55 - June - His Bestfriend

1067 Words
    Putri Garel hendak menjawab namun ia melihat Sean yang berada di sana dan ia merasa ini adalah pembicaraan pribadi. Ia mendelik pada Sean yang hanya menaikkan alisnya saja. Sean tidak akan bergeming walaupun dipelototi oleh si tuan putri karena hanya perintah dariku yang dipatuhinya saja. “Sean tidak akan pergi dari sini walau kau mencoba untuk mengusirnya. Percuma saja kau memelototinya. Dia hanya menuruti perintahku saja,” ucapku dengan malas. “Kalau begitu, suruh dia keluar! Bagaimana bisa kita bicara masalah pribadi dengan adanya seorang asisten di sini???” putri Garel merengek padaku. “Aku tidak akan melakukannya. Aku tidak masalah dengan adanya Sean di sini. Dia adalah orang terdekatku dan aku tidak merasa pembicaraan kita adalah masalah pribadi. Jawab saja, kau mau aku membencimu karena kau terus merengek padaku?” tegasku lagi.     Putri Garel memanyunkan bibirnya dan merasa tidak memiliki pilihan lain lagi, “Tentu saja aku tidak mau...” “Kalau begitu, berhentilah merengek dan jadilah dewasa. Kau tidak bisa selamanya bermanja-manja seperti itu,” balasku dan aku langsung mendengus melanjutkan pekerjaan yang tertunda beberapa kali.     Aku tidak peduli si tuan putri memasamkan wajahnya sambil memandangku. Aku terus fokus pada pekerjaanku dan tidak lama kemudian pintu ruang kerjaku diketuk lagi. Siapa lagi yang datang??? Aku sampai harus membatin agar jangan paman Yu yang ikut-ikutan mengganggu pekerjaanku.     Sean membukakan pintu dan sebelum ia sempat mengatakan siapa tamuku, sebuah kepala melongokkan wajahnya ke arahku dengan tersenyum lebar. Mataku membesar melihatnya.     “Lama tidak berjumpa, Xu Qiang.”     Aku otomatis langsung berdiri dan tersenyum lebar melihat sosok yang tidak kusangka akan datang mengunjungiku, “Oh! Li Qun!”     Aku langsung menghampirinya dan memberikan pelukan singkat. Li Qun kemudian melihat putri Garel yang memandangi kami dengan penasaran. “Oh, maaf. Aku tak tahu kalau kau sedang ada tamu. Mungkin aku akan mampir nanti,” Li Qun hendak keluar dari ruangan lagi namun aku menahannya. “Tidak, tidak. Kami sudah selesai dan tuan putri ini tadinya sudah mau pergi,” ucapku tersenyum dan sengaja memandang ke arah putri Garel yang membelalakkan mata mendengarku berkata demikian.     Aku mengedikkan bahu ke arah putri Garel untuk menyuruhnya keluar dari ruanganku. Dia hanya membelalakkan mata seperti tidak terima jika aku memutuskan perbincangan begitu saja. Aku hanya balas menaikkan alisku ke arahnya dan memberi tanda ke arah pintu. Dengan memberengut, putri Garel beranjak dan keluar dari ruanganku. Wajahnya manyun karena kesal sekali. Ah, aku tidak peduli...     Saat putri Garel sudah keluar dari ruanganku, Li Qun langsung memandangku dengan penasaran. “Apa itu putri Garel dari Mongolia?” tanyanya dengan membesarkan bola matanya. Aku mengangguk dan duduk di sofa sambil mempersilahkannya duduk. “Oh, ternyata berita itu benar ya? Aku sampai terkejut mendengar kau bertunangan dengan putri Mongolia,” gumam Li Qun masih dalam keterkejutannya. “Tumben sekali kau ada di China? Bukannya kau bekerja di Jepang?” aku mengalihkan pembicaraan karena malas membicarakan tuan putri itu. “Kau belum mendengarnya? Ayahku memohon padaku untuk kembali ke China dan membantunya selama beberapa waktu. Dia benar-benar kewalahan bekerja sendirian. Aku tentu saja tidak tega melihatnya begitu pucat karena kelelahan. Akhirnya aku berhenti dari pekerjaanku di Jepang,” cerita Li Qun. Aku langsung manggut-manggut mendengarnya. Mungkin karena aku terlalu sibuk, aku sampai tidak tahu berita yang terjadi pada perdana menteri.     “Dimana Tomoka? Harusnya dia bersamamu sebagai penerjemahmu 'kan?” tanya Li Qun dan ia memandang sekeliling seakan mencari keberadaan gadis itu.     “Dia sudah pergi,” jawabku dengan menghela napas berat. Li Qun menaikkan alis mendengarnya. “Pergi? Pergi kemana?” herannya lagi. Aku memandang ke jendela saja karena rasanya hatiku menjadi tidak nyaman lagi. “Kembali ke Jepang. Dia sudah tidak bekerja untukku lagi dan kami juga sudah tidak memiliki hubungan lagi,” jawabku getir.     Li Qun benar-benar syok mendengarnya. Ia bahkan memajukan tubuhnya ke arahku karena tidak percaya dengan apa yang baru saja kukatakan. “Yang benar saja??? Bagaimana bisa kalian putus???” kagetnya. “Yah... terjadi begitu saja...” gumamku. “Oh, ayolah Xu Qiang... ceritakan padaku. Aku benar-benar terkejut sekali mendengarnya...” bujuk Li Qun memaksaku agar menceritakan peristiwa yang membuatku cukup tersiksa itu.     Aku akhirnya menghela napas karena tahu Li Qun pasti tetap akan memaksaku untuk membuka mulut, “Kalau kau tahu berita pertunangan itu, seharusnya kau tahu juga berita tentang Tomoka.” “Aku tidak mendengar berita tentangnya sama sekali. Aku bahkan baru tahu berita pertunanganku saat aku tiba di China dua hari yang lalu,” jawab Li Qun cepat.     “Pertunangan itu tentu saja membuat rakyat China mendukung kedatangan si tuan putri. Aku awalnya berencana untuk membatalkan pertunangan itu dengan mencari cara lain agar kedua negara tidak berperang, namun putri Garel dan paman Yu bekerjasama untuk menjauhkan Tomoka dariku. Mereka memberitahu media mengenai hubunganku dengan Tomoka dan imbasnya adalah Tomoka mulai dikucilkan dan ditindas oleh rakyat China,” aku menghela napas lagi sambil menggeleng pilu. “Ditindas??? Bukannya dia berada di istana??? Bagaimana bisa dia ditindas oleh rakyat???” kaget Li Qun. “Semua pelayan dan pengawal di istana memperlakukannya dengan tidak adil dan bahkan tidak memberikan fasilitas seharusnya seperti makanan. Tidak hanya Tomoka, tapi para dokter dari Jepang juga mendapat perlakuan seperti itu. Aku sampai merasa bersalah pada mereka karena aku yang membawa mereka ke China,” jawabku.     Li Qun benar-benar ternganga mendengarnya. Tidak disangkanya perundungan di China akan separah itu dan bahkan merambat ke istana. “Tapi, seharusnya para pengawal dan pelayan mendengarkan perintahmu! Bagaimana bisa kau tidak memerintahkan mereka untuk memperlakukannya dengan lebih baik?” Li Qun memandangku dengan kening berkerut. “Karena itu sama saja membuktikan jika rumor hubunganku dengan Tomoka benar adanya. Dia bisa ditindas lebih parah lagi jika aku terang-terangan membelanya. Aku juga kesal sekali tapi tidak ada yang bisa kulakukan!” geramku sambil memukul lengan sofa. Li Qun manggut-manggut mendengarnya. “Yah, kau benar... sulit juga berada di posisimu yang terjepit itu...” gumamnya.     “Lalu, bagaimana selanjutnya? Apa karena pengucilan itu dia pulang ke Jepang?” tanya Li Qun lagi. Aku memandangnya sambil menaikkan alis. “Kalau hanya karena itu, dia pasti sangat lemah karena tidak tahan dengan perlakuan itu saja. Ada yang lebih parah dari itu,” lanjutku.     “Tomoka diserang gerombolan pria saat di jalan. Aku kebetulan lewat di sana saat aku melihat salah satu pria itu mendorong Tomoka hingga jatuh dari tangga,” aku bergidik karena memikirkan kejadian mengerikan itu. Rasanya kejadian itu belum lama terjadi dan masih segar di ingatanku. “Apa??? Dia terluka???” kaget Li Qun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD