Chapter 21

1215 Words
Setelah pagi yang benar benar rusuh, dimulai dari mimpi, pencarian kalung hingga pengumuman mengejutkan mengenai dirinya oleh sang ayah, kini Irene tengah berada di sebuah kereta kencana dengan sesosok orang yang sama sekali ia enggan kenali itu. Saking pusingnya, Irene bahkan memijat tulang hidungnya bak nenek nenek tua yang pusing karena cucunya selalu bertengkar. “Apakah kau akan menghentikan kegiatan ini saja, lady Irene??” Haha, lihatlah bocah yang satu ini. Baru bertemu tahu tahu sudah bersikap sok kenal dengan langsung memanggil nama depannya seperti itu. Irene yang mendengarnya hanya menggeleng pelan sembari diam menatap keluar jendela mencari sesuatu yang enak untuk ia pandangi. Namanya Adam. Adam Garret yang merupakan putra dari pasangan raja dan ratu di Velvetenus Kingdom. Yang mana artinya ia adalah pangeran yang akan meneruskan tahta yang tengah diduduki oleh ayahnya saat ini. Irene mulai mengerti apa maksud orang tuanya mencoba menjodohkannya dengan pria berambut merah yang satu ini. Apalagi jika bukan untuk penggabungan wilayah dan perluasan kekuasaan. Hahhh.. Irene sama sekali tak berminat mengenai hal politik politik seperti ini jika boleh jujur. Bisakah ia sendirian saja sampai ia tua dan mati nanti?? Irene yakin jika seluruh perhiasan dan gaun mahalnya ia jual, ia akan mendapatkan cukup uang untuk hidup sampai tua nanti meskipun tanpa bantuan sang ayah karena ia membangkang. Jika diperhatikan, sejauh ini Adam bukanlah pria yang buruk. Buruk disini dalam artian wajah, sifat dan sebagainya. Adam tampan, dengan mata yang juga merah sama dengan rambutnya, ilmu yang cukup sebagai seorang pangeran, dan manner yang benar benar ia junjung tinggi. Namun entah kenapa, dalam lubuk hatinya, Irene tetap tidak bisa menerima pria yang satu ini. “Lady Irene” pria yang jauh lebih muda kembali bersuara. Ah, hanya untuk informasi, Adam tujuh tahun lebih muda dibandingkan Irene. TUJUH!! Ewh. Irene merasa seperti tante tante yang tengah menggoda anak muda untuk kepentingan dirinya sendiri. “Ada apa?” “Aku tahu ini terlalu mendadak untukmu. Tapi kuharap kau bisa bekerja sama mengenai hal yang satu ini” tch- bekerja sama katanya. Memangnya pernikahan semudah itu ya baginya?? Ah atau bagi mereka semua?? Kalangan bangsawan?? Mengingat banyak orang yang terbiasa dijodohkan atau hidup dengan orang yang tidak mereka cintai demi tahta atau harta sebagai imbalannya./ Sebut saja Irene arogan –karena ia sudah terbiasa hidup enak-, tapi tidak. Irene tidak membutuhkan hal itu. “ini bukan hanya permasalahan dua individu, bukan hanya dua keluarga, melainkan dua negara. Kita tidak mungkin egois dan membiarkan rencana para pemimpin gagal bukan demi memperbaiki masyarakat??” Yang diperbaiki itu masyarakat atau imperial family?? Dengan menyatunya dua negeri ini, apakah benar rakyat rakyatnya akan hidup dengan lebih baik?? Ia tidak yakin. Tapi- karena tak memiliki bukti untuk bercuap lebih banyak, Irene kini hanya bisa mengikuti alur permainan dua keluarga besar itu saja dahulu sebelum memulai tindakannya sendiri. Mari berkamuflase menjadi sosok tunangan idaman bagi bocah dua puluh tiga tahun itu. “Aku tidak mengatakan apapun, Adam” “Diammu yang membuatku resah” Tak ingin mengeluarkan banyak energi lagi untuk bicara, Irene memilih tak membalas dan menunggu carriage mereka ini untuk sampai di tempat yang tengah Irene tuju. Sebuah taman luas dekat pasar dimana banyak masyarakat biasa yang beraktifitas seperti biasa. Taman ini sangatlah luas, dengan patung dan air mancur ditengah tengah, setidaknya Irene bersyukur bahwa masyarakat memiliki tempat untuk terdiam ketika jenuh dengan kehidupannya, atau memang hanya ingin merehatkan pikiran saja. Irene pikir, ketika ia turun dari kencananya, tak akan ada yang mengenalinya dan ia akan dengan bebas kesana kemari merasakan hidup seperti orang biasa. Tapi tentu saja itu adalah pikiran yang bodoh. Dirinya yang tentu saja wajahnya dikenali, dengan ciri khas rambut emas yang tidak ada yang memiliki selain keluarga kerajaan membuat semua orang yang tadinya beraktifitas jadi terhenti hanya untuk memberikan penghormatan padanya. Duh- Irene jadi merasa tak enak. Ingin rasanya bersembunyi dibalik punggung Aaron- yang baru kali ini pria itu berada jauh dari posisinya karena si sialan Adam ini disampingnya. Biasanya Aaronlah yang kemana mana mendampinginya- Oh?? Atau bisakah ia menolak perjodohan ini dengan berkata bahwa ia jatuh cinta dengan pengawalnya sendiri?? Dipikir pikir, Aaron adalah kandidat yang cocok jika memang Irene ingin berkilah dari perjodohan dadakan ini. Kuat, tampan, selalu ada bersamanya, sudah mengerti dirinya karena mereka terus bersama, selalu melindungi Irene, dan lain lainnya. Bukankah ini spesifikasi yang sempurna?? Tapi hahh.. singkirkan pikiran pikiran gila itu karena Irene tak ingin Aaron dihukum mati oleh ayahnya. Yang pasti, kini ia harus memastikan bahwa ia baik baik saja dan para rakyat!! Kalian semua beraktifitaslah seperti biasa~. Sesudah keadaan sedikit signifikan, Irene akhirnya pergi mengelilingi taman yang memiliki banyak pedagang kaki lima disana. Tentu saja dengan buncahan pengawal di belakangnya. Huh, jika begini, Irene hanya akan dianggap manja –ini pikiran buruknya kepada dirinya sendiri- saja oleh orang orang yang melihatnya. Tanpa disadari, gadis itu mulai membayangkan skenario bahwa ia diam diam menyelinap keluar istana dan menyamar menjadi orang biasa demi merasakan hidup normal. Tapi.. memangnya bisa?? “Saya merasa terhormat yang mulia tuan putri datang dan membeli disini” ujar salah seorang pria paruh baya yang menjual permen kapas berwarna merah muda di salah satu sudut taman. “ah- apa yang aku bilang. Maafkan aku tuan putri, tuan putri bisa mengambil apapun yang tuan putri mau” ujar bapak tadi sembari menepuki mulutnya sendiri. Hah.. bukan ini yang Irene inginkan dengan meminta untuk melihat masyarakat secara langsung. Jika begini, Irene tak benar benar dapat melihat aktifitas mereka secara normal karena mereka bersikap berbeda dihadapannya. “tidak perlu begitu, paman” ujar Irene dengan senyum lembut. “aku disini sebagai pembeli, bukan sebagai putri raja. Tolong terima uangku” ujarnya lagi sembari memberikan beberapa koin perak yang disambut sumringah oleh pria tadi. Bohong jika Irene tak tahu bahwa paman tadi tentu saja akan rugi jika Irene mengambil begitu saja dagangannya. Sekecil apapun uang baginya, bisa jadi adalah sumber kehidupan bagi orang lain. Irene tak mungkin sebodoh itu untuk tidak tahu. Berpindah tempat, kini Irene dan seluruh antek anteknya tengah berada di pasar tradisional, menghampiri seorang ibu tua namun terlihat anak anaknya masih sangat kecil. Bahkan salah satu diantaranya masih bayi dalam gendongan sang ibu. “Selamat datang tuan putrii” sambut anak anaknya itu dengan sumringah, memperlihatkan gigi keropos dengan remah roti kasar yang ada di ujung bibir mereka. “aduh, yang terhormat putri kami yang cantik jelita” puja ibu tadi sembari menatap Irene dengan berbinar. “aku harap anakku tumbuh menjadi secantik dirimu” ujarnya lagi yang memicu rona merah di pipi mulus Irene Judasquith. “Bibi.. jangan membuatku malu” ujar Irene tersenyum senyum sendiri karena jujur saja ia senang dipuji begitu, haha. Tatapannya terhenti di barang yang diperdagangkan oleh ibu yang satu ini. Sebuah pita pita cantik dengan berbagai warna dan berbagai ukuran. “Ah, yang itu cocok sekali dengan dirimu, yang mulia” ujar ibu tadi ketika melihat Irene mengambil sebuah pita berwarna putih dengan mutiara berwarna oranye di tengah tengah. “Aduhhh cantik sekali. Kami bersyukur akhirnya kami bisa mengetahui wajah tuan putri setelah selama ini hanya mendengar kabar saja. Apalagi, tahu tahu tuan putri memiliki tunangan yang tampan” puji ibu tadi yang kini memancing senyum tipis di bibir Adam. Ah.. sepertinya informasi mengenai ia bertunangan sudah tersebar sampai ke titik masyarakat paling bawah, toh. Tapi tadi apa katanya?? Selama ini, tidak ada yang tahu mengenai wajahnya??
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD