Bab 8

802 Words
Arini menghampiri Trevor dengan wajah memerah. Dia masih berpikir tentang apa yang terjadi sebelumnya. Hampir saja Trevor kalap dan akhirnya dia diselamatkan oleh ketukan pelayan. Dia lalu mengambil tempat duduk di samping Trevor yang senantiasa memandangnya. Lauk pauk telah disiapkan oleh pelayan dan keduanya makan tanpa adanya pembicaraan. Sungguh sekarang Arini tak bisa berkonsentrasi dalam makanannya karena gugup dilihat oleh Trevor. "Mas ... kenapa kau melihatku seperti itu?" "Memangnya kenapa kalau aku menatap istriku sendiri?" "Tidak ada masalah. Hanya saja aku risi." lirih Arini sambil susah payah menelan makanan yang ada di mulut. Sementara itu Iva dan Prima selalu melihat ke paviliun timur di mana Trevor berada. Sudah lama sekali pria itu tiba dan menuju paviliun timur tapi tak ada tanda-tanda jika dia akan ke paviliun utama untuk makan siang bersama mereka. "Di mana Ayah Ibu? Kenapa dia tak datang makan di sini?" "Ibu juga tak tahu sayang, tak biasanya seperti ini kelakuan Mas Trevor." Tak jauh dari mereka munculah Kevin dengan raut wajah masam. Hatinya masih dalam suasana buruk karena teguran dari sang Ayah tiri. Memangnya siapa Trevor? Pria itu hanya memiliki hubungan dengan sang Ibu sedang lainnya tidak sama sekali. "Kevin." Mata Kevin beredar dan tertuju pada Ibunya. "Ibu, kenapa wajah Ibu terlihat murung? Ada apa?" "Ini Ayah tirimu. Dia tak datang untuk makan siang. Ibu cemas ...." Kevin mendengus kesal. "Sudahlah Ibu tak usah pikirkan pria berengsek itu! Paling dia sedang makan dengan istri keduanya itu. Tak peduli dengan kau atau pun pada kita." Setelahnya Kevin bergerak ke dalam kamarnya sendiri meninggalkan Iva dan Prima termangu. ???? Malam tiba. Kevin yang makan malam bersama dengan Iva dan Prima melihat raut wajah kesedihan yang tampak dari mereka. Keduanya pun sedang mengaduk-aduk makanan tak berselera. "Ibu, jangan mengaduk makanan terus. Mubazir." "Bagaimana Ibu memiliki napsu makan yang baik, sementara Ayahmu makan bersama wanita lain." "Ibu, Arini bukan wanita lain. Dia istri Trevor juga." "Justru itulah yang Ibu tak senangi. Dia lebih memperhatikan Arini ketimbang Ibu. Ibu juga istrinya bukan? Jadi dia harus bersikap adil!" Kevin yang awalnya tertuju pada makanan menatap sang Ibu. "Bersikap adil?" Iva mengangguk. "Ibu tak akan memprotes ketika Ayah tirimu membagi kasih sayang tapi ini berbeda. Begitu Arini datang, dia sudah tak mempedulikanku lagi. Kevin ... kau harus berjanji pada Ibu bahwa kau akan membicarakan ini dengannya." Alis Kevin bertaut. "Kenapa harus aku?" "Karena jika Ibu yang mengatakannya pada Trevor ... dia tak akan mau mendengar. Ayolah Kevin Ibu mohon." Kevin membuang napas berat. "Baiklah, aku akan bicara dengannya." Kevin memakan sisa makanannya dengan lahap. Meminum air putih lalu berdiri meninggalkan Iva dan Prima yang tersenyum. Mereka beruntung memiliki Kevin yang selalu bisa diandalkan. Sedang itu Arini lagi-lagi merasakan gugup saat berada di dalam ruangan yang sama dengan Trevor. Dia khawatir jika Trevor ingin melanjutkan aktivitas siang tadi. Perutnya bergejolak hebat kala Trevor menyentuhnya. "Kenapa kau terlihat gugup seperti itu? Apa ada masalah?" "Ti-tidak ada." "Apa kau berpikir tentang apa yang aku pikirkan?" Entah mengapa Arini merasa sesak. Dia pun berusaha lepas dengan memindahkan tubuhnya ke tempat yang lebih luas sayangnya Trevor tak mengizinkan hal tersebut. Alhasil, Arini terduduk di pangkuan sang suami. "Bisakah kau melepaskankanku? Kita berada di ruang tamu tak baik tahu dilihat oleh banyak orang." "Baiklah asal kau harus berjanji padaku satu hal." "Janji?" Trevor menarik Arini agar merendah dan tepatnya dia membisikan sesuatu. Tak butuh waktu lama Arini merona. "Sekarang ayo berikan." "Bisakah kita lakukan di dalam kamar saja? Aku malu." Dalam keromantisan mereka, tiba-tiba Kevin datang dengan wajah masam. "Kalian di sini sedang bermesraan sedangkan Ibu tak merasakan yang namanya kebahagiaan. Bagus sekali ... kalian bahagia di atas penderitaan orang." cibiran Kevin dibalas delikan oleh Trevor. "Apa yang kau inginkan?" tanya Trevor dengan nada dingin. "Mencari keadilan atas Ibuku ... Dia juga istrimu kenapa kau tak peduli padanya? Ya aku tahu kau tak punya perasaan pada Ibuku tapi setidaknya kau harus adil antara Ibuku dan Arini!" Trevor membuang napas dan hendak membuka suara untuk membalas perkataan Kevin. Namun Arini langsung menyela. "Apa yang dikatakan oleh Kevin itu benar mas. Kau harus berbuat adil antara aku dan dia. Bagaimana pun juga dia adalah istrimu." sahutnya sambil tersenyum. Tentu saja Arini senang karena dia secara tak langsung bisa terlepas dari janji yang dibuat pada Trevor. "Baiklah, besok aku akan tinggal di sana." "Tidak, malam ini juga." sergah Arini cepat. Trevor mendengus, dia melepaskan Arini dan bangkit berdiri. "Jangan pikir kalau aku melakukan ini karena kau Kevin. Ini karena Arini yang meminta." kata Trevor pada Kevin kemudian berlalu pergi. Kevin memanyunkan bibirnya tanda dia kesal. Tak sengaja dia melirik Arini yang kini menampakkan senyuman memandang padanya. "Kenapa kau menatapku seperti itu?" "Karena kau telah menyelamatkanku. Terima kasih ya suami palsuku." Kevin mencebik kesal dan berlalu pergi dari tempat tersebut. Arini pun bersorak bergembira dengan begini Arini tak harus menepati janjinya. ???? See you in the next part!! Bye!!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD