Ilyas 14

1840 Words
Alya kaget, saat membuka pintu rumahnya terlihat sosok pemuda tampan yang menunggu di atas motor. Hanya saja wajah tampan itu, tampak sangat kesal. "Assalamualaikum..." "Waalaikumusalam... Mas Ilyas? Sudah dari tadi ya? Maaf, aku gak tahu kalau Mas Ilyas mau ke sini. Aku baru pulang dari mal tadi, belum sempat lihat ponsel. Jadi..." "Iya, aku tahu kamu tadi ke mal. Aku melihatmu bersama seorang lelaki yang tampak dewasa. Siapa dia?" Tanya Ilyas dingin. "Euum... Mas Ilyas tadi lihat? Eeumm kita ngobrolnya di warung sana saja yuk." Alya terlihat kaget mendengar perkataan Ilyas. "Jadi lelaki tadi, yang aku lihat bersamamu di mobil, itu siapa?" Masih dengan nada suara dingin, Ilyas membuka percakapan. Gadis manis berhijab di depannya tampak menunduk, mengaduk es jeruk yang tinggal setengah gelas. Sekilas Ilyas melihat ada tanda lebam di pergelangan tangan Alya. "Itu tanganmu kenapa? Coba lihat!" Ilyas bingung, dia penasaran ingin tahu kenapa, tapi dia tidak mau memegang tangan Alya. "Eeh ini, kemarin terkilir pas naik motor, harus berhenti mendadak karena ada anak kecil menyeberang tanpa melihat kanan kiri. Tapi udah diurut kok." Segera saja Alya menyembunyikan tangan kirinya. Ilyas sebenarnya masih ingin mencari tahu, tapi dia teringat alasan utamanya menemui Alya sore ini. "Aah ya..., kamu belum jawab siapa lelaki yang tadi bersamamu." "Dia... dia Om Tanto. Adik papa yang paling kecil." "Om...?" "Iya. Adik tiri papa, karena eyang putri menikah lagi setelah bercerai dari eyang kakung." Alya kemudian membuka galeri foto di gawainya, menunjukkan sebuah foto keluarga, tapi sepertinya foto lama karena Alya masih sangat imut. Tadi, sekilas Ilyas melihat ada wajah seorang perempuan cantik. Sangat cantik, seperti familier, dia berusaha mengingat tapi tidak bisa. "Kenapa kamu tidak pernah cerita ini?" Suara Ilyas berubah melembut, saat Alya menunjuk ke arah dua lelaki yang usianya terpaut cukup jauh. Papa dan Om Tanto. "Ini papa dan mama, ini Om Tanto dan istrinya. Maaf, aku tidak bermaksud menyembunyikan, tapi kupikir itu bukanlah hal yang pantas untuk dibanggakan. Ada banyak masalah di keluargaku, terutama antara papa dan Om Tanto. Dan aku tidak mau masalah ini tersebar ke mana-mana, aku tidak mau menyebarkan aib keluarga sendiri." "Baiklah kalau begitu, maaf aku tadi sempat sedikit ngambek karena aku kesal melihatmu jalan dengan lelaki lain sementara pesanku kamu abaikan berhari-hari." Sepertinya kesalahpahaman itu sudah usai. Keduanya sudah saling tersenyum. "Besok ikut aku ya, nonton pertandingan voli di GOR, sekalian aku kenalkan ke teman-temanku ya." Ajak Ilyas dengan nada lembut, dijawab anggukan oleh Alya. *** Mawar kesal bukan kepalang. Ini sudah percobaannya yang kedua kali datang ke rumah Ilyas. Rencananya sih dia mau berucap terima kasih secara langsung kepada pemuda tampan itu. Tapi tiap kali datang, tiap kali itu pula Ilyas tidak ada. Seperti saat ini, Ilyas juga sedang pergi. Jadi dia hanya ngobrol sebentar dengan Rania dan hendak pamit saja. "Eeh Kak Mawar..., cari Mas Ilyas ya?" Mawar membalikkan tubuhnya sesaat sebelum membuka pintu si putih, dan melihat Aaliyah menyapanya. Dibelakangnya tampak sesosok tubuh yang sungguh sangat mirip Ilyas, sayangnya itu Yasa, bukanlah Ilyas. "Iyaa dek, sayangnya gak kebeneran melulu, gak pernah ketemu." "Iya..., Mas Ilyas tadi pergi, pamitnya mau ke rumah mbak Alya. Eeh... oops..." Iyah reflek menutup mulutnya. "Alya...?" "Iya... Alya. Eeh, tapi kalau mau ketemu Ilyas sih, besok datang saja ke GOR. Besok, kami ada lomba voli, lawan klub sebelah." Jawab Yasa, mencoba menyelamatkan Iyah. "GOR? Voli? Eumm... " Mawar tersenyum misterius sambil mengangguk. "Kenapa? Emang bisa main voli? Kalau bisa ikut aja besok." Tawar Yasa. "Bisaaalah. Dulu sempat jadi pemain voli kok." "Yang bener?" Yasa tampak tidak percaya, menilik dari penampakan Mawar yang sangat modis, jauh dari postur atlet atau yang suka olahraga. "Beneran..., tapi voli pantai siih... okay deh besok aku ke GOR sama teman-temanku yang lain. Terbuka untuk umum kan? Makasih infonya ya Sa... Bye..." Mawar mengedip genit ke Yasa. Beberapa detik Yasa terpaku. Bukan karena kedipan genit Mawar melainkan tadi dia mendengar kata... voli pantaiiii? Dan Mawar akan membawa teman-teman voli pantainya ke GOR? Yang benar sajaaa!!! OMG... GG... Aaah...Ilyas... bakalan diamuk dia sama kakak kembaran beda 5 menit itu. Tapiiii... pastinya teman yang akan diajak Mawar besok, juga sama seksi dan cantiknya seperti Mawar kan? Aah sudahlah... itu urusan besok saja. Apa yang akan terjadi, biarlah terjadi. ~~~ Priitt... bunyi nyaring peluit yang ditiup wasit jadi-jadian, saat Ilyas, yang berperan sebagai spiker, berhasil men-smash bola dan masuk ke area lawan yang kosong. Saatnya istirahat untuk kedua tim. Ilyas melirik ke arah Alya yang duduk di bangku penonton, tampak menyemangatinya. Seketika terdengar suitan ejekan dari teman-teman satu timnya melihat wajah putih Ilyas yang memerah karena malu disemangati Alya. Sebenarnya tidak hanya Alya, ada juga Iyah dan teman-temannya yang ikut sibuk menyemangati kedua kakak kembarnya itu. Kembali ke arena pertandingan, Ilyas sekarang berganti peran menjadi seorang setter, sedangkan Yasa sekarang menjadi smasher. Kerjasama ciamik duo tampan bin ganteng itu tentu saja berhasil menarik perhatian lawan, bukan lawan tanding, tapi penonton lawan jenis yang menjadi heboh karena kepiawaian kedua cowok ganteng itu. Ditambah lagi Yasa yang memang tidak punya malu, dan tampil atraktif. Tiap kali dia berhasil men-smash bola, maka dia akan memberikan kedipan maut dan kecupan jauh kepada gadis-gadis pendukungnya. Ilyas hanya geleng-geleng saja melihat kelakuan kembarannya itu. Sedangkan Ilyas, hanya satu, tersenyum manis ke arah gadis berhijab yang setia menyemangatinya. Tanpa menafikan peran rekan sesama tim, akhirnya tim Ilyas sebentar lagi akan memenangkan pertandingan, jika saja konsentrasi Yasa tidak terpecah, karena sorak sorai mendadak dari penonton, yang didominasi suara kaum adam. Reflek, anggota kedua tim menoleh ke lapangan sebelah. Ilyas menarik nafas, saat melihat gadis-gadis cantik memakai pakaian olahraga, dengan celana super pendek dan ketat, sedang bertanding di lapangan sebelah. Dan yang membuatnya tambah bingung karena ada Mawar yang tampil sangat menggoda iman laki-laki. Sebenarnya pakaian yang merekan kenakan, adalah pakaian standar atlit perempuan. Hanya saja Ilyas tidak terbiasa melihat hal seperti itu. Kelima teman Mawar yang juga cantik dan berbodi seksi, memakai pakaian d******i warna putih. Hanya Mawar yang sedikit atraktif karena kaos olahraganya didominasi warna pink dan putih, terlihat semakin menarik dengan kulit tubuhnya yang putih mulus. Segera saja konsentrasi penonton dan pemain voli terpecah melihat mereka. Bahkan tanpa ragu-ragu, kaum adam segera saja pindah tempat duduk agar mendapat posisi paling strategis melihat pertandingan itu. Entah tim Mawar bertanding melawan tim mana, pun, Ilyas tidak tahu dan tidak peduli. Berhubung teman-teman dan penonton sebagian besar pindah posisi, akhirnya Ilyas duduk mendekati Alya yang tampak kebingungan. "Kok mainnya gak dilanjutin, Mas?" "Gimana mau lanjut coba? Tuh semuanya pada pindah ke sebelah, lihat cewek-cewek gak jelas itu." Gerutu Ilyas, kesal. Termasuk adik kembarnya, Yasa, yang langsung tebar pesona. Saat duduk sebelahan Alya, Ilyas melap keringat memakai handuk yang diberikan Alya, plus sebotol air mineral dingin, semoga bisa mendinginkan hatinya yang mendadak panas melihat kelakuan Mawar. Entahlah, dia hanya tidak suka dengan tingkah polah gadis cantik itu. Tiba-tiba datang membawa teman-teman dengan pakaian yang merusak mata, kemudian merusak juga konsentrasi pemain kaum adam, hingga akhirnya pertandingan dihentikan. "Tapi..., mereka mainnya oke juga loh Mas. Lihat tuh, yang bajunya warna pink itu malah yang paling jago smash. Waaah dia juga jadi spiker sama seperti Mas Ilyas dan Mas Yasa. Keren banget dia. Sudahlah cantik, seksi, pintar olahraga pula." Puji Alya tulus. Ilyas mendelik mendengar pujian itu. Cantik dan seksi, iya... Mawar memang cantik dan seksi. Tapi percuma juga kalau diumbar, dipertontonkan untuk orang lain yang tidak berhak untuk melihatnya. Kasihan suaminya nanti, bakalan berat perjuangannya untuk menyadarkan dia bahwa aurat itu tidak untuk diumbar. Aah.., tapi apa peduliku? Adik bukan, kakak bukan, saudara bukan, terserah dia mau ngapain. Gak pakai baju sekalipun aku gak peduli.  Ilyas dan Alya reflek melihat ke arah lapangan sebelah, saat terdengar sorak sorai dari penonton. Ternyata Mawar berhasil melakukan smash dengan lompatan tingginya. Terus terang Ilyas juga tidak menyangka bahwa gadis kaya itu jago voli. Peluh tampak membanjiri wajah dan leher Mawar, kulit mukanya bahkan sedikit memerah. Tapi yang Ilyas heran, dengan keringat sebanyak itu, kenapa make up dan lipstik yang ada di wajah cantik itu, tidak luntur? Mendadak, Ilyas tersedak, saat Mawar kemudian memberikan ciuman jauh dan kedipan maut padanya. Tentu saja kenekatan Mawar itu berbuah sorak sorai teman-teman dan para penonton. Ilyas yang semakin senewen, melirik ke arah Alya. Tampak raut wajah manis gadis itu berubah kesal. Bahkan Mawar semakin nekat, tidak hanya sekali dua kali dia memberi kecupan jauh, tapi hingga berkali-kali. Dan yang terakhir ini dia melakukan jumping smash sambil berteriak, "Ilyas!!" Daaan... masuk! Pertandingan set pertama itu selesai. Diikuti riuh rendah penonton dan pemain yang bersorak. Baiklah, saatnya pergi dari