Bab 9

818 Words
Hanya butuh beberapa langkah, Trevor akhirnya sampai di paviliun utama dan langsung disambut oleh Iva beserta Prima. "Sayang, akhirnya kau datang. Apa kau mau makan atau--" "Aku sudah kenyang terima kasih." jawab Trevor dengan nada datar. Iva terdiam sedang Prima tersenyum dalam hati. Dia senang karena Ibu tak dipedulikan oleh Ayah Tiri. Tak lama Kevin datang menghampiri Ibunya. "Aku sudah menuruti perintah Ibu jadi tolong jangan buat aku kembali ke paviliun timur. Aku benci di sana." Setelah mengatakan demikian, Kevin lantas berjalan meninggalkan sang Ibu. Awalnya Trevor ingin juga pergi tapi lengannya mendadak dicekal oleh Prima. "Ayah, boleh bantu aku tidak? Aku kesulitan dengan PR sekolah." katanya dengan nada manja. "Kau bisa menyuruh kakakmu," "Tapi kakak punya tugas." Trevor menoleh pada Kevin meminta jawaban dari pemuda itu. "Yah itu benar, aku punya tugas yang tak bisa ditinggalkan." Dia lalu beralih lagi pada Prima. "Kau belajar saja dengan Ibumu ya." "Aku maunya Ayah Trevor, ayolah Ayah sekali ini saja. Sudah lama Ayah tak menemaniku belajar." rengek Prima. Trevor akhirnya mau melakukannya meski dengan setengah hati. Prima bersorak gembira lalu menarik tangan Trevor agar masuk ke dalam kamar. Gadis itu langsung menutup pintu. "Kenapa kau menutup pintu?" "Supaya konsentrasi Ayah." jawabnya singkat. Dia lalu duduk di meja belajar bersama Trevor di sampingnya. Membuka pelajaran matematika lalu memberikannya pada Trevor. Beberapa saat Trevor diam karena memperhatikan buku pelajaran kemudian menganggukkan kepala. "Oh gampang, sini biar aku ajarkan." Dimulailah Trevor menjelaskan namun lain hal dengan Prima. Dia lebih tertarik melihat wajah Trevor. Cukup lama Trevor tak menemaninya untuk belajar dan sekarang momen ini sangatlah penting untuknya. Kapan lagi bisa melihat Trevor sedekat ini? "Nah, apa kau sudah mengerti?" Prima mengangguk. "Ayo kerjakan." Dua kata dari Trevor menyadarkan Prima yang mengerjapkan matanya. "Kerjakan apa?" "PR-mu." Prima lantas kelabakan dan melihat pada bukunya. "Boleh di jelaskan lagi Ayah?" Trevor mendengus kesal dan kembali lagi menjelaskan pada Prima tentang matematika. Ternyata bukan hanya matematika ada beberapa mata pelajaran lagi yang membuat pria itu harus bertahan di kamar sang anak tiri untuk waktu yang cukup lama. Semuanya baik-baik saja pada awalnya tapi tidak lama kemudian Trevor merasakan sedikit terganggu saat Prima entah itu tak sengaja atau sengaja, tubuh gadis itu mendekat ke arahnya. Bahkan menempel di sekitar lengan. Yang membuat Trevor makin risi saat Prima menggesekkan tubuhnya itu seakan berusaha menggodanya dan memang itulah yang diinginkan oleh Prima. Dia berniat menggoda Trevor dan kemungkinannya akan langsung membawanya ke ranjang. Memikirkan hal itu saja membuat Prima gugup. "Prima, bisakah kau menjauh? Ayah tak nyaman dengan posisi seperti ini." perintah Trevor. "Memangnya kenapa Ayah? Aku nyaman dengan posisi ini jadi biarkan aku terus seperti ini." kata Prima dengan suara parau. Trevor terkejut ketika Prima mengecup salah satu pipinya. Buru-buru dia mendorong Prima dan mengelap pipi bekas ciuman Prima. "Apa-apaan kau? Berani sekali kau menciumku. Ingatlah aku ini Ayah Tirimu!" Prima mencebikan bibirnya. "Sudahlah Ayah, lupakan Ibuku. Lebih baik bermain denganku saja. Aku masih muda tentunya segar sedang Ibuku dia sudah tua." Trevor mengerutkan dahinya. Entah kenapa gadis itu seperti bukanlah gadis yang dia kenal. "Apa maksudmu?" Prima bangkit dari kursinya untuk berjalan mendekat ke arah Trevor. "Ayolah Ayah Trevor apa kau tak tergoda denganku?" "Tidak sama sekali!" Trevor kembali mendorong Prima hingga jatuh terbaring ke ranjang. Dia lalu keluar dengan membuka pintu dengan kasar. Pria itu lalu masuk ke dalam kamar di mana Iva sudah menunggunya. "Sayang kau sudah datang aku ingin bicara denganmu." "Aku juga ingin bicara denganmu tentang anakmu, Prima." "Prima? Ada apa dengan dirinya?" Trevor menunjukkan senyum sinisnya. "Kalian berdua itu sama ya. Baik Ibu atau pun anak keduanya sama-sama penggoda!" Iva sama sekali tak mengerti mengerjapkan matanya. "Apa maksudmu Trevor?" "Iva, Prima berusaha menggodaku dari tadi dan dia mengatakan kalau kau sudah tua. Tak bisa mengimbangiku dalam hal ranjang kapan kau mengajarkan hal itu pada putrimu sendiri?" Iva tercekat. Berita yang dibawa oleh Trevor benar-benar membuatnya terkejut. Dia tak menyangka bahwa Prima bisa melakukan hal itu. "Pri-Prima melakukan hal itu?! Ba-bagaimana bisa?!" "Eh justru aku yang mau tanya kapan kau mengajari anakmu tak sopan seperti itu!" "Bu-bukan aku Mas. Lebih baik tidurlah dan soal Prima biar aku yang menjelaskannya pada dia." Trevor tak banyak bicara. Dia lalu membaringkan diri dan sepenuhnya tertidur sedang Iva dalam keadaan marah berjalan menghampiri Prima yang juga kesal karena dirinya ditolak mentah-mentah oleh Trevor. Apa ini semua karena Trevor memiliki Arini? Mungkin saja karena Arini adalah gadis muda yang cantik. Langkah Iva yang cepat menjadi pusat perhatian dari Prima dan belum sempat bergerak atau mengatakan apa-apa, Prima langsung dihadiahi tamparan keras dari sang Ibu. "Kau benar-benar keterlaluan! Beraninya kau menggoda Ayahmu sendiri! Memangnya Ibu mengajarkanmu untuk menjadi seorang penggoda. Dasar jalang!" bentak Iva. "Ibu juga harusnya tahu diri dong! Ibu sudah tua jadi tak mungkin melayani Ayah Trevor dengan baik! Sudahlah biar aku yang menggantikan posisimu!" ❤❤❤❤ See you in the next part!! Bye!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD