Hari Baru

1249 Words
Di saat Hikari sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri tak lama hari yang semula langit berwarna gelap kini berubah menjadi terang dengan di penuhi sinar matahari pagi hingga mengusik tidur pulas dari Rulix yang masih nyaman bergulung di balik selimutnya yang terasa sangat nyaman lalu samar-samar pemuda itu mendengar suara aktivitas yang cukup sibuk di dapurnya. “Ya ampun, jam berapa sekarang? Rasanya aku masih sangat mengantuk sekali untuk pergi ke kampus hari ini deh! Eh tunggu sebentar! Itu suara berisik apa ya di dapur? Apa mungkin ada yang sedang memasak ya? Kok rasanya seperti ada aktivitas yang cukup sibuk di luar sana ya? Sepertinya aku hanya salah dengar saja kali ya,” gumam Rulix linglung. Dalam diam Rulix malah kembali tertidur nyenyak di tempat tidurnya hingga namanya di panggil oleh Hikari dari depan pintu kamarnya lalu seketika Rulix bergegas bangun dari tempat tidur yang terasa memeluk dirinya dengan erat dan Hikari yang melihat temannya keluar kamar dengan rambut yang acak-acak dan ekspresi wajah yang kebingungan sontak membuat Hikari terkekeh. “Rulix! Bangun woy!! Hei, Rulix Einjy Pratama! Bangun hei, kamu katanya mau ke kampus hari ini ya? Masa di hari baru begini kamu kesiangan ke kampusnya sih Rulix! Ayok bangun eh,” ucap Hikari santai. “Kok kayak suaranya Hikari ya? Eh iya, astaghfirullah?! Hikari kan ikut tinggal di sini ya? Iya-iya sebentar ini aku bangun kok! Sekarang jam berapa dah? Aku tidak kesiangan kan ya? Kamu tadi masak sesuatu ya, Hikari? Butuh bantuan aku tidak? Aku masih belum mengumpulkan nyawaku nih? Ada apa ya ini?” gumam Rulix panik. “Hahaha,” kekeh Hikari senang. Rulix yang mendengar tawa Hikari seperti ini membuat pemuda ini langsung menanyakan apa yang Hikari tertawakan seperti ini sedangkan Hikari yang merasa tidak perlu membahas hal konyol tentang Rulix yang bangun tidur membuat gadis itu menyarankan Rulix untuk mandi sebab ia sudah memasak sarapan untuk temannya itu. “Loh? Kenapa kamu malah tertawa begini sih, Hikari? Memang ada yang salah dengan diriku ya? Terus kenapa kamu tiba-tiba malah menertawakan aku begini? Aku punya salah apa ya sama kamu? Hm? Apakah ada sesuatu yang aneh di wajahku?” tanya Rulix bingung. “Bukan apa-apa kok, Rulix! Sudahlah tidak usah di bahas lagi soal ketawaku, anggap aja aku lagi iseng aja makanya ketawa tiba-tiba gitu! Bagaimana kalau kamu mandi sebab tadi aku sudah memasak sarapan jadi kalau kamu beres mandi nanti tinggal langsung sarapan saja kok,” ucap Hikari santai. Sebenarnya Rulix masih ingin menanyakan soal hal yang membuat Hikari tertawa, tetapi mata Rulix tidak sengaja melihat ke arah jam dan Rulix sadar jika saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk membahas soal tadi jadi ia hanya berterima kasih pada Hikari kemudian pemuda itu bersiap-siap pergi ke kampusnya. “Baiklah, terima kasih untuk masakannya dan terima kasih juga karena kamu sudah membangunkan aku ya Hikari! Aku jadi terbantu berkat panggilan dan bantuanmu ini,” ucap Rulix lembut. Kepergian Rulix membuat pipi Hikari merona, tetapi tak lama ia sadar bahwa dirinya harus memulai hari barunya jadi Hikari tidak seharusnya bersikap kekanak-kanakan seperti ini lalu dengan cepat Hikari menyiapkan sarapan dan juga bekal untuk di bawa Rulix. “Aku ini berpikir apaan sih? Harusnya aku tidak boleh berpikir seperti ini ya? Tidak seharusnya aku bersikap kekanak-kanakan seperti ini dan buat apa juga tiba-tiba pipi aku merona hanya karena hal sederhana begini sih? Benar-benar tidak berguna dan harusnya aku fokus pada menyiapkan makanan saja deh di banding melamun tak jelas begini kan ya?” gumam Hikari sendu. Setelah selesai menyiapkan semuanya tak lama Hikari membersihkan peralatan masak yang tadi ia gunakan lalu dari belakang punggungnya Rulix bertanya kenapa Hikari tidak makan bersamanya dan Hikari hanya bilang ia belum lapar jadi Rulix sebaiknya cepat sarapan daripada ia terlambat. “Loh? Kenapa kamu tidak makan sama aku, Hikari? Sini kamu makan dulu aja,” tanya Rulix bingung. “Tidak apa-apa Rulix, aku hanya belum lapar saja jadi sebaiknya kamu makannya yang cepat daripada nanti kamu terlambat ke kampusnya loh! Aku mah gampang saja kok,” sahut Hikari santai. Pemuda itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menyuapkan nasi goreng dengan telur ceplok yang menggugah rasa laparnya lalu tak lama Hikari duduk samping Rulix sambil ia bercerita bahwa hari ini niatnya Hikari ingin pergi mencari kerja dan kontrakan agar tidak membebani temannya. “Oh iya ngomong-ngomong hari ini aku mau pergi mencari kerja dan kontrakan supaya aku tidak selalu membebani kamu terus, Rulix! Aku harus bisa mengandalkan diriku sendiri sebab bagaimanapun juga aku harusnya tak boleh menyusahkan dirimu terus-terusan jadi aku ingin mandiri,” ucap Hikari serius. Alis Rulix terangkat saat mendengar ucapan Hikari yang terkesan ia sedang berusaha tegar dan Rulix tau jika hal tersebut tidaklah mudah dan belum tentu aman untuk Hikari jadi pemuda itu berusaha menanyakan apakah Hikari yakin dengan keputusannya sebab Rulix tidak masalah jika Hikari ikut tinggal di apartemennya. “Ini kamu serius, Hikari? Kamu yakin dengan keputusanmu ini? Hm? Jujur aku pribadi tidak masalah jika ke depannya kamu tinggal di apartemen bersamaku kok! Jika keadaan untuk saat ini sedang tidak memungkinkan maka ya tidak apa-apa kalau kamu mau tinggal di sini mah Hikari, jangan terlalu memaksakan dirimu toh aku tak menuntut apapun padamu,” tutur Rulix lembut. Ucapan tulus dari temannya membuat Hikari tidak bisa menahan air matanya lalu ia bercerita kalau ia tak ingin menghancurkan citra diri Rulix karena menanggung beban seperti dirinya, selama ini Hikari telah sangat paham bagaimana rasanya sakit hati dan menahan semua sindiran orang lain padanya untuk itu Hikari tidak ingin Rulix merasakan hal sama sepertinya. “Terima kasih karena kamu sangat baik padaku! Sejujurnya aku tidak ingin menghancurkan citra diri kamu yang selama ini sudah kamu membangunnya susah payah, Rulix! Selama ini aku sudah banyak menyusahkanmu bahkan tak jarang aku menjadi beban yang harus kamu tanggung jadi aku tak ingin kamu selalu kerepotan karena diriku yang harusnya bisa mengandalkan diri sendiri,” lirih Hikari sendu. Melihat air mata yang terus menuruni kedua pipi Hikari membuat hati Rulix seperti tersayat-sayat dalam diam lalu tak lama Rulix menghapus jejak-jejak air mata yang tersisa di pipi gadis yang ia cintai sambil Rulix berusaha menenangkan hati Hikari sedangkan Hikari hanya bisa berterima kasih karena Rulix mau menerima beban seperti dirinya. “Tidak salah kalau kamu ingin mengandalkan dirimu sendiri hanya saja kamu tidak boleh terlalu keras dalam berusaha sebab aku selalu berada di sini untukmu kok! Jangan menangis lagi ya, Hikari? Apapun yang terjadi tentu aku akan tetap membantumu dan jangan melupakan kebahagiaan untuk dirimu juga ya, Hikari? Kamu bukan beban di mataku kok,” tutur Rulix lembut. “Terima kasih untuk semua kebaikan dan sikapmu yang mau menerima beban seperti diriku sebab tanpa kamu mungkin aku akan kesulitan di luaran sana dan cuma kamu yang mau menerima aku padahal aku hanya beban yang tak seharusnya kamu urusi bahkan orang yang katanya mencintaiku juga pergi begitu saja kok,” ucap Hikari sedih. Sejujurnya Rulix tidak menyukai pemikiran Hikari yang menganggap dirinya sebagai beban sebab di matanya Hikari bukan beban melainkan orang yang sedang kesulitan dan Rulix berusaha menghibur Hikari bahwa apa yang ia pikirkan saat ini tidaklah benar dan gadis itu hanya bisa menarik nafasnya dalam untuk berusaha menenangkan dirinya. “Kamu ini bukan beban kok, Hikari! Angga meninggalkan dirimu karena kamu dia memang bukanlah laki-laki yang baik dan tulus mencintaimu dan hal itu bukan salahmu jadi mulai sekarang berhentilah berpikir seperti itu lagi ya? Kami berharga di tangan yang tepat kok! Apapun yang saat ini sedang kamu pikirkan tidaklah benar, untuk itu kamu jangan terus berpikir seperti ini lagi ya!” tutur Rulix serius.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD