"Gue lagi males berdebat, Dit." Usai memberesi piring, Dina hendak berjalan menuju kamar. Sementara Adit mengintilinya sejak tadi namun kini berhenti di dekat tangga. Lelaki itu tidak ingin memaksa. Tapi hal ini menurutnya harus benar-benar dibicarakan. Apalagi jika urusannya dengan perasaan. Oke, ia juga tak punya hak untuk memaksa kan? Namun apa salahnya menyelesaikan sesuatu yang belum tuntas? Dari pada menjadi beban di hati? "Gue kan ngajak ngomong, biar jelas, Din." Dina menghentikan langkah. Gadis itu memejamkan matanya sesaat. Setelah agak tenang, ia menghela nafas. Segala sesuatu yang dibicarakan dengan emosi memang tidak akan pernah bertemu solusinya. Ia tahu. Tapi baginya, ini sudah selesai. Itu baginya dan bagi Adit? Tidak ada yang selesai di antara mereka. Kemudian ia berbal