CAST TERBARU SUDAH UPDATE! YUK MELIPIR KE IGKU : @mushikarastory Biar kalian tahu aku sudah up apa belum :)
Note : Disarankan membaca cerita buku 1 dulu : Teach Me How to Play, Om! :)
.
.
.
Halaman 2
.
.
.
.
[Amerika – International Bodyguard Santaria - IBS]
[Pukul 11.00 am – Dua hari sebelum persiapan pergi dari sekolah]
Gadis itu merenung selama hampir tiga puluh menit, tangannya bergerak memainkan sendok dan semangkuk sup daging, sementara salah satu tangan mengetuk meja terus menerus. Terlihat sekali kalau dia sedang tidak fokus.
Tiga orang gadis di depannya saling menatap aneh, Marre yang pertama menyadari tingkah aneh sahabatnya. Seringai tipis muncul di sana, menatap lekat Rasa. Menyipitkan manik sengaja, “Rasa, apa kau sedang memikirkan rudal besar yang tadi hinggap di mimpimu?” ucapnya polos.
Xion dan Rafa langsung tersedak, tentu saja mereka berbicara dengan bahasa asing. Suara Marre cukup besar sehingga menarik perhatian beberapa orang.
Rafa bergerak memukul pundak Marre, “Kecilkan suaramu!” tegurnya cepat.
Marre terkekeh geli, sementara Rasa yang masih termenung tanpa sadar mengangguk polos. “Iya,” jawabnya singkat.
Satu jawaban yang mampu mengubah mood ketiga sahabatnya. Mereka tidak bisa menahan tawa, secara kompak suara ketiganya bergema, mengagetkan Rasa seketika.
Manik gadis itu mengerjap bingung, “A-aku bilang apa tadi?!” ujarnya shock.
Melihat Marre berdiri dan langsung duduk di sampingnya, menarik Rasa mendekat. Sengaja berbisik, tipis, “Kau tahu aku punya video simpanan rahasia yang kutaruh dan tetap aman dari jarahan para senior dulu?”
“Video?” Kepanikan Rasa menghilang sesaat, Rafa dan Xion masih menahan tawa seolah tahu kemana arah perbincangan Marre.
“Iya, bagaimana kalau besok malamnya kita nonton sama-sama, akan aku ajari kamu satu persatu? Mau ‘kan?”
Pelajaran? Satu hal yang begitu penting bagi Rasa dan entah kapan dia akan menggunakannya. Meski dia tidak begitu tahu, video apa yang mau Marre perlihatkan. Tapi tatapan sahabatnya sudah cukup membuat gadis itu semangat.
“Mau!”
Marre tersenyum lebar, menjauhkan tubuh dan menepuk punggung Rasa. “Kau harus memperhatikan dengan seksama, oke?! Ini pelajaran terakhir dari kami sebelum berpisah!”
Kata berpisah membuat senyuman Rasa luntur sesaat, “Memangnya kita tidak bisa ketemu lagi?” ucapnya pelan.
Tawa Rafa dan Xion terhenti, melihat kepolosan Rasa yang tidak hilang-hilang sejak awal mereka bertemu membuat mereka gemas. Keduanya ikut berdiri dan mendekati gadis itu. Memeluk Rasa erat,
“Tentu saja kita harus bertemu, apapun yang terjadi, dimanapun kita berada. Jarak tidak akan bisa memisahkan kita, iya ‘kan?” tukas Xion, disambut anggukan cepat Rafa,
“Benar sekali, setidaknya nanti kita ketemu kalau salah satu diantara kita berniat menikah. Aku rela membuang uang dan mengarungi lautan untuk datang ke upacara pernikahan kalian.”
Keempat gadis itu tertawa kompak, Rasa tidak menyangka kalau di tempat ini pun dia bisa bertemu dengan sahabat-sahabat baru.
Mereka memang yang terbaik,
.
.
.
.
.
Itu pikiran Rasa sehari sebelumnya, sampai hari esok sesuai dengan janji Marre ingin memperlihatkan video rahasia pada Rasa.
Pukul satu malam, satu hari sebelum perpisahan mereka. Lampu kamar sengaja mereka matikan, di saat semua orang tertidur lelap. Keempat gadis itu masih terbangun, Rasa yang awalnya semangat menunggu video rahasia Marre berakhir menganga shock.
Suara-suara yang membuat Ia panas dingin perlahan menusuk pendengaran, walau sudah dipelankan sedemikian rupa. Tapi tetap saja, adegan pertama memang tidak begitu membuat Rasa kaget.
Begitu menyentuh adegan pertengahan, barulah Rasa sadar. Suara, adegan-adegan aneh membuat bibir Rasa menganga. Bulu kuduknya merinding tanpa sadar.
[“Ahn—hhmn—cepatlah aku tidak tahan lagi, Carlo!”]
[“Sabarlah sayang, kau ini-mnh- tidak sabaran,”]
[“Habisnya kau-mnhn-]
Manik Rasa melebar, adegan dimana seorang lelaki menindih wanita yang menggunakan tanktop setengah melorot, dua buah dadaa menonjol dan tali bra putus.
Tangan sang lelaki menggerayangi bagian punggung, meremas dadaa besar wanita itu, mencium, meninggalkan jejak dengan sangat ganas. Tidak menyisakan satu pun area, semua titik merah berhasil tercipta dalam beberapa detik.
Tangan itu semakin turun, menyibak rok pendek super ketat, paha berwarna coklat tan terlihat jelas, sebuah celana dalam berenda pun tak ketinggalan.
Begitu sigapnya tangan sang lelaki bergerak, celana berenda itu langsung lepas dari pemiliknya. “GYAA! A-APA-APAAN MEREKA!” Rasa berniat bangkit, wajahnya sudah semerah kepiting rebus. Napasnya terengah, dan degup jantung tak teratur.
Jujur saja, Rasa memang sangat jarang menonton hal-hal berbau seksuall, dia cenderung malu dan sudah lebih dulu panik jika melihat hal seperti itu!
Tapi sayang, berbeda dengan ketiga sahabatnya yang sudah sangat berpengalaman. Tanpa memberi Rasa kesempatan untuk pergi.
Marre bergerak sigap menekan pundak Rasa agar tidak berdiri, begitu juga Xion dan Rafa. Mereka memeluk lengan Rasa erat.
“Kau mau kemana, hm?”
“Lepas, astaga!! Me-mereka mau apa?!” Menggeleng dan menutup mata reflek, Rafa tidak membiarkannya. Saat tahu tubuh Rasa terkunci sempurna. Ia bergerak lagi, membuka paksa mata Rasa.
“Kau setidaknya harus belajar agar tidak polos luar dalam, Rasa!”
Alhasil tepat saat adegan inti, kedua pasangan itu saling mendesah dan menyatu. Suara-suara berterbangan, masuk ke dalam pendengaran Rasa.
“Ini pelajaran Rasa, tidak ada salahnya menonton satu dua kali!”
“Benar! Usiamu sudah menginjak 22 tahun sekarang. Setidaknya kau harus tahu agar tidak dibodoh-bodohi,”
Tubuh Rasa terhenti, bibirnya mengerucut kesal. “Iya, iya!! Lepaskan aku dulu!”
“Tidak, sebelum kau ikut kami menonton ini!”
Dasar teman sesat! Rasa mengumpat dalam hati, menarik napas panjang dan mendengus. “Iya, aku tidak akan lari!”
“Janji?!”
“Janji!”
Begitulah kejadiannya, bagaimana Rasa terpaksa menonton televisi di depannya. Kalau kata Marre, video kali ini masih tergolong soft dan romantis. Karena tidak ada adegan kekerasannya. Jadi Rasa harus belajar dari sana.
“Oh, berarti si Carla itu kekasihnya Mora, bukan selingkuhannya?”
“Carlo, astaga! Setidaknya tolong diingat nama mereka!” tegur Rafa, duduk di samping Rasa, dan memberikan penjelasan. “Kau dengar, Rasa. Dalam dunia percintaan apalagi dengan laki-laki dewasa seperti cinta pertamamu dulu. Yang namanya sekss itu tidak bisa dihindari, dan wajar- wajar saja.”
“Ha?! Si-siapa bilang aku-” Suara Rasa tercekat, jemari telunjuk Marre menghentikannya. “Ssh, dengarkan dulu!”
Rasa mengerucut kesal, menatap ketiga sahabatnya yang sudah duduk bak seorang guru sekarang. Rafa kembali menjelaskan.
“Kau tahu ‘kan kalau napsu seorang lelaki itu tidak bisa dihalangi? Semakin dewasa mereka, semakin besar mereka membutuhkan pelampiasan,”
Pelampiasan? Otak Rasa seperti terbakar mendengar perkataan Rafa, “Pelampiasan apa?” tanya gadis itu polos.
Marre mendesah, “Pelampiasan karena lelah bekerja seharian, stress, atau mungkin rindu akan belaian seseorang. Walaupun mereka bisa mengendalikan diri, tapi lelaki dewasa cenderung memiliki napsu lebih besar dibandingkan para remaja.”
“Mereka mudah tergoda oleh hal-hal berbau sekss, mereka membutuhkan hal itu lebih banyak bahkan bisa setiap hari kalau kau perlu tahu.”
“Ha?! Setiap hari!” Nyaris berteriak, Xion langsung membungkam bibirnya. “Karena itu kami harus memberitahumu.” jelasnya pelan.
“Kau bilang kepergianmu ke Indonesia dipercepat minggu depan ‘kan?” tanya Rafa memastikan. Seketika Rasa terdiam, mengangguk kecil. Ya, setelah dia memutuskan untuk kembali ke Indonesia.
Kakaknya, Sena Lakshita memberikan sebuah job yang sangat cocok untuknya di sana. Job dari orang terkemuka sudah cukup menarik perhatiannya.
“Ya, begitulah.”
“Nah karena itu!! Malam ini sebagai pelajaran tambahan bersiap-siaplah,”
Perasaan Rasa mulai tidak enak, melihat ketiga sahabatnya berdiri tiba-tiba dan memakai kacamata bak guru. Mereka kompak memegang sebuah penggaris.
“Aku Marre akan mengajarkanmu gaya-gaya bermain terbaik dari soft sampai hard.”
Rafa tersenyum percaya diri, “Aku Rafa akan mengajarkanmu titik kelemahan laki-laki dari atas sampai bawah.” Menjilat bibirnya seduktif, Rasa cengo.
Terakhir Xion, “Aku Xion akan mengajarkanmu tips dan gaya menggoda terbaik dan menaklukan hati laki-laki dewasa dalam satu malam!”
Ketiganya sangat bersemangat sementara Rasa menatap mereka ngeri, tersenyum kikuk, “A-astaga, hoahm- sepertinya aku mengantuk sekali,” Berniat bangkit dan berbalik, “Aku tidur dulu-”
Tiga buah tangan memegang pundaknya cepat, “Jangan kabur dari kami.” Menarik paksa Rasa.
“Sekarang mulai dari video ini, kami akan menjelaskannya dari awal sampai adegan akhir. Jadi pahami, agar kau tidak mudah dibodohi!!”
“Huee, aku mau tidur.” Rasa mulai merengek.
“Kau mau kalau om kesayanganmu itu nanti menemukan wanita dewasa yang lebih cantik dan berpengalaman dibandingkan dirimu?”
Tubuh Rasa menegang, bibirnya mengerucut. Menggeleng tanpa sadar, “Tidak mau.” ucapnya polos.
“Baguslah!!” Marre mengacungkan jempol, “Tenang saja, lama-lama kau akan terbiasa, dan bisa bersikap lebih dewasa lagi,”
“Baiklah kita mulai!”
Saat teriakan kecil Rafa terdengar, video tadi entah kenapa malah diputar ulang. Rasa semakin cengo, “Kita mulai dari yang soft dulu!”
“Ingat, pria dewasa cenderung memiliki napsuu yang besar, semangat menggelora dan keinginan untuk memangsa tubuhmu!”
“Lihat saja!! Seberapa besar daya tahan laki-laki itu menghadapi Rasa kita yang pintar dan seksi!!”
“Dia akan berevolusi!!”
Melihat ketiga sahabatnya yang penuh semangat, Rasa menangis dalam hati. Sejak kapan dia baru sadar kalau ketiga sahabatnya,
SAMA-SAMA m***m AKUT!!
‘Tolong aku!!’
Hari terakhirnya di sekolah itu berakhir dengan wajah memerah, pengetahuan luar biasa, kepala pening dan bibir melongo tak karuan. Entah sudah berapa tetes keringat keluar dari tubuhnya.
Membayangkan dirinya melakukan hal itu dengan Revero. Ah, cukup berpikir sekilas saja dia rasanya ingin pingsan.