Mayit

1113 Words
Gundukan tanah mulai bergerak, satu per satu sosok menjijikan itu keluar dari habitatnya. Kinan yang melihat hal itu hanya bisa bersembunyi dibalik tubuh pria jangkung yang nan tampan itu. “Kamu bisa panjat pohon?” tanya Gadi. “Bisa. Tapi ini terlalu tinggi, Mas!” “ Cepatlah naik ke pundakku,” “Tapi Mas!” “Cepat gak pakai tapi-tapian!” seru Gadi. Dengan terpaksa gadis itu menginjak kan kaki di kedua pundak Gadi. Perlahan Gadi beranjak berdiri dengan membawa beban di kedua pundaknya. Namun, sesosok makhluk tiba-tiba mendekati Gadi dengan kukunya yang tajam mencengkeram kedua kaki Kinan. “Auw. Dasar Mayit!" Kinan menjerit kesakitan ketika kuku-kuku tajam itu menggores pergelangan kakinya. Hingga Gadi reflek menendang dengan gerakan kaki memutar menendang sosok makhluk mayat hidup itu. "Mayit!" seru Gadi. "Mayat hidup itu kan mayit mayit di kuburan." balas Kinan. Kinan yang berada di pundak Gadi kehilangan keseimbangan hingga ia terjatuh dalam pelukan Gadi. “Maaf, Mas.” Kinan bertemu pandang dengan Gadi, cukup lama tatapan Kinan memandang wajah Gadi hingga pria itu kebingungan. “Kamu gak papa kan?” tanya Gadi yang tak di anggap oleh Kinan. “Dik!” seru Gadi. Kinan tersadar dari lamunan. Ia segera beranjak berdiri, ketika menyadari tubuhnya berada di atas Gadi. Dengan merintih kesakitan gadis itu menggeser tubuhnya. Gadi segera memegang pinggang kemudian lehernya yang terasa kaku karena otot menegang ketika menahan Kinan yang terjatuh. Pria itu terus memijat lehernya sambil menatap Kinan yang merintih kesakitan pada pergelangan kakinya. “Kalau di suruh naik itu ya cepat naik malah tapi-tapian kamu itu, Dik!” reflek Gadi menyentuh lembut rambut Kinan yang membuat gadis itu mendapatkan sebuah vision di masa lalu di mana rambutnya yang panjang di belai seorang pria yang tak ia kenali wajahnya. “Kamu kenapa? Pusing!” tanya Gadi. Kinan hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil memijat kakinya yang terluka. “Untunglah hanya luka lecet!” ucap Gadi setelah melihat kedua pergelangan kaki Kinan. “Iya lecet, tapi ini perih tahu. Kok pakai kata hanya!” kesal Kinan yang membuat Gadi tertawa dalam senyuman. “Ya sudah sini naik aku gendong.” Kinan menggelengkan kepala lagi, menolak tawaran pria tampan yang berada di hadapannya. “Ayo cepat naik keburu Mayit itu datang lagi,” ucap Gadi bersemangat. Kinan kembali menggelengkan kepala “Lihat lukamu. Belum juga sembuh sudah mau gendong lagi." Sejenak Kinan terdiam, ia teringat akan sereh merah yang dia bawa. Segera, Kinan meraba-raba tanah di sekitar dan tersenyum ketika mendapati bunga sereh yang masih utuh hingga membuat simpul. “Mas, mendekatlah!” pinta Kinan. Gadis itu pun segera memetiknya yang kemudian ia remas-remas dengan kedua jarinya. Setelah hancur, ia tempelkan pada luka Gadi. “Rasanya semriwing!” ucap Gadi. Kinan tersenyum dan mencoba mengobati lukanya sendiri. Namun, ia tersadar bahwa ia tak bisa mengobati dirinya sendiri. “Sudah ayo kita pergi dari sini. Kalau gendong kamu masih kuat aku!” perintah Gadi. Karena rasa sakit pada kaki Kinan, gadis itu pun terpaksa menerima tawaran Gadi. Dengan menggendong Kinan di punggungnya, Gadi menyusuri jalanan dengan membawa bunga sereh di tangannya. “Mas kenapa kita tidak mencoba gunakan bunga sereh ini tadi kepada mayit-mayit itu.” “Tendanganku saja sudah membuat dia hancur kok,” canda Gadi. “Mas, boleh tanya gak?” “Tanya saja!” Kinan menatap wajah Gadi, pria tampan dengan tubuh yang proporsional. Hatinya yang lembut dan baik hati, membuat Kinan memiliki kesan tersendiri kepadanya. “Beruntung sekali istrinya, walau sudah berkepala tiga tapi wajahnya masih seperti seusiaku,” batin Kinan. “Dik! Katanya mau tanya? Tanya saja! Daripada sepi begini,” ucap Gadi. “Mas, jadi istri tentara itu harus berjiwa besar, ya?” tanya Gadi. “Iya dong! Dia harus siap untuk menjadi yang kedua.” “Kok begitu, Mas. Ya gak mau dong masa istri pertama jadi yang kedua, enak aja.” “Memangnya calon suami kamu dinas di mana?” tanya Gadi. “Enggak kok, aku belum punya pacar!” seru Kinan. “Terus!” “Ya pengen tahu saja. Kadang lihat tentara dinas meninggalkan anak dan istrinya apa gak rindu? Ngomong-ngomong soal harus siap jadi yang kedua gimana, Mas? Apakah tentara kalau satgas punya pacar atau istri baru. Jadi istri yang di rumah jadi yang kedua, begitukah?” tanya Kinan menelisik. Gadi tertawa hingga membuat Kinan kesal dan mencubit pipinya. “Aduh kok malah nyubit!” “Habisnya mas tertawa,” jawab Kinan. "Memang kamu mau jadi istri keduaku?" tanya Gadi. "Nggak Mas, makasih. Sebagai seorang sipil Tentara aku masih waras Mas! Di duakan saja gak mau, masa iya jadi yang ke dua! " seru Kinan kesal. “Kamu itu yang mengasumsikan sendiri. Istri jadi yang kedua ya karena istri pertamanya itu NKRI. Paham! Sebagai seorang istri harus siap di panggil, jika negara membutuhkan,” terang Gadi. “Oh begitu,” Kinan tertawa sendiri mendengar jawaban Gadi. “Mau gak aku carikan pacar tentara? Sukma itu belum punya pacar. Jadi nanti kamu bisa tahu rasanya bagaimana?” “Nggak ah! Takut aja nanti pikirannya negatif melulu.” “Loh kok takut!” “Aku orangnya cemburuan, Mas. Kalau liat atau dengar suamiku gendong cewek kaya mas gini, auto bisa mewek berhari-hari aku nanti.” Pria itu kembali tertawa, “Kan kamu gak bisa lihat kalau pacar atau suami kamu tugas!” “Aku beda, Mas dengan yang lain. Terkadang aku punya firasat, Mas. Takut aja gitu. Oh iya, kalau mas menghilang seperti ini, aku ga bisa bayangin gimana perasaan anak dan istri Mas di rumah.” “Ngapain kamu bayangin yang enggak-enggak! Orang istriku ikut aku ke sini kok!” “Masa!” Kinan tampak terheran dan semakin penasaran dengan ucapan Gadi. Ia pun berfikir berkali-kali hingga akhirnya mengira Hylda adalah istri Gadi. “Jadi Sersan Hylda adalah istri kamu, Mas!” Kinan berucap dengan menutup kedua mulutnya. “Bukan! Nih istriku yang lagi bawel sedari tadi, nanya yang macam-macam!” canda Gadi. Kinan memutar otak dengan jawaban Gadi, setelah tersadar ia tertawa sendiri. “Ah, Mas ini bercandanya keterlaluan.” Untuk pria tampan seusia Gadi sebagai seorang perwira marinir, pastinya banyak wanita yang menyukainya. “Beruntung Hylda memiliki suami seperti kamu, Mas. Pantas dia selalu cemberut kalau aku dekat-dekat,” batin Kinan. Kiak! Kiak! Kiak! Suara burung gagak terdengar nyaring, suara yang bersahut-sahutan itu menandakan tidak hanya satu burung di dekatnya. Gadi dan Kinan tak mempedulikannya hingga ia terus berjalan dan Kinan tersadar ia merasakan energi yang begitu kuat, hingga membuatnya pening di kepala. “Mas berhenti, sepertinya ada yang gak beres ini!” seru Kinan. “Ada apa Kinan?” "Mas coba tengok belakang!" Gadi bergeming ketika melihat puluhan Mayit berjalan ke arah mereka. Kakinya terasa berat untuk melangkah dan bibirnya Kelu seakan tak bisa berbicara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD