3 - January - The Prince

1082 Words
    Sepanjang perjalanan keluar dari bandara, kami diam membisu. Aku duduk di samping Sean yang menyetir dengan tuan Fang Xu Qiang di belakang kami. “Apa jadwal hari ini?” tanya Xu Qiang. Suaranya sangat menenangkan walau ekspresinya sombong. “Ada kunjungan ke rumah sakit Akiyama untuk mengetahui sistem pengobatan mereka. Mereka punya cara terapi baru. Sore nanti, kunjungan ke perusahaan EasyBear. Kita akan menuju hotel sebentar untuk istirahat.” jawab Sean. “Tidak perlu. Langsung saja ke rumah sakit Akiyama.” kata Xu Qiang. Sean tidak membantah sama sekali dan langsung menanyakan padaku arah menuju rumah sakit Akiyama.      Sesampainya kami di rumah sakit, sudah ada beberapa orang penting yang menyambutnya. Aku masih berusaha menjalankan tugasku dengan menerjemahkan kata-kata mereka. Tidak berapa lama, tuan Fang Xu Qiang berbicara pada Sean bahwa ia ingin menanyai salah satu dokter di sana. Ia ingin berkeliling sendiri sambil melihat rumah sakit itu. Awalnya Sean menolak dan berusaha untuk tetap membawa beberapa bodyguard agar menjaga Xu Qiang. Tetap saja, asistennya tidak bisa membantah jika melawan tatapan tajam sang pangeran.           Wajar saja aku menyebutnya pangeran karena tingkah lakunya yang angkuh dengan diiringi para bodyguard seperti itu. Aku mulai mengerti kenapa dia ditugaskan untuk mengunjungi Jepang. Ia belajar untuk masuk dalam pemerintahan dan ayahnya sering mengutusnya sebagai perwakilan menggantikan dirinya. Dari Sean, aku mengetahui bahwa Xu Qiang sering mengunjungi negara-negara lainnya dan keberadaannya sangat penting di China hingga ia harus dilindungi sedemikian rupa.      Xu Qiang akhirnya menyuruhku untuk ikut bersamanya mengelilingi rumah sakit agar mempermudah pertanyaannya kepada dokter yang menarik minatnya. Seorang dokter paruh baya dengan rambut yang hampir botak menjabat tangan Xu Qiang.     “Minta padanya untuk menjelaskan padaku mengenai terapi kanker mereka.” katanya padaku. Aku langsung menerjemahkan dan dijawab oleh dokter itu dengan menggunakan bahasa kedokteran yang membingungkanku.      Aku mulai gugup dan terbata-bata dalam menerjemahkannya. Xu Qiang telah mengangkat sebelah alisnya seperti memandang rendah padaku dan itu membuatku semakin gugup. “Apa katanya? Cepat terjemahkan padaku!” perintahnya lagi hingga membuat aku sedikit terlonjak.     Tiba-tiba, sebuah tangan menepuk pundakku. Aku segera berbalik dan memandang seorang dokter dengan wajah ramah tersenyum padaku. Xu Qiang mendelik padanya.     “Pasti akan susah sekali menerjemahkan bahasa kedokteran. Biar aku menjelaskannya dengan cara yang lebih mudah.” tawarnya dengan sopan. Ia mulai menjelaskan metode terapi kanker tersebut dalam bahasa yang lebih sederhana sehingga memudahkanku dalam menerjemahkannya.      Xu Qiang mengangguk-angguk sekilas dan terus bertanya lebih mendetail mengenai hal itu. Aku sampai hampir kewalahan karena harus menerjemahkan dengan menggunakan bahasa tubuh juga. Terlintas dalam pikiranku kenapa ia sangat berminat di bidang ini? Atau memang itu sudah menjadi tugasnya untuk menanyakan setiap hal secara mendetail? Ah, sudah biarkan saja. Itu bukan urusanku.      Selama sejam lebih ia terus bertanya. Aku heran dia sama sekali tidak lelah berbicara sambil berdiri seperti itu. Aku saja sudah lelah berdiri. Kakiku sudah berpindah-pindah untuk menyangga tubuhku. Matanya terus memancarkan ketertarikan akan bidang ini. Hingga akhirnya Sean datang kembali dan mengatakan padanya bahwa mereka harus kembali ke hotel untuk makan siang. “Aku ingin semua dokumen mengenai cara terapi mereka. Bawa semua ke hotel,” perintahnya lagi padaku hingga aku sedikit membelalak padanya.      Kami pergi meninggalkan rumah sakit itu dan menuju hotel tempatnya akan menginap. Sebuah hotel ternama yang belum pernah kumasuki sama sekali membuatku tercengang. Aku masih membawa setumpuk besar berkas-berkas dokumen yang diminta olehnya tadi. Sean pun tidak berniat untuk menolongku sama sekali.     Sebuah kamar yang membuatku lebih tercengang lagi terpampang di depanku. Mungkin ini kamar yang lebih tinggi dari kelas VIP. Ada sebuah bar kecil dan dapur di dalamnya. Kamar ini lebih terlihat seperti sebuah apartemen. Perabotannya pun terlihat sangat mahal. Aku sampai takut untuk berjalan diantaranya. Takut memecahkan dan tak sanggup menggantinya.     Xu Qiang langsung melepas jasnya dan merebahkan diri di sofa panjang. Ia menjentikkan jarinya dan Sean langsung mengambilkan minuman untuknya. Benar-benar seperti kehidupan pangeran! Aku ingin menggeleng-geleng tak percaya, tapi itu bisa berbahaya bagi kehidupanku. Aku masih berdiri mematung di sana dan tidak tahu harus melakukan apa.     “Letakkan dokumennya di meja dan terjemahkan untukku semua. Aku mau membacanya hari ini,” katanya kemudian. Aku langsung membelalak tak percaya. “Mana mungkin! Aku tak akan sempat menerjemahkan semua dokumen ini hanya dalam satu hari???” protesku tiba-tiba. “Beraninya kau bicara seperti itu pada tuan Xu Qiang??! Lakukan apa yang dimintanya!” bentak Sean yang langsung menciutkan nyaliku. “Ma... maaf,” jawabku pelan dan menunduk.      Xu Qiang hanya memandangku dengan sebelah alis terangkat kembali. Ia diam sejenak sebelum akhirnya berdeham.     “Kalau begitu, terjemahkan semuanya selama aku masih berada di Jepang. Tapi, aku mau kau langsung memberikan tiap bagian yang telah selesai kau terjemahkan langsung padaku,” katanya. Aku langsung bernapas lega dan mengambil dokumen-dokumen itu sambil berbalik untuk keluar dari ruangan. “Kau mau kemana?” tanyanya hingga aku membalikkan badan dengan bingung.     “Kembali ke kantor. Bukannya saya hanya menemani anda selama kunjungan? Dan lagi anda meminta saya untuk menerjemahkan ini semua. Tentu saya harus membawanya ke kantor.” jawabku. Xu Qiang langsung menggeleng pelan. “Tidak, tidak. Kau akan mengerjakannya di sini. Kau akan menginap di sini bersamaku. Ada tiga kamar di sini. Dokumen itu tidak bisa kau bawa keluar karena itu dokumen rahasia. Seharusnya kau mengerti itu.” kata-katanya terdengar seperti menyindirku. “A... apa??? Tapi, aku belum memberitahu atasanku mengenai hal ini! Maaf, kalau saya tidak sopan sebelumnya...” suaraku dari mengeras berubah menjadi pelan karena tatapan Sean yang menyeramkan. “Sean telah berdiskusi dengan atasanmu sebelumnya. Dia telah setuju kau akan bekerja 24 jam selama aku di sini.” jawab Xu Qiang dengan santai. Aku menatapnya dengan tak percaya. “Aku hanya bekerja sebagai penerjemah! Bukan pembantu yang harus menemanimu 24 jam!” aku masih mencoba untuk protes. Kali ini aku merasa perkataan Jun ada benarnya. Xu Qiang akan membuatku tenggelam dalam dokumen-dokumen itu selama beberapa hari. “Siapa bilang kau menjadi pembantu? Aku tidak membutuhkan pembantu sepertimu. Sean saja sudah cukup. Aku hanya ingin kau memudahkanku dalam menerjemahkan apapun jika aku keluar ke mana saja. Aku tidak mau menunggu kau datang dari kantormu!” jawabnya lagi sambil menatapku tajam. Tatapannya cukup untuk membuatku membatu ketakutan. “Setidaknya biarkan aku pulang untuk memberitahu orangtuaku dan mengambil beberapa pakaian. Bolehkah?” pintaku berusaha membujuknya agar ia membebaskanku dari tempat itu. “Tenang saja. Sean akan membelikan beberapa pakaian untukmu. Pokoknya kau hanya perlu duduk dan mengerjakan pekerjaanmu di sini. Semua biar diatur oleh Sean.” kalimat Xu Qiang langsung membungkam mulutku. Percuma saja aku terus-terusan protes, dia pangeran. Dia bisa melakukan apa saja. “Gunakan kamar itu sebagai kamarmu. Sepertinya tempat itu kecil dan kurang nyaman. Tapi, kau harus bersyukur bisa menginap di tempat yang sama denganku.” ucapnya lagi dengan angkuh. Kata-katanya membuatku terhina. Tapi, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Jika berani macam-macam, bisa-bisa aku dijual ke China. Lebih baik kukerjakan saja apa maunya agar aku bisa terbebas secepatnya.              
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD