CAST TERBARU SUDAH UPDATE! YUK MELIPIR KE IGKU : @mushikarastory Biar kalian tahu aku sudah up apa belum :)
Note : Disarankan membaca cerita buku 1 dulu : Teach Me How to Play, Om! :)
.
.
.
Halaman 3
.
.
.
.
[REKOMEND SONG – ROSE – ON THE GROUND]
[Amerika – Area Bandara John F. Kennedy]
[Hari keberangkatan ke Indonesia – Pukul 13.20 pm]
Pesawat jadwal Rasa dikabarkan hari ini berangkat pukul setengah dua siang, semua persiapan sudah selesai dan dia hanya perlu menunggu beberapa menit lagi. Ditemani ketiga sahabatnya,
“Ingat apa yang kami ajarkan beberapa hari lalu, Rasa.” Sejak mereka berangkat ke bandara, gadis itu selalu mengingatkan dia. “Aku sudah menaruh beberapa buku, dan video khusus di kopermu tadi.”
Rasa yang tengah menyesap minumannya langsung tersedak, “Ha?! Kau apa?! Kenapa sembarangan memasukan benda seperti itu ke koperku!” Dia panik, tidak menyangka kalau Marre akan berbuat nekat.
Sementara ketiga gadis di depannya hanya menyeringai tipis, “Tidak masalah kok, itu ‘kan wajar.” jawab mereka kompak. Ucapan tak bersalah dan manik polos, membuat kemarahan Rasa memudar.
Mana dia sudah terlanjur memasukan koper ke dalam bagasi pesawat lagi! Memang barang yang bawa tidak begitu banyak, karena sisanya akan Ia gunakan sebagai ekspedisi pengiriman saja.
“Siall, kalau saja aku cek lebih dulu,” umpatnya kesal.
Rafa menepuk pundaknya pelan, “Benda itu akan berharga untukmu, tenang saja, sayangku.”
“Ingat jangan diperlihatkan pada siapapun, oke?” Xion berkedip nakal. Rasa nyaris berlari menuju bagasi pesawat saat Xion mengatakan semua itu, bisa gawat kalau nanti kak Sena, ayah atau ibunya melihat barang mereka.
“Kalian ini!” Mengembungkan pipi kesal, ketiga gadis di depannya terkekeh geli. Marre berusaha mengalihkan pembicaraan mereka, perlahan mengulurkan tangan.
“Kita harus berjanji, tidak boleh ada yang menghilang tiba-tiba atau pergi tanpa kabar. Sampai nanti kita bertemu lagi, entah berapa bulan atau berapa tahun mendatang, kita tetap sahabat.” ujarnya dengan senyuman lebar.
Rafa mengangguk kecil, “Ya, Rasa yang pertama kali pergi. Ingat kabari jika kau sudah sampai. Aku akan tetap bekerja di sini karena tawaran gaji mereka cukup besar,” jelasnya yakin.
Xion ikut mengulurkan tangan, “Aku akan kembali China dan bekerja di kampung halamanku,”
“Aku akan bekerja di sini juga, tapi di tempat yang cukup jauh dari Rafa,” Marre tak lupa menjelaskan rencananya.
Kekesalan Rasa menurun kembali, gadis itu mendengus tipis, ikut mengulurkan tangan sigap, “Aku akan kembali ke Indonesia dan jika memang Tuhan memberikan aku kesempatan untuk bertemu dengan orang itu, aku akan berusaha meyakinkannya lagi.” Kali ini tanpa ragu, maniknya berkilat yakin.
Tangan mereka saling bertemu selama beberapa saat, tersenyum kecil. Satu pelukan tidak cukup, jadi ketiga gadis itu kompak memeluk Rasa erat.
“Sampai bertemu nanti, Rasa. Ingat kabari kami lagi,”
“Taklukan laki-laki itu!”
Kalimat penyemangat itu sontak membuat Rasa ingin menangis. Lima tahun mereka bersama, dimulai dari perkenalan absurd, permusuhan di dalam kamar, tertawa bersama, melewati rintangan, serta ujian susah di Santaria,
Sekarang mereka akan berpisah dan berjalan menuju jenjang yang lebih tinggi. Kapan mereka bisa bertemu lagi? Entahlah, tapi keempatnya berjanji akan bertemu apapun yang terjadi.
Menarik ingusnya, menahan tangis, Rasa tidak bisa. Ia menangis terisak, “Aku akan merindukan kalian,”
Tangisan yang membuat ketiga gadis di dekatnya ikut menangis, “Bodoh, kenapa kau malah nangis!” Marre, menarik pelukannya dan mengusap ingus Rasa, “Aku hanya ingin saja!”
Xion dan Rafa tertawa, masih menangis, menghapus air mata Rasa. “Jaga dirimu baik-baik di sana, jangan perlihatkan kepolosanm lagi.” ucap mereka kompak.
“Kalian juga jaga diri baik-baik, oke. Meski kalian m***m akut, dan banyak mengajarkanku hal-hal sesat, aku tetap sayang kalian,” Kalimat terakhir Rasa sanggup menghentikan tangisan ketiga sahabatnya.
Mereka tertekuk kesal, dan langsung saja menjitak kepala gadis itu. “Jangan bilang kami gadis m***m!”
Tawa kecil mereka terhenti saat panggilan untuk penumpang pukul 14.30 pm bergema. Itu artinya Rasa harus bergegas pergi,
“Aku pergi dulu, ingat jaga kondisi kalian,” Berjalan menjauh dari mereka, melambaikan tangan beberapa kali.
Hh, akhirnya Rasa akan kembali ke Indonesia. Tempat yang sudah lima tahun tidak Ia kunjungi. Bagaimana kabar kakak, ayah, dan ibunya?
Sangat disayangkan Rasa tidak bisa datang ke upacara pernikahan kak Sena dengan kak Mario dan melihat kelahiran ponakannya, Dirga Prayuda. Wanita yang memilih untuk mencari kekasihnya sendiri dan akhirnya memutuskan pertunangan dengan Revero.
.
.
.
.
.
[Rusia – Pukul 22.00 pm – Desember musim dingin]
Langit malam ini tertutup oleh awan yang cukup banyak, salju menutupi seisi kota. Udara dingin masuk melalui celah jendela, namun bulan tetap terlihat walau hanya sekilas.
Sosok tampan itu menyender pada kursi di area kerjanya, di dalam ruang yang sepi. Area khusus bagi lelaki itu untuk bekerja atau sekedar menyendiri. Menghabiskan waktu untuk melamun.
Tirai jendela pun sengaja tidak Ia tutup. Malam ini pun laki-laki itu kembali teringat kejadian beberapa tahun lalu. Pertemuannya dengan seorang gadis yang berakhir membuat Ia jatuh cinta begitu dalam.
Mungkin kalian lelah melihatnya seperti ini. Berulang kali mengingat gadis itu. Sendirian membuat pikiran Revero kadang kacau.
Apalagi setelah mendapat panggilan dari sang ayah di Indonesia. Mengenai kesepakatan mereka, bahkan beberapa foto yang dikirim lelaki paruh baya itu.
Arela Diovani, wanita yang akan menjadi tunangan-ah calon istrinya nanti. Dalam jangka waktu tiga bulan pernikahan itu akan berlangsung, dan Revero mungkin tidak punya waktu untuk memikirkan Rasa lagi.
Sosok yang Ia akui memang cantik dan sempurna. Rambut pirang bergelombang sebagai ciri khasnya, kedua manik yang tegas, dan tubuh ramping.
Arela mampu menjadi wanita pembisnis sukses di usia ke 26 tahunnya. Masuk ke dalam sampul wanita inspirasi setiap bulan. Mendapat begitu banyak penghargaan di berbagai bidang. Tampil di acara televisi terkemuka.
Sempurna, itulah pemikirkan ayah, ibu bahkan nanny. Selain sukses wanita itu tentu mempunyai backup sangat besar dari keluarga Diovani. Salah satu perusahaan elektronik yang paling maju di Indonesia dan mampu menembus pasar International.
Entah apa yang dipikirkan ayah dan ibunya hingga membuat Ia harus berjodoh dengan wanita itu. Revero tidak paham, jika di awal kedua orangtuanya menjodohkan dia dengan Sena karena persahabatan mereka dan keluarga sang Lakshita.
Tapi sekarang, ‘Menjodohkanku dengan wanita yang memiliki pengaruh besar seperti itu,’ batin Revero, mendesah panjang.
Akan sangat bermasalah jika pernikahan ini dibatalkan. Seolah tidak menemukan jalan pintas, saat kontrak dan tanda-tangan Ia lakukan, Revero tak bisa melakukan apa-apa lagi.
Meski dalam hatinya, sang Arsyanendra sampai sekarang pun seolah masih menunggu gadis itu. Apa saat dia kembali ke Indonesia nanti, Vero bisa bertemu dengan Rasa lagi?
Sekilas- ah sebentar saja tidak masalah. Memikirkan wajah gadis itu berulang kali, memimpikannya. Dibalut rasa bersalah dan ketakutan.
‘Hh,’ Menutup mata perlahan, kedua tangan lelaki itu terkepal kuat. Seberapa besar rasa rindu ini Ia tahan bertahun-tahun?
Kabar mengenai kepergian Rasa sudah menjadi tanda bahwa gadis itu marah dengannya ‘kan? Mungkin saja, sekarang pun Rasa masih membenci keputusannya.
Tersenyum miris, kenapa semua berubah menjadi serumit ini? Bibir tipis itu bergumam sekilas, disinari cahaya bulan dan semilir angin malam membelai tubuhnya.
“I miss you, Rasa. So much, that I can’t handle it anymore,”
.
.
.
.
.
[Indonesia – Keesokan hari pukul 17.00 pm]
Membutuhkan waktu 26 jam lebih bagi Rasa untuk sampai ke Indonesia, tanah kelahirannya. Karena Ia harus transit selama satu jam, kembali pukul lima sore dengan tubuh pegal, tapi untunglah kondisinya baik-baik saja.
Merenggangkan tubuh sesaat dan menguap cukup lebar. Jujur saja, Rasa lelah. Dia tidak bisa tidur di pesawat karena guncangan cukup kuat selama beberapa menit,
“Hh, akhirnya sampai!” Menghirup udara kota yang sangat familiar, entah kenapa Rasa senang sekali! Kerumunan orang, suara bahasa Indonesia yang bergema, restaurant local. Selama lima tahun, tentu saja bandara Soekarno-Hatta mengalami banyak perubahan.
Terakhir kali dia ke sini saat usia Rasa mau menginjak 18 tahun. Gadis itu masih menangis dan tidak nyaman ingin meninggalkan keluarganya. Tubuh Rasa pun masih kaku, kecil, dan lemah.
Sekarang Rasa sudah berubah sepenuhnya. Saat gadis itu menginjakkan kaki di area lounge, tidak sedikit orang melihatnya. Walau Rasa sudah menggunakan masker hitam, dan jaket kesayangannya.
Tapi gadis itu sanggup menarik perhatian semua pendatang. Rambut pendepk tergerai, manik dengan shape tajam tertutup kacamata bulat tidak menghalangi kecantikannya.
Selama di Amerika, tubuhnya memang mengalami banyak perubahan. Dari tinggi badan hingga kekuatan ototnya, wajar saja. Gadis itu berhasil lulus sebagai murid unggulan di sekolah Bodyguard terkenal Santaria. Dengan nilai sempurna di semua bidang.
Menarik dua koper perlahan, pandangan gadis itu mencari seseorang, memperhatikan jam sekali lagi. Senyuman kecil tercetak di wajahnya, ‘Semoga saja kakak sudah ada di sini,’ batin Rasa tak sabar.
Terus berjalan, tapi Rasa tidak menemukan keberadaan keluarganya. Senyuman gadis itu perlahan luntur, apa kakaknya tidak bisa menjemput? Jadi Rasa harus pulang sendiri.
Mendesah pelan, pandangannya tertunduk sesaat. Sebelum beberapa menit kemudian, suara yang cukup nyaring memanggil namanya. Mungil, memanggil Rasa dengan sebutan ‘tante’ berkali-kali.
Senyuman gadis itu tercetak lagi, menoleh ke sumber suara. Benar saja, tak jauh dari posisinya sesosok tubuh mungil tengah melambai ke arah Rasa, didampingi dua orang dewasa di sampingnya.
“Tante Rasa!!”
Tidak bisa menahan rasa senangnya, gadis itu langsung saja berlari menarik kopernya mendekat. “Dirga!”
Melihat sang kakak ditemani sang suami, kak Mario yang ikut tersenyum melihat kedatangannya. Tanpa aba-aba lagi gadis itu memeluk kedua orang dewasa di depannya,
Tak lupa menunduk dan langsung menggendong Dirga. Sosok yang entah kenapa justru mengingat Rasa lebih dulu dibanding sang ayah dan ibunya.
“Kyahaha, Tante sudah pulang!!” Tertawa dan memeluk Rasa erat.
Sena bergerak memeluk sang adik sekali lagi, mencium kening dan mengusap kepala Rasa lembut. Tersenyum haru, “Kau sudah tumbuh semakin dewasa, Rasa. Akhirnya Kakak bisa melihatmu secara langsung, adikku tambah cantik sekarang,”
“Aku merindukanmu, Kak.”
Semua masalah yang Ia alami dulu, berkat kakaknya-lah Rasa bisa bertahan. Wanita tangguh yang kini sudah memiliki keluarganya sendiri. Hh, rasanya dia tidak percaya waktu sudah berlalu begitu lama.