sini. Alya sudah berdiri, hendak meninggalkan lapangan itu dengan terburu-buru. Perempuan mana sih yang tahan jika lelaki yang disukainya menjadi incaran gadis yang jauh lebih superior darinya? Terang-terangan lagi memberi kode. "Alya... tunggu aku. Sebentar..." Ilyas segera saja mengikuti Alya yang terburu-buru menuju pintu keluar. Muka putih Ilyas memerah menahan malu dan marah pada gadis cantik dan kaya tapi dirasanya tidak punya sopan santun itu. "Mawar... gebetan tuuuh mau pergi. Buruaaan kejar sebelum hilang. Masak Neng Mawar yang sudah expert di dunia percintaan kalah sama abg? Buktikan kehebatanmu dong neng!" Merasa terintimidasi oleh hasutan teman-temannya, tanpa ragu, kaki jenjang putih mulusnya segera berlari mendekati Ilyas. Alya ada beberapa meter di depan lelaki tampan pujaan hatinya itu. Mawar tidak peduli. Tujuannya satu, Ilyas. Bahkan dia semakin semangat karena didukung teriakan teman-teman volinya. Mengintimidasinya untuk segera mendapatkan Ilyas. "Ilyas... tunggu..." Tampak seperti adegan film India. Ada seorang cewek berlari kecil sambil menangis dikejar cowok cakep, dan dibelakang cowok cakep itu, ada lagi seorang cewek cantik yang berusaha mengejar. Terdengar siulan dari penonton melihat adegan cinta segitiga itu. Urat malu Mawar yang memang sudah putus, tidak mempedulikan sorakan penonton. Dan akhirnya dia berhasil meraih tangan Ilyas, sesaat setelah keluar pintu GOR. Ditariknya tangan itu agar menghadapnya. "Kubilang tunggu!" Mawar setengah berteriak sambil ngos-ngosan. Ilyas mendelik melihatnya. "Ada apa?" Wajah Ilyas pun semerah tomat karena menahan emosi dan malu, menjadi tontonan gratis. "Kenapa kamu menghindariku sih?" Tanya Mawar sambil berusaha mengatur detak jantungnya agar normal. Entah kenapa jantungnya berdetak tidak karuan, apa akibat kecapaian main voli atau karena sekarang berhadapan dengan Ilyas? Dia tidak tahu. "Aku tidak menghindarimu. Aku hanya tidak mau berurusan dengan perempuan tidak tahu malu sepertimu. Apa-apaan tadi itu? Kamu pikir aku akan terpikat dengan cara murahan seperti itu?" Tanya Ilyas dingin. Mawar tampak terkejut dengan perkataan menusuk Ilyas. Tapi bukanlah Mawar namanya jika dia kalah berdebat. "Kenapa? Kamu gak suka? Aku lakukan itu untuk menarik perhatianmu." Sudah, langsung saja berterus terang sekalian, sudah basah ini, sekalian saja nyebur. Gak ada salahnya menyatakan perasaan pada cowok terlebih dulu kan? Katanya sekarang jamannya emansipasi. "Ya, aku gak suka. Gak suka sama kelakuanmu yang tak tahu malu itu." Sebenarnya Ilyas masih melanjutkan perkataannya, dengan kalimat yang menusuk hati, tapi Mawar sudah tidak konsentrasi lagi mendengarnya. Di hadapannya ada lelaki tampan, gebetan yang belum berhasil dia taklukan, sedang berverbal. Fokusnya satu. Bibir merah Ilyas yang tidak kena rokok ataupun barang haram lainnya, entah kenapa sangat merusak konsentrasi Mawar. Hingga, entah apa yang merasukinya, dia tiba-tiba saja sedikit berjinjit kemudian memegang pundak Ilyas daaaan..... Cup... sedetik... Detik kedua, Mawar sengaja sedikit melumat bibir merah kenyal pemuda tampan itu. Dan di detik ketiga...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD