Fahmi ingin sekali berteriak menyuarakan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Terlalu bahagia, Fahmi lupa menghentikan ucapan Fizah yang akan melupakan soal lamaran ibunya. Pemuda itu kini bingung untuk menjawabnya. "Fizah," panggil Fahmi. Pemuda itu berdiri dan berjalan mendekati Fizah. Gadis itu menoleh dengan sisa tangis di wajahnya. Fahmi merutuki kebodohannya yang membuat sang pujaan hati bersedih. "Fizah, aku ... emm." Lelaki itu gugup, bingung entah bagaimana menyampaikan maksudnya. "Tidak apa-apa. Aku mengerti," potongnya, Fizah berusaha tersenyum dan terlihat sangat di paksakan. Hafizah menyeka bulir bening yang membasahi pipinya, dengan cepat dia merubah suasana hati dan melempar pandangan ke arah sekitar. Tempat dimana dia berdiri sekarang. Fizah dapat melihat seluruh rumah warga dari tempatnya. Fahmi memperhatikan gadis itu. Senyumannya membuat hati lelaki itu remuk. "Aku hanya ingin bilang itu. Mulai sekarang kau tidak perlu terus menghindar dan merasa bersalah," tekannya. Fizah bersiap untuk pulang dan meninggalkan Fahmi sendirian. "Fizah, maukah kau percaya padaku?" ucap Fahmi dan menahan langkah gadis itu. Fahmi memberanikan diri, sebelum semuanya benar-benar terlambat. Dia tak ingin Fizah benar-benar meninggalkannya. Kali ini Fizah yang terdiam. Pandangan mereka bertemu. Fizah menunggu apa yang akan di sampaikan oleh lelaki itu. "Fizah. Jika aku tak sebaik yang kau pikirkan?" ucapannya terjeda, Fahmi bimbang dan takut untuk jujur. Fizah menatap lekat. "Apa kau tetap akan mau menjadi istriku? Mau menerima segala kekurangan dan akan mendampingiku sampai akhir?" Fizah mematung dengan wajah tak percaya. Fahmi menunggu jawaban, tapi Fizah malah menangis. "Apa yang membuatmu ingin menerimaku? Apa karena kau merasa berhutang budi. Jadi, segan untuk menolak." Fizah mengeleng kan kepala. Jantung keduanya berdetak semakin cepat, darah Fahmi berdesir, sebagian dari tubuhnya merespon dan akan fatal akibatnya jika Fizah melihatnya berubah. "Aku tidak tau kapan aku merasa nyaman. Tapi, aku merasa sakit saat kau menjauh. Aku akan menerima saat suka dan dukamu juga mendampingimu sampai akhir, bagiku kau tak punya kekurangan." Lelaki itu merasa tersanjung. Fizah mengucapkannya tanpa ragu. Dia berfikir keras bagaimana tentang jati dirinya, haruskah jujur sekarang bahwa dia adalah seorang manusia serigala atau menutupi segalanya. "Fizah, apa kau ingat saat kedatangan Ryan malam itu? Saat munculnya seekor serigala, di halaman belakang," tanya Fahmi. Fizah mengangguk dengan cepat. "Kampung ini di kenal dengan Kampung gunung serigala. Ibu sudah menjelaskan padamu. Bahwa serigala masih berkeliaran dan keturunannya masih ada di tengah-tengah masyarakat. Entah dimana keturunan sesungguhnya, tapi." Fahmi menelan salivanya dengan susah payah. " Jika aku ternyata, emm ...." Fahmi ragu, lelaki itu akhirnya berhenti. Dia belum siap untuk mengungkapkan. Tatapan Fizah membuatnya salah tingkah. "Bukanya. Kau pernah bilang kau adalah salah satu keturunannya?" 'Kapan. Kapan aku bilang padanya?" Fahmi tak dapat mengalihkan pandangannya. "Hey. Dulu kau pernah bilang kau adalah salah satu keturunannya. Apa kau lupa?" Fizah mengucapkannya dengan enteng. Seolah itu hal yang biasa. Fahmi mengingat-ingat, dia merasa tidak pernah mengatakan apa-apa. Bagaimana bisa hal sepenting itu di umbar pada Fizah. "Ngawur," ucap Fahmi berusaha menghindar. "Aku tidak bohong. Kau bilang padaku saat kakiku terluka di halaman belakang rumah." Fahmi berhenti, ya. Pemuda itu kini mengingatnya, dia pernah menjailih Fizah waktu itu, karena gadis itu sangat penasaran dengan tebing yang dia lihat dan Bu Laksmi menjelaskan semuanya. Saat itu Hafizah ketakutan. Tapi, Fahmi sempat menjailihnya dan mengatakan bahwa dirinya adalah salah satu dari keturunan Sang Manusia Serigala. Tujuan Fahmi saat itu untuk menjailihnya. Dia tidak tahu jika Fizah menganggapnya serius. "Apa kau tidak takut?" "Tadinya aku takut. Tapi, jika itu benar kau. Aku akan tetap bertahan." Fahmi terpukau. Dia masih tak percaya. "K-kenapa? Bukannya kau sangat takut dengan mahluk mengerikan, itu? Fizah menggeleng. "Karena aku telah memilihmu," ucapnya dengan mata berbinar. Fahmi tersenyum. Pemuda itu tak bisa mengendalikan rasa karena terlalu bahagia. Apalagi saat tahu Fizah tidak akan meninggalkannya. 'Apa ini mimpi?' "Apa kau menginginkan kita menjadi saudara?" ucapan itu membuyarkan senyuman Fahmi. Seketika dia merasa kesal. "Jika kau mau jadi saudaraku. Kau harus menikah dengan Ryan. Apa kau mau?" "Apa menikahi Ryan akan mengembalikan senyummu? Baiklah akan ku lakukan," tantangnya. Lelaki itu gemas mendengarnya, Fahmi mengenggam tangan Hafizah. "Kau, hanya akan menikah denganku. Kau tidak boleh menikah dengan yang lain." Fizah tersenyum bahagia mendengarnya. "Benarkah?" tanyanya tak percaya. Fahmi mengangguk dan merasakan debar jantung yang dirasakan gadis itu. "Sepertinya kita harus pulang, kasihan ibu sendirian." Fahmi mengajaknya pulang. Pemuda itu tak sabar menceritakan semuanya pada sang ibu. Akhirnya, Keinginan Ibunya yang akan bermenantu kan Fizah akan segera terwujud. Tidak ada lagi keraguan di antara mereka. "Fizah, kali ini jangan jatuh. Aku nggak akan bisa gendong kamu pulang," ucap Fahmi jujur. Fizah merasa sangat malu mendengarnya. "Apaan sih. Emang jatuh itu di rencanakan!" "Nggak, sih. Cuman aku mau cepet sampai di rumah." "Kenapa?" "Aku kangen mau di buatin nasi goreng. Udah seminggu lebih aku nggak sarapan," ucapnya jujur. "Ngambek aja terus. Eh, emang kemarin kau ngambek karena apa?" tanya Fizah dengan polosnya. 'Mulai kan cerewetnya,' batin Fahmi. Lelaki itu ragu mengatakannya, dia tidak mau Fizah mengetahui semuanya. "Hey, di ajak ngomong kok, diem?" "Aku kira, kamu menolak lamaranku," ucapnya pelan. Gadis itu terkejut mendengarnya. "Kok, kamu bisa berpikir seperti itu?" "Kata Ibu kamu murung terus waktu di tanyain soal lamaran. Tapi, pas ibu tanya kamu jadi anak ibu aja. Kamu senyum senyum sendiri." "Jadi Ibu ngira aku udah nolak lamaranya dong," tebaknya. Fahmi menggeleng. Dengan santai dia melangkah menuruni gunung. "Iya, seperti itu." Fizah termenung, berarti tidak ada lamaran yang terjadi. "Ada apa?" Melihat gadis itu diam, Fahmi pun penasaran. "Artinya diantara kita tidak ada lamaran, kau dan aku. Kecuali kau mau menjelaskan semuanya pada ibu." Lelaki itu tak langsung menjawabnya. Mereka berjalan bersisian. Fizah tak ingin berharap banyak. "Entah bagaimana caranya untuk menyampaikan semuanya pada ibu. Aku telah menolak untuk menikah berkali-kali." Fizah hanya tersenyum datar. "Tidak apa-apa. Jangan dipaksakan." Fahmi terusik melihat wajah sedih Hafizah. Saat lelaki itu ingin membesarkan hatinya. Sosok jelmaan serigala muncul di balik pohon, Fahmi tertegun. Sosok itu tak pernah dia temui sebelumnya. Yang Fahmi ketahui hanya ada dua serigala di kampung tersebut, dirinya dan Ryan sang adik. 'Siapa dia? Mengapa dia terus mengawasi kami?' batinnya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD