Chapter 2 - Guru Baru

1124 Words
Saat ini ady berada di kamar mewah dengan ukuran yang sangat luas. Dimana lagi kalau bukan rumah ku surga ku. Ralat, mana ada surga sepi begini. Hanya ramai dengan para asisten rumah tangga. Ukuran kamarnya saja bisa disamakan dengan gor futsal. Terkesan simpel tanpa ornamen berlebihan. Karena pemuda ini memang tidak terlalu tertarik mendesain kamarnya. Untuk apa mendesain, toh hanya digunakan untuk tidur. Tok... Tok... Tok... Terdengar suara pintu kamar adyatma di ketuk dari luar. "Mas ady...". Suara bi sumi memanggil adyatma. "Kenapa?". Jawab adyatma tanpa membuka pintu kamarnya. "Di tunggu tuan di ruang tengah". Kata bi sumi salah satu asisten rumah tangga di rumah adyatma. "Iya, bilang papa nanti saya ke sana". "Baik mas". Terdengar suara langkah menjauhi kamar adyatma. Pasti saat ini bi sumi sedang berjalan menuju majikannya untuk laporan. Menghela nafas panjang, adyatma tahu persis apa yang akan dibicarakan oleh papanya. Berjalan malas keluar dari kamarnya, menuju ruang tengah yang berada di lantai satu rumah mewah itu. Langkah demi langkah kaki adyatma menuruni anak tangga menuju ruang makan tempat papanya menunggu. "Ehm... Papa manggil ady?". Adyatma langsung duduk di sofa berhadapan dengan papanya yang saat ini sedang membuka berkas laporan di perusahaannya. Lelaki paruh baya bernama tyo melihat sejenak ke depan, lalu dengan cepat menutup berkas berkas yang ada di tangannya. Bramantyo Alister Bagaskara, ayah kandung adyatma sekaligus pemilik dari alister bagaskara grup. Salah satu perusahaan otomotif terbesar di indonesia. Lelaki itu menghembuskan nafasnya sejenak sebelum memulai pembicaraan. Anak tunggalnya, hanya menatapnya dengan tatapan datar tanpa ada rasa bersalah sedikitpun meski tahu apa yang telah ia perbuat. "Kamu pasti tahu apa yang papa mau bicarakan". Membuka keheningan di antara mereka berdua. "Terus, kenapa papa sampe repot repot panggil ady kesini?". Jawaban anaknya hanya membuat ayahnya tarik urat. Untung saja anak tunggal, jika ia memiliki anak lainnya, sudah pasti ady langsung dihempaskan ke planet lain. Dasar anak lucknut. "Papa hanya ingin mengingatkan kalau kamu itu nggak boleh melakukan hal hal tidak berguna seperti kemarin. Ingat, kamu itu...". "Pewaris tunggal alister bagaskara grup. Jadi ady jangan sampai mencoreng nama baik keluarga karena kelakuan ady yang bar bar". Kalimat papa tyo langsung dipotong cepat oleh ady. "Udah kan, papa cuma mau ngomong itu? Kalo nggak ada lagi yang mau diomongin, ady pamit ke kamar dulu". Tanpa menunggu persetujuan papanya, ady segera beranjak ke kamarnya. Sang papa yang melihat kelakuan anaknya hanya bisa menahan nafasnya agar tidak sama sama berbuat bar bar. "Ya ampun kelakuan anak ini". Tyo meneguk habis teh yang telah disiapkan sebelumnya. Tyo segera mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Dengan cepat mendial nomor asisten pribadinya. Dengan cepat panggilan tersebut di respon, terdengar suara laki laki dari seberang telepon. “ada apa pak?”. “tolong kamu awasi ady. Jangan sampai dia berbuat yang aneh aneh lagi. Dan laporkan seluruh gerak geriknya ke saya”. Perintah tyo kepada lelaki yang bernama anto. “ady anak bapak?”. Tanya anto memastikan. Karena selama ini bosnya tidak pernah menaruh perhatian kepada anak semata wayangnya tersebut. “siapa lagi. Anak saya Cuma satu to”. “baik pak. Akan saya kerjakan”. Menutup sambungan teleponnya, dari tempat berbeda anto mengerutkan alisnya. Memastikan lagi jika pendengarannya tidak mengalami masalah apa apa. “benar ady anaknya bos tyo kan ya”. *** Disebuah rumah megah lainnya, jaraknya tidak terlalu jauh dari kediaman keluarga alister bagaskara. Tempat tinggal seorang komposer terkenal yaitu Gavin Demiansyah Gunawan dan keluarga. Diketahui lelaki itu memiliki dua orang anak, lelaki dan perempuan. Dion aditya dan Nona titha melody. Keduanya mewarisi bakat dari sang ayah. Mereka sangat mahir memainkan berbagai macam alat musik. Namun saat ini dion sedang melanjutkan studynya di paris. Sudah masuk tahun terakhir dan sebentar lagi akan kembali ke indonesia. Sedangkan adiknya, nona tidak tertarik untuk menempuh pendidikan di luar negeri. Karena menurutnya, di negeri sendiri ia juga bisa memaksimalkan bakatnya. Gadis ini sangat menyukai dunia musik, sampai suatu ketika ada kejadian tak mengenakkan terjadi kepada temannya. Temannya hamil di luar nikah, namun pacarnya tidak mau bertanggung jawab dan memilih kabur dari tanggung jawab. Pada akhirnya temannya memilih jalan yang salah lagi. Apalagi kalau bukan menggugurkan kandungannya. Nona sangat kecewa dengan keputusan temannya tersebut. Sudah salah karena berani berhubungan intim dengan pacarnya, sekarang malah berani menggugurkan kandungannya. Namanya dunia entertaintment, sudah pasti mengenal dunia malam. Ya, dunia yang bisa membuat anak muda jatuh ke jalan yang salah. Alkohol, obat obatan terlarang sampai s*x bebas. Hal itulah yang menjadi penyebab kenapa saat ini nona memutuskan untuk berhenti dari dunia musik dan memilih menjadi guru. Walau jurusannya tetap seni musik. Ia ingin membimbing remaja milenial saat ini agar jangan sampai terjerumus dalam pergaulan yang salah. "Nona, ayah tanya sekali lagi. Kamu yakin dengan keputusan kamu untuk jadi guru?". Tanya papa gavin kepada puterinya. "Iya. Nona udah yakin seratus persen kok yah". Gadis pendiam dengan segudang talenta. Agak sayang sebenarnya untuk melepas nona dari dunia musik hanya untuk menjadi guru biasa. Tapi apa daya jika itu sudah menjadi keputusan mutlak. "Baiklah kalau begitu. Terserah kamu saja. Ayah hanya bisa mendukung semua keputusan yang sudah kamu buat. Tapi, kamu harus jaga tanggung jawab itu. Ingat, menjadi seorang guru tidaklah mudah seperti kelihatannya". Gadis itu lantas tersenyum mendengar persetujuan ayahnya. Mengangguk dengan yakin "pasti yah. Nona pasti akan memegang tanggung jawab itu. Terima kasih karena ayah sudah mendukung keputusan ku". Nona memeluk tubuh ayahnya, yang di balas dengan usapan lembut di bagian kepala oleh gavin. Pagi pun menjelang. secercah sinar hangat matahari menerobos lembut dari sela sela jendela kamar gadis yang hari ini telah resmi menjadi guru seni musik di SMA Wira Buana. Suara gemericik air terdengar dari dalam kamar mandi, menandakan gadis itu sedang bersiap siap untuk hari pertamanya mengajar. Ada rasa gugup, namun rasa semangat untuk mengajar tidak bisa ia sembunyikan lagi. Memakai kemeja pink dan celana bahan abu abu. Nona terlihat sangat elegan tapi tidak mengurangi sisi manisnya. Menguncir rambutnya, berdandan minimalis tanpa terlihat berlebihan. Nona tersenyum melihat tampilannya di cermin. Sangat sempurna untuk memulai profesi barunya hari ini. Tak... Tak... Tak... Langkah nona berjalan menuju ruang makan keluarga, membuat ayah dan ibunya tersenyum melihat putrinya terlihat sangat antusias. Menarik salah satu kursi yang ada disana, nona mengambil satu potong roti lalu menambahkan selai stroberi kesukaannya. "Pagi ayah, ibu". Sapa nona sambil mengoleskan selai. "Semangat banget. Sampai ngasih salam ke orangtua sambil makan gitu". Ucap davin sambil meminum kopi buatan istrinya. Menepuk dahinya, nona berkata "maaf banget bu, yah. Efek saking pengen cepet sampai ke sekolah kali ya". "Kamu tuh ya. Pelan pelan makannya jangan sampe tersedak. nanti bukannya sampai ke sekolah, malah ke rumah sakit". Sahut ibunya. "Ish ibu mah. Ya udah, nona berangkat duluan ya". Nona telah menghabiskan roti dan susunya dengan cepat. Mencium tangan ayah dan ibunya, nona lalu berangkat mengajar. "Assalaamu'alaikum". "Wa'alaikumsalam...".
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD