Kecewa

1448 Words
"Jangan tinggalkan aku Kakak!" teriak Xue Mingyan dan langsung bangun dari tidurnya. Seluruh tubuhnya berkeringat dan nafasnya tidak teratur. Dia menatap ke sekelilingnya. "Hah hah, sepertinya itu hanya mimpi. Kenapa aku memimpikan Kak Chen?" tanya Xue Mingyan pada dirinya sendiri. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya dengan ditopang oleh kakinya sendiri. Hampir 1 bulan dirinya tinggal di dunia ini, tetapi mengapa harus bermimpi tentang keluarganya sekarang? dan mimpi itu terasa nyata sekali baginya, pikirannya menjadi kacau dan gelisah. Dia bingung apa yang terjadi dengan kehidupan dulunya, mengapa semua ingatan itu muncul? Lantas, kenapa dia tidak mengingat hal lainnya? Tok tok tok Suara ketukan pintu itu berhasil menyadarkan Xue Mingyan dalam lamunannya. "Masuk," balas Xue Mingyan. Lala dan Lusi membuka pintunya pelan dan menjumpai Xue Mingyan yang tengah terdiam melamun. "Nona, apakah tadi malam nona bermimpi buruk?" tanya Lala menebak. Xue Mingyan menatap Lala, dia juga bingung apakah mimpi itu baik atau sebaliknya. "Tidak apa apa, kalian tidak perlu mengkhawatirkannya," balasnya. Lala mengangguk mengerti kemudian dia membantu Xue Mingyan bersiap siap dengan dibantu Lusi. *** "Ada apa Huanran, kenapa kau tiba-tiba muncul?" tanya Liu Xingsheng penasaran dengan kedatangan Huanran yang tiba tiba ini. "Tuan, aku ingin memberitahumu bahwa Pavilliun Nona Xue Mingyan hangus terbakar," balasnya ragu. Liu Xingsheng yang sedang membaca dokumen-dokumen Kerajaan itu langsung berdiri lalu menggebrak mejanya dan berhasil membuat Huanran terkejut. "Bagaimana dengan Xue Mingyan?" bentak Liu Xingsheng khawatir. "Ka-kakinya terluka karena terkena kobaran api," balas Huanran ragu. Liu Xingsheng terduduk lemas, pikirannya sekarang kacau. "Kenapa itu bisa terjadi?" tanyanya lagi. "Se-sebenarnya yang membakar Pavilliunnya adalah Nona Xue Mingyan sendiri, sebelumnya dia telah menangkap pelakunya tetapi kemudian dia menyuruh pelayannya untuk membakar Pavilliun miliknya," panjang Huanran. Liu Xingsheng terdiam, dia mengerutkan dahinya berpikir kenapa Xue Mingyan harus melakukan itu. "Fengying, temani Huanran di sini, jangan biarkan siapapun masuk ke dalam sebelum aku pulang. Aku akan pergi menemui Xue Mingyan," perintah kemudian berjalan pergi meninggalkan mereka berdua. Huanran menghela napas lega, sungguh tadi itu menegangkan sekali. Fengying yang melihat Huanran seperti itu menertawakan kesengsaraannya. "Fengying s****n, kau akan mendapat karmamu nanti. Lihat saja!" kutuk Huanran kesal. *** Xue Mingyan sedang terduduk diam merenungkan mimpinya semalam. Dia tengah sendirian saat ini karena tadi dirinya menyuruh Lala dan Lusi membuatkan makanan untuknya. "Hei Raja Neraka s****n, kau pasti mendengarkanku bukan? Jawablah, kenapa kau mengingatkanku lagi dengan Kakakku hah? Dan siapa orang itu? Mengapa malam ini aku bermimpi tentang kehidupanku yang lalu? Lantas kenapa aku tidak mengingat hal lainnya? Tidak cukup apa melemparku ke sini!?" keluh Xue Mingyan sambil menatap kesal ke atas sana. "Kau pasti mendengarkanku, kan? Tenang saja aku tidak akan menyakitimu. Tapi, jika kau tidak menjawabku, maka aku akan mati lagi sekarang! Agar aku bisa menghajarmu di sana karena tidak menjawab pertanyaanku ini," tambahnya lagi. "Aku mati sekarang nih, kau bersiap siaplah di sana Raja Neraka!" ucap Xue Mingyan mencoba melukai tangannya dengan jepit rambut miliknya sambil menatap ke atas. "Xue Mingyan!" teriak seseorang. Xue Mingyan terkejut dengan teriakan memanggil namanya itu. Saat menengok ke sampingnya tiba-tiba seseorang langsung memeluknya. "Ternyata kau baik baik saja, aku khawatir sekali padamu." Xue Mingyan mendongakkan kepalanya ke atas untuk melihat siapa yang telah berani memeluknya ini. "Akhh, dasar pria m***m! Berani sekali kau memelukku," geram Xue Mingyan yang langsung melepaskan pelukannya. "Harus berapa kali aku katakan, panggil aku Li. Aku tak suka kau memanggilku Pria m***m," keluhnya kesal. Xue Mingyan menatap tajam orang yang di depannya. "Kenapa? Apa kau pikir aku akan takut padamu? Walaupun kemarin kau telah mengalahkanku tapi jangan harap sekarang aku akan mengalah lagi," tekad Xue Mingyan yakin. Dia langsung berdiri untuk menghampiri pria itu, tetapi kemudian dia meringis sakit pada kakinya. Li menghampiri Xue Mingyan, dia langsung membantunya untuk duduk kembali. "Aku tidak ingin menang lagi dengan mudah karena lukamu ini," khawatirnya. Xue Mingyan terdiam membatu mendengarnya, 'Tunggu, apa!? lagi dengan mudah? apa maksudnya? dia benar benar menghinaku lagi dengan ucapannya!' batinnya. "Jangan mengejekku lagi," balas Xue Mingyan datar dan dibalas dengan Li yang tertawa. "Baiklah oleskan ini pada kakimu," saran Li sambil menyerahkan obat pada Xue Mingyan. "Bagaimana kau tahu aku sedang terluka?" tanya Xue Mingyan penasaran. *** Shu Hang tengah menatap kosong ke depan di dalam kamarnya. Dia tak habis pikir rencananya sendiri bisa menjatuhkannya seperti ini. Tetapi tiba-tiba seseorang masuk ke dalam kamarnya dan segera menutup pintunya rapat. "Ibu, Hang er khawatir sekali," rengek Shu Hang menghampiri Selir Niang yang baru saja datang. Shu Hang ingin sekali memeluk ibunya untuk menenangkan dirinya. Bukannya dapat pelukan dia malah dapat tamparan keras dari ibunya ini. "Kau bodoh sekali, kenapa kau bertindak gegabah seperti itu hah!?" tanya Selir Niang marah. Shu Hang menatap tidak percaya Selir Niang, dia tak habis pikir ibunya sendiri akan menamparnya. "I-ibu ... kenapa?" tanya Shu Hang sedih berusaha menahan air matanya tidak jatuh. "Itu untuk menyadarkanmu," jawab Selir Niang. Shu Hang tersenyum sinis, dia benar-benar muak dengan semua ini. "Lalu apa yang harus kulakukan ibu? apakah aku harus diam ketika dia seperti itu? dan bagaimana dengan ucapan ibu sebelumnya? ibu sudah berjanji padaku akan membalaskan dendamku, tetapi mengapa? sampai sekarang ibu hanya bisa berbicara saja!" panjang Shu Hang kesal. Selir Niang terkejut ketika anaknya bisa mengeluhkan tentang dirinya seperti itu. "Kau bodoh atau apa? ibu kan sudah bilang padamu berkali kali bahwa Xue Mingyan sekarang telah menjadi pintar. Kita harus berhati hati padanya, lihatlah kau terlalu gegabah dan akhirnya apa? kau mendapat hukuman dari ayahmu sendiri," balas Selir Niang Shu Hang terdiam mendengar ucapan ibunya. Dia juga kesal pada dirinya sendiri yang mudah tersulut emosi. Selir Niang menghampiri Shu Hang, dia mengusap lembut kepalanya, "Kau tunggulah di sini, ibu akan berusaha membebaskanmu dari hukuman ini," ucapnya. Shu Hang mengangguk mengerti, lalu dia memeluk ibunya untuk menenangkan hatinya. *** "Bagaimana kau tahu aku sedang terluka?" tanya Xue Mingyan penasaran. "K-kau kan tadi meringis kesakitan, kebetulan sekali aku lewat dan membawa obat yang cocok dengan lukamu," balas Li beralasan. Xue Mingyan menatap tidak suka padanya. Dia selalu saja mengejek dirinya dengan kata-katanya itu. "Baiklah, terima kasih atas kebetulan dirimu. Tapi ..." ucapan Xue Mingyan terhenti dan menatapnya. "Tapi?" tanya Li penasaran. "Kenapa kau langsung pergi begitu saja kemarin hah!? kau tahu tidak aku berteriak sendirian dan dilihat oleh pelayanku sendiri," teriak Xue Mingyan kesal. Li terkejut dengan teriakannya Xue Mingyan. Dia berjalan mundur sambil menutup telinganya. "Aku kesal sekali padamu Li s****n!" bentak Xue Mingyan. Dia langsung memalingkan wajahnya ke arah lain malas menatap Li. Li tersenyum melihat Xue Mingyan yang terlihat seperti anak kecil yang sedang marah. Itu sangat lucu menurutnya. Dia berjalan menghampirinya dan menatap wajahnya dari dekat. "Kau marah padaku?" tanyanya. "Tidak! kenapa aku harus marah padamu," jawab Xue Mingyan ketus. Xue Mingyan bergeser dan memalingkan wajahnya ke arah lain untuk tidak menatapnya. "Syukurlah kalau begitu," balas Li. Xue Mingyan sedikit terkejut dengan kata katanya itu, dia menatap heran Li. 'Tidak ada usahanya sedikitkah? aihh bodoh sekali diriku, terlalu berharap banyak padanya,' keluh Xue Mingyan di dalam hatinya. Li yang melihat Xue Mingyan menatapnya seperti itu langsung mengerti, "Baiklah maafkan aku, aku hanya bercanda saja," ucapnya berjalan mendekati Xue Mingyan. Xue Mingyan tidak menjawabnya, tentu saja itu karena dia sedang menjaga harga dirinya. Jika dia langsung memafkannya itu tidak akan memberikan efek jera padanya menurutnya. "Kau tidak ingin memaafkanku?" tanya Li lagi. "Aku akan memaafkanmu hanya jika kau tulus mengatakannya. Baru aku akan memaafkanmu," balas Xue Mingyan. Li tersenyum melihatnya, dia berjongkok tepat di hadapan Xue Mingyan lalu meraih tangannya dan menggenggamnya erat. "Xue er, maafkan aku ya. Aku tidak akan mengulanginya kembali, hmm?" ujarnya. Xue Mingyan menatap Li, kedua pipinya bersemu merah mendengar penuturan lembutnya. "Baiklah, aku memaafkanmu karena kau tulus mengatakannya," balasnya angkuh. "Kalau begitu aku akan pergi, jaga dirimu baik-baik." Li bangkit dari jongkoknya dan hendak pergi. Namun, Xue Mingyan segera mencegahnya. "Li, apa sebelumnya kita pernah bertemu?" Xue Mingyan menatap lekat Li. "K-kau mengingat pertemuan pertama kita?" tanyanya terkejut. Xue Mingyan Mengernyit bingung, "Pertama?" Dia berpikir sepertinya dia salah orang untuk saat ini. "Iya pertama, memangnya apa yang kau ingat?" Xue Mingyan terdiam tidak menjawabnya, "Ti-tidak ada, sebaiknya kau pergi cepat. Sana pergi, sebelum kedua pelayanku datang kemari," usirnya. Li berdecak kesal, Xue Mingyan tidak ingin memberitahunya. "Benar aku pergi?" Xue Mingyan menatap ke arah lain dan dengan yakin menganggukan kepalanya dan berkata, "Iya, silahkan pergi," Beberapa saat tidak ada suara, hanya ada keheningan. Dia menatap ke samping kanannya untuk melihat Li. Tetapi kemudian, Li sudah tidak ada di sampingnya lagi. "Mengapa aku harus kecewa saat dia pergi? Xue Mingyan kau ini terlalu lemah pada pria. Ditinggal oleh orang itu saja kecewa," keluh Xue Mingyan pada pemilik tubuh aslinya. Dia masih mengira kalau seluruh perasaannya pasti berhubungan dengan pemilik tubuh aslinya. Menurutnya, pemilik tubuh aslinya ini tidak pandai menyembunyikan ekpresi. Akan tetapi kenyataannya tidak seperti itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD