Kamar Pengantin.

1327 Words
Suara tepuk tangan meriah menyambut kedatangan seorang gadis cantik yang sedang berjalan memasuki ruangan yang bernuansa putih itu. Banyak bunga-bunga yang berwarna putih tampak menghiasi di setiap sudut ruangan itu. Semua mata tertuju kepada seseorang gadis yang menggunakan gaun pengantin yang berwarna senada dengan ruangan itu. Dibelakang gadis itu terlihat seseorang perempuan yang sibuk merapikan ekor dari gaun pernikahan yang gadis itu kenakan. Gadis itu berjalan tidak sendirian, tapi di dampingi oleh seseorang pria yang cukup gagah. Dia mulai bertanya-tanya apakah pria di sampingnya ini adalah calon suaminya? Karena merasa penasaran dia mulai melirik atau lebih tepatnya dia mencoba untuk mengintip di balik veil yang ia kenakan. Sang bibi sedari tadi mewanti-wanti kepadanya agar tetap memakai kain penutup kepala pengantin yang transparan ini. Apapun yang terjadi nanti dia harus mengatakan iya dan jangan pernah membuka kain penutup kepala itu di hadapan siapapun sampai acara pernikahan itu selesai. Wanita yang dia anggap sebagai bibi itu memberikan tugas kepada gadis ini untuk membuat resep pernikahan ini berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan. Walaupun dia menyetujui kesepakatan ini tapi dia tidak menyangka bahwa dia akan menikah dengan seorang pria yang lebih cocok menjadi ayahnya. Dia memang tidak dapat melihat dengan jelas bagaimana rupa pria tua yang masih menggandeng tangannya, tapi melihat beberapa kerutan pada mata pria itu membuat dia meyakini bahwa pria itu memang sudah berumur. Terlambat sudah pikirnya untuk mundur dari kesepakatan yang telah ia lakukan. "Kalau semuanya berjalan dengan lancar, bibi akan mengabulkan apapun permintaan mu. Bukankah kau ingin mengikuti acara mode di Milan? Atau peragaan busana di Paris?" Itulah awal dari kesepakatan yang ditawarkan oleh wanita yang memang memiliki kekuasaan di dunia keartisan kepada dirinya. Gadis yang mendadak menjadi pengantin ini sekarang hanya bisa pasrah untuk menuruti kemauan wanita itu. Ia memang sudah lama sekali menginginkan hal yang sudah di janjikan padanya itu. Setiap kali ia ingin mengajukan diri untuk bergabung dengan teman seprofesi sepertinya yang mengikuti acara ke beberapa negara yang menjadi pusat fashion itu, selalu saja penolakan yang ia dapatkan. "Aku serahkan putriku pada mu." Ucapan pria disampingnya membuat dia tersadar ternyata dia adalah seorang putri dari pria yang bergandengan dengannya sedari tadi. Dasar bodoh, rutuknya di dalam hati. Resepsi pernikahan semewah ini mana mungkin untuk menikahkan dia dengan seorang pria tua. Secara perlahan dia mulai berpikiran positif. Pasti pria yang menjadi pasangan untuk menikah dengannya adalah pria muda yang tampan dan berkharisma. Sekarang dia cukup penasaran dengan rupa pria yang di pasangkan kepadanya. "Silahkan mempelai pria memasangkan cincin kawin di jari mempelai wanita." Pria yang memakai jas hitam mulai berbicara menggunakan pengeras suara di tangan kanannya. Seseorang menyentuh tangan kiri gadis yang masih memakai kain putih transparan di atas kepalanya. Seketika gadis itu mencari seseorang yang menyentuh tangannya. Dia melihat ke arah bawah di saat pria yang ia duga sebagai mempelai pria selesai menyematkan cincin berlian pada jari manisnya. Betapa terkejutnya ia, bahkan hampir saja dia membuka veil yang sedari tadi menghalangi pandangannya. Seorang pria dengan posisi menundukkan kepalanya mulai mengulurkan jari-jari tangan kirinya kepada sang gadis. Yang membuat gadis itu tercengang adalah posisi dimana pria itu berada. Pria itu tidak berdiri dihadapan melainkan duduk di atas sebuah kursi yang memiliki dua roda besar di kanan dan kiri kursi tersebut. Ternyata calon suaminya adalah penyandang disabilitas. ***** "Kenapa aku harus berterimakasih kepada mu?" Pria yang dipanggil dengan nama Moon Ho Joon membuyarkan lamunan gadis yang masih berada di sampingnya. Gadis itu seketika mulai meringis. Dia menyadari bahwa pria yang masih bertelanjang d**a ini tidak mengetahui hal yang sebenarnya. Atau lebih tepatnya pria ini tidak mengenal siapa dirinya. Sebenarnya gadis cantik itu juga masih belum bisa menerima identitas dirinya yang sekarang. Entah sampai berapa lama dia harus menyadang gelar sebagai istri dari pria yang tidak ia kenal ini. Dia berencana akan mempertanyakan hal tersebut kepada wanita yang memaksanya untuk menjalani resepsi pernikahan kemarin. "Apakah Kamu tidak ingat kalau aku kemarin seharian membantu untuk mendorong kursi roda mu saat menyambut tamu undangan?" Tanya gadis itu. Gadis itu mulai kesal mengingat kejadian kemarin. Dia saja sudah repot dengan gaunnya, tapi pria ini dengan seenaknya menyuruh dia untuk mendorong kursi roda ini yang saat ini sudah berada di dekat gadis itu. "Sudahlah lupakan saja! Kau ingin ke toilet kan? Sini aku bantu." Gadis itu mulai menarik kursi roda di samping tempat ia berdiri sekarang. Aneh, pikir pria ini. Gadis ini ingin membantunya ke toilet dengan situasi seperti ini. Bukankah seharusnya gadis ini akan berpura-pura untuk meminta ganti rugi atas kejadian kemarin malam. Ya, walaupun sebenarnya Ho Joon sangat yakin kalau tidak ada yang terjadi diantara mereka berdua. Seketika dia baru ingat mengapa gadis ini mengatakan bahwa dia membantunya untuk mendorong kursi rodanya. Jadi dia adalah gadis yang baru saja ia nikahi. Bukan salahnya kalau ia tidak mengenali istrinya sendiri, karena entah mengapa gadis itu tidak pernah sekalipun melepaskan veil yang ia kenakan. Sementara mereka berdua juga tidak saling mengenal sebelumnya. Dan setelah beberapa saat dia menghilang begitu saja. "Kenapa kamu diam saja? Apakah kamu sungguh-sungguh tidak ingin pergi ke toilet?" Tanya gadis itu sambil mengulurkan tangannya ke arah Ho Joon. Kalau bukan karena permintaan wanita yang ia panggil dengan sebutan bibi itu, sebenarnya gadis itu sudah ingin pergi meninggalkan kamar ini. Semua ini dia lakukan karena wanita itu mengiming-imingi suatu hal padanya. Ia masih dapat mengingat dengan jelas perintah yang diberikan oleh wanita itu kepadanya. "Tidak perlu! Aku bisa melakukannya sendiri." Ho Joon menolak bantuan gadis itu. "Baiklah kalau begitu." Ucap gadis itu kesal sambil melipat kedua tangannya diatas dadanya. Gadis itu menunggu pria itu bangkit dari tempat tidurnya, mungkin saja dia akan kesulitan nanti pikir wanita itu. "Sampai kapan kamu akan berdiri di sini?" Ho Joon bertanya tanpa turun dari ranjang. "Aku sedang mengawasi mu, mungkin saja kamu memerlukan bantuan ku." Jawab dari gadis itu dengan nada santai. "Aku tidak memerlukan bantuan! Aku bisa melakukannya sendiri." Ho Joon berkata dengan tegas. "Baiklah kalau begitu." Gadis itu mulai berjalan menuju sofa yang ada di dalam kamar hotel mewah itu. Pasti harga sewa kamar tidur ini sangat mahal, ungkap gadis di dalam hatinya. Ia mulai menerka-nerka kisaran harga sewa kamar hotel ini. Matanya mulai tertuju kepada sofa merah yang terlihat cukup empuk itu. Sebelum gadis itu mendaratkan bokongnya diatas sofa yang bewarna merah itu, Ho Joon kembali bersuara. "Aku tidak meminta mu untuk duduk di sana!" Wajah Ho Joon mulai terlihat kesal. Ho Joon kesal karena gadis itu tidak mengerti kalau dia tidak leluasa bergerak bila gadis itu masih ada disini. Gadis yang di ajak bicara itu kembali menoleh ke arah pria yang masih saja diam di atas ranjang. "Sekarang kamu baru sadar kalau kamu memerlukan bantuan dari ku, kan?" Gadis itu dengan segera berjalan kembali menuju tempat tidur. karena kurang hati-hati perempuan yang menyandang status sebagai istri Ho Joon itu tiba-tiba terpeleset. Ternyata gadis itu tersandung pakaian Ho Joon yang berserakan di lantai. Pria itu memang terbiasa tidur tanpa memakai baju, jadi saat mabuk dia secara refleks menanggalkan pakaiannya tanpa menyadari bahwa ada orang lain selain dirinya di dalam kamar tidur ini. Seketika tubuh gadis itu terjatuh diatas permukaan yang keras. Dengan posisi wajah menempel pada permukaan keras itu sang gadis seketika menutup kedua matanya. Posisi gadis itu terjatuh terlihat cukup aneh. Karena hanya setengah tubuhnya saja yang dapat menyentuh permukaan tempat dia terjatuh saat ini. Sementara kakinya masih bisa menapak di lantai, walaupun hanya bagian depan telapak kakinya saja. Seketika aroma maskulin tertangkap oleh indera penciuman gadis itu. Gadis itu perlahan membuka matanya, pemandangan yang ia lihat pertama kali adalah sebidang d**a besar berada tepat didepan wajahnya. Seketika dia menyadari kalau dia berada di dalam pelukan pria yang baru saja menikah dengannya. Ho Joon terlihat mulai ingin berbicara untuk merutuki kebodohan gadis ini. Tapi sebelum ia menggerak-gerakkan bibirnya, kepala gadis itu mendongak ke atas. Secara tiba-tiba dagu Ho Joon terbentur oleh kepala gadis itu. Dengan kesal seraya menahan rasa sakit pada dagunya, Ho Joon mulai mendesis. "Yuri-ssi, aku ingin kamu segera keluar dari ruangan ini!" Ho Joon mulai mengingat nama gadis bodoh yang dijodohkan dengannya ini. *Bersambung*

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD