HAPPY READING
***
Teguh memandang Naomi, wanita itu masuk ke dalam mobil BMW berwarna putih. Ia melihat dari kaca dasbor, ia mobil wanita itu melintasinya. Teguh memakai sabuk pengaman, ia melihat ke arah layar ponsel. Notifikasi masuk dari sahabatnya,
“Lo di mana? Gue otw Goldstein”
Aksa
Teguh membalas pesan singkat itu,
“Oke Gue otw, gue lagi di jalan”
Teguh
Teguh menstater mobil, ia menjalankan mobilnya menuju Leon yang terletak di Senopaty. Mobil membelah jalan, melesat bersama mobil-mobil lainnya. Goldstein itu merupakan salah satu adaptasi dari nama gangster asal Boorklyn yaitu “Martin Buggsy Goldstein”. Ia sudah janjian dengan Aksa untuk ke sana hari ini. Karena mencocokan jadwal mereka sangat susah. Ia dan Aksa akan mendengarkan live music, untuk melepas sejenak dari rutinitas kesibukannya di rumah sakit. Ia tahu bahwa bar satu ini salah satu tempat favorite para sosialita, selebritis, dan model ibu kota. Karena ia tahu jika mencari wanita berkelas, maka seringlah nongkrong di sana, maka akan mendapatkan wanita yang sepadan menurutnya. Pengalamannya dulu, ia berkenalan dengan Anya di sini.
Bar itu sangat asyik, melepas kisah percintaanya yang selalu gagal. Bar itu memiliki akses yang cukup unik, Aksa pasti sudah membeli golden ticket untuk dirinya untuk memasuki area bar. Bar itu seperti bunker dibawah tanah. Para tamu menikmati aneka cocktails di meja bar sambil menikmati live music dan berkenalan dengan wanita. Ia perlu hiburan agar hidupnya sedikit lebih relaxs.
Beberapa menit kemudian, Teguh sudah tiba, ia memarkir mobilnya di salah satu parkiran. Ia melihat mobil merah Aksa sudah terparkir di sana. Teguh mengeluarkan ponsel, ia meletakan ponsel ditelinganya, lalu melangkah keluar. Sambungan terangkat,
“Lo di mana men” ucap Aksa.
“Gue udah sampe, lo di mana?” Teguh melangkah menuju pintu utama yang diatasnya bertulisan LEON.
Teguh mencari keberadaan Aksa, beberapa detik kemudian ia mendapati apa yang ia cari. Ia melihat Aksa berlari menghampirinya. Ia memperhatikan Aksa, dia mengenakan kemeja hitam dan celana jins. Rambutnya tertata rapi, ia dan Aksa memang seorang dokter. Tidak ada salahnya mereka ke sini, dokter juga seorang manusia, yang perlu menikmati sejenak kehidupan duniawi. Aksa tersenyum lalu. meninju bahunya.
“Lo udah lama?” tanya Teguh.
“Iya baru juga nyampe”
Teguh dan Aksa lalu masuk ke dalam bar, suara music terdengar dari dalam. Suasana bar belum terlalu ramai mungkin ia dan Aksa datang terlalu awal. Meskipun begitu Susana tetap cozy, mereka duduk di salah satu sofa sambil menikmati music. Ia memandang beberapa tamu mulai memasuki area. Mereka wanita-wanita muda yang berpakaian party yang cantik dan menawan.
Bartender datang membawa pesanan mereka, di atas meja terdapat cocktails, dua botol bir, grill chiken masala itu daging ayam panggang yang disajikan dengan cheese dan saus mango coulee dan minted, yang rasanya asam segar. Ada juga Xinjiang cumin lamb, yaitu daging domba yang dipanggang yang disajikan diatas nasi putih dan omelette, kentang goreng dan burger. Teguh dan Aksa menyesap cocktails secara perlahan.
“Lo dari rumah sepupu lo? Dokter Reni itu ya” ucap Aksa. Ia melihat sudah para pengunjung mulai ramai.
“Iya, dia tunangan malam ini” ucap Teguh.
“Lo enggak ditanyain kapan nikah?”
“Udah bosen kayaknya” Teguh lalu tertawa.
“When are you getting married? crazy question. Gue males banget kalau ada acara keluarga, pasti pertanyaan itu selalu ada, keponakan gue yang kecil juga ikut-ikutan nanya gitu”
“Exactly, tapi biarin aja lah. Emang lo kapan mau nikah?” tanya Teguh sambil tertawa.
“Enggak tau, boro-boro nikah, pacar aja belum dapat” Aksa ikut tertawa.
“Gue aja ditinggal nikah sama mantan, asem banget kan” Teguh kembali ngakak.
“Anya itu kan”
“Yoi”
“Gue sebenernya nggak pemilih sih, janda juga nggak apa-apa, asal cocok sama gue. Tapi susah banget, pengennya diluar profesi medis, kalau sama-sama dokter, kapan kita me time nya. Sama-sama sibuk di rumah sakit, jadwal operasi gue yang penuh kadang operasi mendadak karena urgent. Buat waktu sendiri seperti ini aja susah banget”
“Mana temen-temen kita satu persatu udah married semua”
Teguh lalu tertawa terbahak-bahak, “Kadang envy gitu kan, kok bisa sih dapat? Dapat di mana? Kita udah nongkrong di sini aja belum dapat juga”
“Apa level kita terlalu high?” Aksa lalu tertawa.
“Kayaknya”
Teguh dan Aksa lalu kembali tertawa, mereka berdua memang merupakan salah satu pria yang memilih wanita dengan status social yang sama. Tim penelitian menyebutkan bahwa orang-orang yang mencari pasangan akan menilai pada dirinya sendiri dan memillih pasangan yang sama dengan kehidupan sosialnya. Prediksi yang paling mencolok akan cenderung memilih pasangan yang selevel. Ini jaman modern, pria seperti dirinya memang menginginkan wanita yang mandiri dan berwawasan luasa, bukan sekedar cantik saja.
“Iyalah, pasangan emang harus dipilih men, setidaknya kita memilih prinsip dasar yang sama dan nyambung diajak diskusi”
Teguh dan Aksa menatap live music. Namun pandangan mereka beralih kepada seorang wanita muda mengenakan dress hitam dengan tali spaghetti dan belahan d**a yang rendah.
“Mamas aku ya !” ucapnya dengan senyum sumeringah.
Teguh dan Aksa lalu saling berpandangan satu sama lain. Ia tidak menyangka bahwa ada seorang wanita yang mengenalnya di sini. Teguh memperhatikan struktur wajah berbentuk V, mata indah, dan hidung yang mancung. Jujur ia tidak mengenal siapa wanita itu.
Teguh mengerutkan dahi, “Siapa ya?”
“Mas nggak tau aku? Aku Lyli pacar mas, aku kangen banget sama mas” ucapnya lalu duduk disamping Teguh, ia lalu bergelanyut manja di lengan Teguh.
“Mabuk nih anak” ucap Aksa karena ia melihat secara jelas, ucapan wanita itu ngelantur.
“Iya mabuk, kebanyakan minum amer” gumam Teguh, ia tidak mengelak, karena wajahnya yang rupawan kini termaafkan.
Teguh dan Aksa tahu bahwa mabuk adalah suatu keadaan fisik dan mental yang tidak nyaman dan biasanya muncul ketika minum alkohol baik sedikit maupun banyak. Orang saat mabuk ucapannya lebih jujur. Peminum seperti ini akan merasa bingung dengan kondisi yang dialami. Emosinya meluap-luap. Individu seperti ini akan kehilangan kemampuan koordinasi, emosi menjadi tidak stabil, pandangan kabur, dan mengantuk.
“Mas, ke mana aja, aku cariin kemana-mana” ucapnya lagi sambil, mengendus tubuh Teguh.
“Lyli kangen” rengeknya, rambut ikal bergelombang menutupi sebagian wajahnya.
Teguh dapat mencium parfume mawar putih dari tubuh wanita itu, Teguh merangkul bahu wanita itu dan mendekapnya.
“Mas jangan tinggalin Lily lagi”
“Iya, iya mas nggak ninggalin kamu” ucap Teguh tenang, ia mengusap bahu itu secara perlahan. Teguh mengambil bir dan lalu menuangkan ke dalam gelas. Teguh meneguk bir itu melirik Aksa. Ia menatap jam melingkar ditangannya menunjukkan pukul 22.00, ini masih terlalu awal untuk minum, bahkan DJ saja belum mulai.
“Sekarang mereka ninggalin aku, aku nggak mau temenen sama Karin, Ainsley, Brianna mereka semuanya munafik. Mereka mau uang aku aja. Aku denger sendiri mereka tertawa-tawa saat mas ninggalin aku. Aku nggak mau temenan” Wanita itu menangis tersedu-sedu.
“Gue benci mereka semua, Crazy, i***t, stupid”
“Mas …” wanita bernama Lily itu menutup mulutnya dengan tangan, ia perutnya bergejolak.
“Hoek … hoek”
“Hoek … hoek”
Muntahan itu mengeluarkan sebagian isi perut Lily, cairan berwarna kuning dan mengotori kemeja yang ia kenakan Teguh.
“Oh s**t !” umpat Teguh melihat cairan berbau anyir.
Teguh lalu berdiri mengambil tisu, kemejanya yang putih seketika kotor. Ia tahu bahwa alkohol dapat menyebabkan peradangan pada lapisan perut. Sehingga menyebabkan terbentuknya lemak hati dan meningkatkan produksi asam lambung. Inilah yang menyebabkan perut bagian atas mual dan muntah.
Aksa yang melihat itu juga langsung berdiri, ia tidak percaya bahwa gadis bernama Lyli itu muntah. Aksa mengerjitkan dahi, ia memandang Teguh prihatin.
“Kayaknya gue bawa nih cewek dulu men, kotor semua baju gue” ucap Teguh.
“Gue aja yang bawa” Aksa menyeringai nakal.
“Gue tau maksud lo”
“Bungkus !”
“Iya lah, gila aja”
“Kasih tau aja, hotel mana, entar gue nyusul” Aksa lalu tertawa, ia mengambil tas wanita itu dan menyuruh Teguh segera membawanya.
Teguh lalu tertawa terbahak-bahak, “Asem lo”
“Cepet bawa sana”
Teguh lalu menggendong wanita itu dengan cara lengannya mengelilingi punggung dan lengan lainnya dibelakang lutut. Lalu ia meninggalkan area bar, menuju parkiran. Pemandangan seperti ini di bar merupakan hal biasa. Sementara Aksa masih duduk kembali, ia meneguk Bir nya sambil menikmati live music, dan memakan makanannya kembali. Ia melihat server membersihkan meja bekas muntahan.
“Mas ada liat teman saya?”
Aksa menglihkan pandangannya kesumber suara, ia melihat wanita mengenakan dress mini berawarna merah menyala, ia melihat cleavage pada d**a. Wanita berambut coklat terang terlihat cemas.
“Teman kamu yang mana?” tanyanya lagi.
“Dia pakek dress hitam kayak saya, rambutnya coklat terang juga, pakek tas warna hitam. Kata server tadi temen saya kesini”
“Namanya Lily?”
“Iya mas”
Aksa mengangguk paham, “Tadi di bawa teman saya, karena temen kamu yang namanya Lily itu muntah. Jadi diamankan dulu”
“Diamankan ke mana ya mas?”
“Mungkin ke hotel”
“Boleh tau mas hotel mana? Soalnya saya khawatir”
Aksa lalu merogoh ponselnya, ia kembali memandang wanita itu. Wanita itu mengenakan lipstick berwarna nude dan bulu matanya sangat lentik. Ia yakin umur wanita itu masih muda jauh dibawahnya.
“Duduk lah” ucap Aksa. Ia sebagai seorang pria, tahu apa yang harus ia lakukan jika berhadapan dengan wanita cantik. ia mencari nomor Teguh, ia lalu meletakan ponsel ditelinga kirinya, ia mengaktifkan speaker pada ponsel. Suara operator mengatakan nomor yang dihubungi tidak aktif.
“Nggak aktif” ucap Aksa.
“Haduh gimana ya mas, nanti Neny dimarah sama orang tuanya gimana?”
“Bilang aja nginep rumah kamu” Aksa berusaha setenang mungkin.
“Kan kita tetanggan satu komplek mas, nanti kalau nggak ada Lily nya berabe pulang sendiri mas” ucap Neny penuh khawatir.
Neny memegang kepalanya, ia bingung, “Haduh, pakek mabuk segala nih si Lily, baru minum dua gelas, kan repot hilang gini” rengek Neny.
“Emang tadi kamu ke mana?”
“Tadi aku ke wc bentar. Aku pergi lagi, Lily nya udah nggak ada”
“Enggak hilang, pasti aman sama teman saya, teman saya dokter hebat”
“Mas dokter juga?” ucap Neny.
“Iya”
Neny menatap pria itu, “Masa, mana kartu nama mas”
Aksa menarik nafas, ia merogoh dompet berbahan kulit itu dan mengambil kartu nama di sana. Aksa menyerahkan kepada wanita itu. Neny mengambil kartu nama berwarna putih mencocokan foto pria berjas putih berlengan panjang itu dengan aslinya. Dan hasilnya sama, ia melihat nama Dr. Aksa Dominic, Sp.A.
“Dokter Spesialis anak?”
“Iya”
“Praktek Rumah sakit Siloam?”
“Iya”
“Kenapa?”
“Temen mas itu dokter mana?”
“Dokter spesialis jantung, di Rumah sakit Premier Jatinegara”
“Terus Neny gimana dong mas?”
“Yaudah jangan pulang dua-duanya, cari aman. Di marah satu ya di marah dua-duanya” ucap Aksa menatap wanita mudah di sampingnya.
“Mas kok gitu, Lily nih yang ngajak ke sini. Taunya dia yang mabuk”
Aksa mengambil gelas berisi bir, ia meneguk kembali minumannya nya. Ia lalu berdiri menatap wanita bertubuh mungil itu.
“Yaudah, hayuk cari teman kamu”
“Cari di mana mas? Tadi aku perginya bareng Lily”
“Enggak tau, mungkin hotel sekitar sini sih, palingan nggak jauh” ucap Wilson lagi.
“Iya mas”
Aksa dan Neny lalu keluar dari Bar. Aksa akhirnya bisa memandang secara jelas wajah wanita bernama Neny itu. Ternyata dia memiliki wajah cantik, hidung mancung dan bibir tipis.
“Kamu kerja atau masih kuliah?” tanya Aksa.
“Aku udah lulu kuliah sih mas kemarin, belum kerja sih sampe sekarang” ucap Neny.
“Jadi?”
“Ya nggak ngapa-ngapain di rumah aja”
“Pengangguran?”
“Enggak juga sih, aku juga punya hotel di Lombok mas, aku bangun tahun lalu. Tapi aku suruh orang yang ngelola”
Alis Aksa terangkat mendengar bahwa gadis muda itu memiliki hotel semuda ini. Ia yakin wanita ini bukanlah wanita sembarangan. Ia mengusap tengkuknya yang tidak gatal, pantas saja Neny dan Lily terlihat seperti wanita sosialita yang berkeliaran di sini.
“I see”
“Di hotel mana ya mas Lily”
Aksa mengedikan bahu, “Enggak tau”
“Tuh kan, Lily mah buat ribet aja” rengek Neny.
“Lagian kalian juga masih muda, ketempat ginian, buat apa?”
“Kan aku nemenin Lily yang lagi galau mas”
“Galau kenapa”
“Baru putus dari pacarnya”
“Yaudah tunggu di mobil aja ya, nggak enak dilihatin security dari tadi. Nanti dikira aku apa-apain kamu lagi”
“Mobil siapa?”
“Mobil aku lah. Emang kamu bawa mobil?” ucap Aksa, sebenarnya ia tidak terlalu suka berhadapan dengan wanita muda seperti Neny, karena pikirannya masih kekanak-kanakan yang manja. Ia membutuhkan wanita yang cerdas untuk diajak diskusi. Neny bukan salah satu wanita tipenya, namun dari segi wajah dan penampilan wanita itu seperti wanita modern pada umumnya.
“Enggak”
“Yaudah ikut aku” ucap Aksa, ia melangkah menuju parkiran depan, ia menuju mobil sedan berwarna merah di sana.
Neny menelan ludah menatap mobil berwarna merah terpakir secara sempurna, ia tahu bahwa mobil BMW itu keluaran terbaru. Neny melihat pria itu membuka mobil untuknya. Neny menatap sekali lagi pria itu, ada perasaan takut menghantuinya, karena ia bersama seorang pria dewasa yang baru dikenal. Namun ia mengingat bahwa pria itu adalah seorang dokter maka ia pikir dia adalah orang baik, dan ia akan baik-baik saja.
Neny lalu mendaratkan pantatnya di kursi, ia memasang sabuk pengaman, semenit kemudian mobil meninggalkan area Bar. Neny melihat sekali lagi pria itu yang masih fokus dengan kemudi setir.
“Kita mau cari di mana mas?” tanya Neny.
“Enggak tau, random aja”
“Tuh kan” rengeknya lagi.
“Atau mau aku antar kamu ke rumah kamu aja?” ucap Aksa memberi opsi.
“Jangan, nanti orang tua Lily nanyain gimana?”
“Yaudah tunggu Lily sadar aja, palingan nanti langsung nelfon kamu kan”
“Haduh, gimana ya mas. Emang Lily sadarnya kapan?”
“Besok pagi sih biasanya”
“Yang bener aja mas”
“Biasa sih orang pingsan sadar besok pagi”
“Oh god, jadi gimana mas?”
“Kamu istirahat aja, bilang orang tua kamu dan orang tua Lily bahwa kalian lagi staycation. Pasti ngerti lah, hari Minggu gini waktunya me time” ucap Aksa.
“Tapi aku nggak bisa bohong mas orangnya” Neny melirik Aksa.
“Tinggal telfon aja bentar, bilang lagi mau nginep diluar”
“Hemmm”
“Terserah kamu sih, itu saran aku. Pilihan antara dua, aku antar pulang ke rumah atau kamu stay diluar”
Neny menarik nafas, ia sudah berusia 24 tahun, ia sudah dewasa ia harus berani keluar dari zona nyaman. Ia mengambil ponsel di dalam tasnya, ia melirk pria itu yang masih fokus dengan kemudi setirnya. Aksa melirik wanita bernama Neny sedang menghubungi seseorang.
“Halo ma”
“Iya sayang”
“Ma, Neny sama Lily nginap di Gunawarman ya, nggak langsung pulang” ucapnya pelan.
“Kok nggak pulang?”
“Pingin staycation aja sih ma, besok habis breakfast kita langsung pulang”
“Yaudah kalau gitu”
“Ma nanti orang tua Lily tanya, bilang kita nginap di Gunawarman ya ma. Neny takut nyokap Lily khawatir gitu”
“Iya, have fun ya sayang”
Neny mematikan sambungan telfonnya, ia merasa lega mengatakan hal seperti itu. oh Tuhan, ternyata Lily membuatnya repot seperti ini. Ia lebih senang jika tidur di rumah, dibanding keluyuran tidak jelas. Sementara Aksa mendengar Neny mengatakan bahwa mereka menginap di Gunawarman, maka mobilnya menuju ke arah hotel itu. Ia tersenyum penuh kemenangan.
***