Siapa yang Menabuh Marching Bell Tengah Malam?

1549 Words
Siapa yang Menabuh Marching Bell Tengah Malam? SUDAH sebulan, Dani menjadi pelatih marching band di SD Bina Bangsa, tempat Bunda Dewi mengajar. Tentu saja, itu atas rekomendasi Ray. Pelatih marching band sebelumnya, mengundurkan diri dengan alasan rumahnya sangat jauh dari sekolah. Awalnya, Bunda Dewi meminta Ray melatih murid-muridnya yang tergabung dalam tim marching band. Namun Ray menolaknya karena ia tak begitu mahir. Lain halnya dengan Dani yang semenjak SD lanjut SMP sudah sering latihan meski di sekolahnya sekarang tidak ada alat itu. Dani sudah layak jika menjadi pelatih untuk anak sekolah dasar. Bunda Dewi pun menerima rekomendasi Ray. Dani tak berpikir panjang. Yang terlintas di benaknya, uang honor bulanan akan masuk dompetnya. Ia tak begitu mempermasalahkan nominal. Untuk ukuran seusia pelajar SMK, besaran itu tentu cukup. Jadi, ia punya uang lebih selain uang saku yang rutin diterima dari orang tuanya. Termasuk dari Bu Marsinah sebagai nenek yang sangat menyayanginya. Lagipula, untuk ke sekolah dasar itu hanya beberapa menit saja dengan berjalan kaki apalagi bila bawa motor. Karena bersebelahan dan hanya terhalang parit kecil. Dani melatih tim marching band SD Bina Bangsa saban tiga kali dalam seminggu. Sepulang sekolah, ia langsung meluncur ke sekolah dasar itu. Sesekali Ray menemani jika Dani memintanya. Tim marching band Bina Bangsa akan mengikuti lomba rutin tahunan. “Ray, kamu mau nemanin aku lagi sore ini, kan?” tanya Dani. Pada jam istirahat, ia menghampiri Ray ke kelasnya. Kebetulan Ray tidak sedang di kantin. Ia tengah mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan sebelum pelajaran terakhir. Ray terbilang serius dan sungguh-sunguh dalam belajar. Ia bukan hanya mendapat nilai tertinggi di kelasnya untuk semua mata pelajaran. Namun sudah dua tahun juara umum di jurusan Teknik Komputer dan Jaringan. Ia pun kebanggan banyak guru. Ray melirik sepintas. “Boleh, asal lagi tidak ada tugas sekolah.” “Kalau misal sore tidak bisa, ya tak apa-apa, tapi selepas Magrib datang, ya?” “Datang ke mana?” dahi Ray mengernyit. “Ke sekolah Bina Bangsa lah, emang ke mana?” “Ouh.” “Gimana, Ray?” desak Dani. Ia paling malas bila harus ke sekolah dasar itu sendiri. Ingin selalu ditemani meski tak akan melibatkan melatih. Cukup menemani saja, ia sudah senang dan tenang. “Latihan sampai malem?” Dani menggeleng. “Tidak. Cuma aku mau nginap.” “Tumben...” Ray melirik heran. Angin apa yang membuat Dani ingin menginap di sekolah yang sudah bukan rahasia umum, situasi malam di lingkungan sekolah itu sangat menyeramkan karena konon hantu-hantu berkeliaran dengan leluasa. Begitu yang terpikir oleh Ray. Terlebih Dani itu temannya yang paling penakut dari sekian teman-teman lain yang sama-sama berlabel penakut. “Mama... Papa... dan adikku, tadi pagi ke Cipanas, dan baru pulang besok malam. Di rumah, tidak ada siapa-siapa. Aku malas sendirian.” “Kenapa tidak nginep saja di rumah Bu Mar? Nanti aku siap temani ko, jadi sepulang melatih, bisa bareng kita pulang. Aku ke rumahku dan kamu ke rumahmu. Selepas Isya, aku ke rumah Bu Mar, nemanin cucunya yang kolokan dan super penakut,” janji Ray meski ia sempat membayangkan pernah melihat penampakan hantu berwujud Bu Marsinah yang tengah menonton TV tengah malam. “Males, ah Ray.” “Kenapa? Takut?” goda Ray. Ia tahu betul sifat penakutnya Dani yang terkadang berlebihan. Dani tak menjawab. “Kan aku mau temani,” ucap Ray lagi. “Pokoknya lagi males, Ray. Aku lagi males ketemu Enin.” Ray tersenyum. “Aneh, kamu ini. Tapi kalau dikasih uang kan mau...” “Sekarang aku kan dapat uang honor bulanan dari Bunda Dewi. Jadi... aku tak begitu mengharapkan pemberian dari Enin.” “Wah, aku tahu betul karaktermu, Bro! Kamu itu pantang melewatkan peluang!” “Maksudmu?” “Ya, selagi dapet honor dari menjadi pelatih marching band, jatah mingguan dari ortumu tetap masuk.... hehehe.... masa dari Bu Mar tak mau kamu terima, kan nominal uangmu jadi berlipat-lipat,” ucap Ray diselingi kekeh nikmat. “Udah... ah, ko jadi bahas uang sih? Yang jelas, kamu mau nemanin aku di SD Bina Bangsa kan?” Dani menatapnya. “Kalau aku siap, untuk menemani kamu melatih anak-anak sekolah dasar itu hingga sebelum azan Magrib. Tapi semisal kamu minta nemanin malamnya, aku belum bisa jawab juga. Lagipula, ... kenapa kamu mau nginep di sekolah itu sementara di rumah Bu Mar tak mau? Sekolah jauh lebih seram ko. Tak jamin tak ada hantu.” “Ko kamu jadi nakut-nakutin gitu, Ray?” “Fakta, lho...” Ray melirik lagi. “Mau aku ceritakan pengalamanku pernah nginep di sekolah itu dan mendengar...” “Jangan dibahas sekarang!” potong Dani cepat. “Nanti malem juga ada yang siap nemanin.” “Hantu?” Ray jadi ingin menggodanya. “Hiiiih, sompral kamu!” Dani menatapnya. “Dirga siap nemanin. Ya, tentu saja aku mau kalau ada teman. “ “Kalau sendirian?” “Pikir saja sama kamu sendiri!” rutuk Dani agak jengkel. Ray malah ngakak. Lalu melanjutkan mengerjakan tugasnya. “Oke... aku juga mau nemanin kamu,” putus Ray akhirnya. “Nah, itu baru kawanku!” seru Dani berubah girang. “Kalau tak mau nemanin, berarti bukan kawanmu?” “Bukaaaan!” seru Dani lalu meledak tawanya. “Ke kantin yu, makan.... aku lapar!” “Tanggung ah! Bentar lagi juga masuk!” kata Ray. “Sudah bilang mau nginap di SD itu sama Bunda Dewi?” “Ya iyalah, orang Bunda Dewi sendiri yang sering nyuruh.” “Tidur di ruang guru?” Dani menggeleng. “Aku sudah diberi kunci rumah dinas.” Lalu Dani mengeluarkan dari saku celana seragamnya. Menunjukkan kunci. “Gaya kamu sudah dapat kepercayaan dari Bunda Dewi.” “Juga dapet honor bulanan dari Bunda Dewi,” Dani setengah pamer. “Bukan dari Bunda tapi dari sekolah. Bunda cuma bertugas sebagai bendahara bos. Itu saja.” “Ya, maksudnya begitu. Bundamu itu baik banget, ya? Tidak masalah kan aku panggil beliau dengan sebutan ‘Bunda’ juga?” “Selama pihaknya mengijinkan, silakan saja, tak ada yang melarang.” “Beliau yang minta.” “Berarti tak ada masalah.” “Tenang, Ray... aku akan amanah dan tak akan mengkhianati kepercayaan yang Bunda Dewi berikan padaku.” “Kalau soal itu... aku percaya kamu, Dan.” “Makasih atas rekomendasimu... aku jadi punya kerjaan di samping sebagai pelajar SMK Nusantara.” “Syukurlah, kamu sudah cocok ko jadi master marching band!” Ray menepuk bahu Dani. “Berlebihan... master.” “Semogaaa...” “Amiiin...” Setelah pembelajaran berakhir, Dani, Ray dan Dirga menuju sekolah dasar itu yang terletak tepat di sebelah gedung sekolah mereka. Dani dengan piawai melatih anak-anak binaannya. Ray sesekali ikut melatih semampunya. Begitu pun dengan Dirga. Hingga hari berubah gelap. Mereka pun masuk ke dalam rumah dinas. Lalu mandi dan berganti dengan kaos olahraga yang kebetulan pernah disimpan di loker kelasnya. Hanya sampai pukul dua puluh satu, Dani, Ray dan Dirga mengobrol santai semebari sesekali cekikikan. Selanjutnya, mata mereka mulai terasa mengantuk. Selain itu, tubuh mereka pun sangat letih. Sepulang sekolah, meluncur ke SD Bina Bangsa. Sudah ditunggu murid-murid binaan Dani. Lalu berlatih hingga beberapa menit sebelum azan Magrib berkumandang. Ray dan Dirga pun ikut mengomando dan menyemangati. Rumah dinas yang tak sempit. Namun juga tak luas. Terdiri dari tiga kamar. Satu ruangan besar yang berfungsi untuk ruang tamu, terdapat sofa sederhana model lama dan lemari susun. Dapur cukup luas ditambah sebuah kamar mandi. Rumah dinas ini sudah tiga tahun dibiarkan kosong tanpa penghuni. Sebelumnya, ditempati guru agama dan keluarganya hingga guru itu pensiun dan kembali ke kampung halamannya di Cianjur. Di samping rumah dinas, terdapat ruangan yang dua kali lebih luas. Ruang Seni. Semua peralatan kesenian ada di sana. Termasuk alat-alat marching band. Selama menjadi pelatih marching band, tentu saja Dani kerap masuk ke ruangan itu. Bersama murid-murid, mengeluarkan alat jika akan latihan. Setelah itu mengembalikannya jika latihan usai. Malam bergerak lamban. Dani, Ray dan Dirga tidur di kamar pertama. Ada dua buah kasur. Dirga tidur di kasur yang satunya. Sementara Dani dan Ray satu kasur karena ukuran kasurnya lebih besar. Mereka tampak kelelahan. Lalu pulas. Terlebih perutnya benar-benar kekenyangan usai menyantap makan malam lezat yang diantar orang suruhan Bunda Dewi. Ruang kamar gelap karena mereka semua tak terbiasa tidur di kamar yang lampunya menyala. Gelapnya ruangan akan membuat lelap dan mengundang mimpi yang indah. Mungkin itu dirasakan Ray dan Dirga. Namun tidak dengan Dani. Sebelum matanya terpejam, ia membayangkan hal yang aneh-aneh. Ia paling terakhir memejamkan mata. Suara garukan kuku di jendela kamar sempat mengusiknya. Ia teringat pengalaman di kamar rumah Bi Tita suatu malam kala sempat mendengar suara serupa itu juga. Dan anehnya, suara itu datang lagi di tempat yang berbeda. Di kamar rumah dinas. Bahkan yang terdengar sekarang hingga beberapa kali, ia tak berani membangunkan kedua temannya. Hingga akhirnya ia pun kembali menguap dan disambut kantuk. Pulas lagi. Dan mendengkur halus. Pukul dua belas malam. Dani terperanjat. Matanya sontak terkuak lebar. Menyusup dalam telinganya, suara yang merasa dikenal. Pendengarannya lebih dipertajam. Tubuhnya telungkup dengan kepala agak mendongak. Suara marching bell. Di mana? Ia heran. Lalu mendekatkan telinga di dinding kamar. Menebak dari kamar sebelah. Namun kepalanya menggeleng. Ia ingat alat itu tak ada di rumah dinas. Beberapa hari lalu sempat dibawa ke sini tapi sudah dikembalikan ke tempat semula oleh salah seorang murid. Ya, ya, ya. Ia sangat yakin. Kalau pianika dan gitar memang masih berada di kamar sebelah. Namun suara tadi nyata bukan suara dua alat musik itu melainkan suara marching bell. Dan marching bell tidak ada di sini. Kepalanya kembali mendongak dan menangkap suara itu yang masih terdengar sayup-sayup. Baru ia yakin, datangnya suara dari arah barat. Dari ruang seni. Ruangan yang bersebelahan dengan kamar dimana ia berada malam ini. Keringatnya tanpa dapat ditahan mulai membasahi sekujur tubuh. Bulu kuduk seketika terangkat. Suara itu terus terdengar. Beraturan. Berirama. Seperti ada yang menabuhnya. Nada-nadanya menyelusup sayup-sayup ke dalam pendengarannya yang tajam. Yang tengah menabuh, seperti sudh sangat mahir memainkan. Namun siapa yang menabuh marching bell tengah malam?***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD