Makan Malam

1113 Words
Malam-malam begini memang paling enak ya rebahan di atas kasur sambil nonton drama Korea yang belum sempat Luna lanjutkan. Luna sudah bersiap membuka laptopnya, menyiapkan charger, dan juga air mineral untuk berjaga-jaga kalai tiba-tiba dirinya haus. Tetapi, baru saja perempuan itu menekan tombol power pada laptopnya, tiba-tiba saja Lukas muncul karena memang pintu kamarnya ia buka lebar. Lukas langsung duduk di ujung ranjang. "Kamu ngapain, Lun?" tanya Lukas. Sebenarnya mereka tidak ada tugas di mata kuliah lain dan belum ada bahan juga untuk mengerjakan laporan observasi. Maka dari itu Lukas cukup penasaran dengan apa yang sedang dilakukan Luna. Luna tidak menjawab, sampai Lukas sendiri lah yang menengok layar laptop Luna. Sudah bisa ia tebak, bahwa memang benar Luna sedang menonton drama Korea. "Udah aku duga, pasti mau nonton drama," kata Lukas dengan mengacak puncak kepala Luna. "Biarin deh, Lukas. Dari pada aku gabut, mending nonton drama." Luna membela diri. "Dari pada nonton drama, mending ikut aku." "Kemana?" "Kita cari makan malam, Lun." Langsung saja Luna jadi mengingat Ibu Lukas. Dirinya baru sadar jika seharian ini ia dan Lukas sama sekali tidak makan di rumah. "Apa kita nggak makan di rumah aja?" tanya Luna pada Lukas yang langsung merubah air mukanya. "Maksud aku, aku lagi males keluar, Lukas." Luna mencari alasan, sebisa mungkin agar tidak terlalu memperlihatkan jika dirinya cukup penasaran dengan hubungan Lukas dan Ibunya.  "Kenapa males keluar? Kamu capek?" tanya Lukas yang langsung menempelkan punggung tangan di dahi Luna. Luna pun menghindar karena memang ia tidak panas jadi tidak perlu dicek seperti itu oleh Lukas. "Aku nggak panas, nggak usah dicek kayak gitu." "Yaudah, mau kamu sekarang apa?" Luna mengerucutkan bibirnya untuk berpikir sejenak. "Aku pengen makan malam sama ibu kamu. Aku pengen makam langsung bareng sang pencipta makanan lezat yang semalam kita makan, Lukas." Luna pun berdiri dan langsung memegang kedua tangan Lukas. Ia sedikit mendongak untuk dapat menatap wajah Lukas yang mengalihkan pandangannya ke udara. "Lukas, kenapa?" tanya Luna dengan nadanya yang merendah. Ia semakin menyadari bahwa ada sesuatu antara ia dan ibunya. "Nggak," jawab Lukas singkat yang langsung mengacak puncak kepala Luna. Ia langsung keluar kamar meninggalkan Luna yang amsih berdiri di sana. "Lukas, mau kemana?" tanya Luna dengan sedikit berteriak. "Tidur," jawab Lukas tanpa menoleh pada Luna. Setelah keluar dari kamar Luna, ia pun kembali masuk ke dalam kamarnya sendiri saja dari pada harus makan malam bersama ibunya. Tidak lama, ibu Lukas naik ke lantai dua dan menemui Luna yang pintu kamarnya masih terbuka lebar. "Luna, ayo makan malam dulu, Sayang," ucap Ibu Lukas dengan lembut. Ia juga mengusap lembut puncak kepala Luna ketik keduanya berjalan ke menuju meja makan, persis sekali seperti Lukas yang suka mengacak puncak kepalanya. Luma hanya diam. Dalam hati juga ia bertanya-tanya mengapa Ibu Lukas tidak turut mengajak Lukas untuk makan malam bersama. "Tante, Lukas nggak diajak makan?" Akhirnya Luna memberanikan diri untuk menanyakan pada Ibu Lukas. Ibu Lukas memundurkan kursi terlebih dahulu dan mempersilakan Luna untuk duduk. "Terima kasih, Tante," ucap Luna berterima kasih pada Ibu Lukas yang sudah mempersilakannya duduk. "Lukas juga bakal makam sendiri kalau dia lapar," kata Ibu Lukas. Dia itu sama aja kayak ayahnya, sama-sama nggak suka makan kalo nggak lapar banget." Ibu Lukas mengakhiri ucannya dengan kekehan, tetapi entah mengapa kekehan itu sedikit terdengar menyakitkan bagi Luna. -- Sepolos-polosnya Luna, ia tetap sadar dan bisa peka terhadap hal-hal kecil. Belakangan ini yang sangat suka memenuhi otaknya adalah hubungan antara Ibu Lukas dan putranya, Lukas. Perempuan itu masih saja memikirkan hal tersebut, padahal ia sudah berusaha untuk tidak mau ikut campur dengan urusan orang lain. Tetapi entah mengapa, sepertinya Luna mendapatkan sebuah bisikan untuk terus memikirkan hal tersebut bahkan ikut terjun di dalamnya untuk menjadi penengah bagi Lukas dan Ibunya jika memang ada hal yang perlu diluruskan. Luna sudah berdiri di depan kamar Lukas selesainya ia makan malam hanya berdua saja bersama Ibu Lukas. Perasaannya menjadi campur aduk ketika ia berpikir apakah ia harus mengetuk pintu kamar Lukas atau tidak, untuk membicarakan apa yang selama ini Luna rasakan ketika berada di rumah ini, ya walaupun baru terhitung satu hari dua malam. Perempuan itu mengangkat tangannya, hendak mengetuk pintu, tetapi ia urungkan. Kemudian berselang beberapa detik, ia mengangkat tangannya lagi, namun ia urungkan lagi. Luna sampai bingung dengan dirinya sendiri. Ia pun menyentakkan kakinya saking bingungnya tetapi satu hal yang Luna tidak sadari bahwa dirinya terlalu membuat gaduh hingg menyadarkan penghuni yang ada di dalam kamar bahwa di depan pintunya sedang ada seseorang. Seketika saja pintu kamar Lukas terbuka dan membuat Luna terkejut bukan main. Ia terperanjat sampai latah. "Mama ... mama!" ucapnya sambil mengelus d**a. Lukas yang melihat tingkah Luna tersebut itu langsung terkekeh. "Kamu ngapain sih, Lun?" tanyanya dengan geleng-geleng kepala. "Lukas, aku pengen ngomong sama kamu," kata Luna setelah berhasil menetralkan detak jantungnya akibat rasa keterkejutan. "Tentang?" tanya Lukas dengan mengangkat kedua alisnya. "Tentang kamu sama Ibu kamu, Lukas." Langsung saja laki-laki itu memutar tubuh Luna dan mendorongnya sampai masuk ke dalam kamar tempat Luna tidur. Setelahnya, Lukas kembali memutar badan Luna menjadi menghadap ke arah dirinya. "Udah malam. Kamu tidur sana gih." Ia menepuk dua kali puncak kepala Luna, lalu tersenyum. Laki-laki itu mencoba menolak ajakan mengobrol Luna yang akan membahas mengenai ia dan Ibunya. Rupanya, Luna sepeka itu. Padahal, ia sudah sangat berusaha sekali untuk tidak terlalu menampakkam semuanya. "Tapi baru jam delapan, Lukas." Luna berusaha mengelak dan tetap ingin untuk mengobrol bersama laki-laki itu. "Luna, dengerin aku ya ...." Ketika Lukas menangkup kedua pipi Luna dengan tangannya, perempuan itu sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi dengan mulutnya yang memanyun karena tekanan di kedua pipinya. "Aku lagi nanggung main game. Maaf banget nih bukannya aku nggak mau ngobrol sama kamu. Tapi kan kita masih bisa ngobrol besok." Lukas hanya mencari alasan saja, tetapi Luna benar-benae tidak bisa membuka mulutnya. Laki-laki itu menatap Luna seolah memohon agar keduanya tidak membicarakan hal tersebut malam ini dan atau malam-malam setelah ini. Semoga saja Luna paham dengan tatapan itu. Sebelum melepaskan dua tangannya yang menangkup kedua pipi Luna, Lukas mengecup singkat tepat pada bibir Luna. Kemudian ia mengacak puncak kepala Luna dan mengucapkan selamat malam. "Selamat malam, Luna. Jangan lupa langsung tidur karena kemarin kita sangat kurang tidur!" Lukas mengacak sekali lagi puncak kepala Luna sebelum akhirnya berbalik dan masuk ke dalam kamarnya. Sementara dengan Luna, perempuan itu masih terdiam berdiri di sana. Ia tidak pernah menyangka mendapat sebuah kecupan lagi dari Lukas. Berani-beraninya Lukas kembali melakukan itu tanpa seizin Luna. Walaupun Lukas meminta izin pun tidak akan diberikan oleh perempuan itu, setidaknya Lukas tidak akan membuat jantungnya berdetak ribuan kali lebih cepat karena semua ini. Ciuman pertama dan kecupan Lukas terasa sangat penuh perhatian. Luna sebenarnya takut jika semua ini hanyalah tipuan, tetapi Lukas benar-benar ia sayang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD