Haris masuk ke dalam kamarnya. Di rumah bapak dan ibu yang ada di kampung. Senyum Haris melebar dengan kepala geleng ke kiri dan juga gelang ke kanan. Entah siapa yang sudah menyulap kamarnya jadi sedemikian rupa. Padahal dia tahu betul bahwa tidak akan ada yang namanya malam pengantin di antara dia dengan Rhea. Rasa rindu pada kamar yang cukup lama ditinggalkan, membuat Haris melangkah masuk dan menjatuhkan tubuh lelahnya, mengabaikan sprei yang akan kusut. Perjalanan yang ditempuh beberapa jam menjadikan punggung terasa pegal. "Ris!" panggilan Mutiah yang berdiri di pintu kamar, menolehkan kepala pria itu. "Iya, Bu." "Makan dulu. Bulikmu sudah menyiapkan makanan." "Iya, Bu. Sebentar lagi. Masih rindu kamar. Ini siapa yang ngedekor kamarku jadi begini, Bu? Geli sendiri lihatnya. Ke