Bel pulang sekolah akhirnya menggema. Semua murid langsung mengemas barang masing-masing dan berhamburan keluar, begitu juga dengan Kirei.
"Cepat banget, ada perlu Rei?" tanya Gama pada Kirei yang sudah menyampirkan tas ke punggungnya.
"Iya ini, kejar tayang." jawab Kirei asal.
"Kejar tayang bikin hujan di rambut orang." sungut Nathan yang masih kesal karena rambutnya kena hujan dadakan dari Kirei tadi pagi.
"Sudahlah Nat, Kirei-nya juga sudah minta maaf." Gama berusaha meredakan kekesalan Nathan.
"Rambut cetar gue jadi bau."
"Sudah tinggal keramas juga, elah..." desah Gama.
"Eh... Rei, tumben pulang cepat?" tanya Vanilla yang baru datang bersama Aletta dan Rangga.
"Iya ini, disuruh pulang cepat sama Mama." jawab Kirei.
"Gue pulang dulu ya." pamit Kirei berlalu pergi.
"Hati-hati, Rei." teriak Rangga, Vanilla dan Aletta berbarengan mengiringi langkah Kirei.
"Pulang yuk, Van." Nathan menarik lengan Vanilla begitu saja.
"Kek anak perawan lo ngambekan." ledek Rangga pada Nathan.
"Baik dua kali saja." jawab Nathan acuh.
"Gue izin mengantarkan Zeline ya, Nat." mohon Gama.
"Serah." jawab Nathan masih bad mood.
"Gue duluan ya." ganti Vanilla yang berpamitan.
"Yuk ah, gue duluan." Kenny ikut berdiri meninggalkan semuanya.
"Gue juga mau pulang. Bye Ga, Let." Gama pun pergi meninggalkan Rangga dan Aletta berdua di kelas.
"Yah, kita ditinggal." desah Aletta.
"Yuk gue antar pulang."
Aletta melihat tangannya ditarik dan digenggam oleh Rangga. Mereka berjalan beriringan menuju parkiran. Banyak pasang mata yang melihat mereka.
"Ga, malu deh dilihat orang-orang."
"Enggak usah pikirkan orang, Let." bukannya melepaskan genggaman tangannya, tapi Rangga malah semakin mengeratkan tangannya pada jemari Aletta.
***
Kirei berdecak kesal saat menunggu Kenny yang sangat lama. Kakinya sudah dia entak-entakkan ke jubin untuk meluapkan kekesalannya.
Tin Tin!
Kirei menoleh pada mobil yang berhenti di depannya. Ternyata lelaki yang dia tunggu dari tadi. Kirei langsung masuk ke dalam mobil.
Brak!
"Woy... Mobil gue ini, kalau lecet ganti rugi lo!" bentak Kenny galak.
Namun bukan Kirei namanya kalau dibentak begitu saja langsung takut.
"Lo yang ngeselin, gue nunggu lo sudah seabad lebih." balas Kirei tak kalah sengitnya.
"Derita lo."
Kirei memandang Kenny bengis, tatapannya menyorot kebencian dan kemarahan. Tapi lelaki itu masih saja fokus ke jalanan. Mobil Kenny terus membelah jalanan dari kemacetan Jakarta.
"Lagian kenapa sih Mama minta kita pulang cepat-cepat? Gue kan mau ngelayap dulu." gerutu Kenny kesal dengan permintaan mertuanya.
"Ya mana gue tahu, dikira gue dukun." jawab Kirei sewot.
"Bukan dukun sih, tapi nenek lampir." sembur Kenny sambil tersenyum puas.
"Dan lo suaminya nenek lampir." Kirei menyilangkan kedua tangannya ke depan d-a-d-a.
"Lo senang ya gue jadi suami lo?"
"Najis."
"Bilang saja senang, bilang saja ingin bikin pengumuman di sekolah."
"Itu mulut bisa diam enggak? Gue sumpel juga pakai kaos kaki nantinya." ancam Kirei sambil memelototkan matanya.
"Istri yang baik." Kenny mengacak-acak puncak kepala Kirei. Namun baru juga sekali usap, Kirei sudah menepis tangan kekar suaminya.
"Singkirkan tangan lo dari tubuh gue!" sentak Kirei marah.
"Dih galak." Kenny mencubit pipi Kirei.
"Kenny sakit!" Kirei menyingkirkan tangan Kenny lagi.
"Jangan galak-galak dong."
"Lo berisik buaya!" teriak Kirei sudah kepalang marah.
"Hahaha... Ya deh, gue diam." tawa Kenny kencang melihat ekspresi Kirei yang merah padam.
***
"Nat, lo masih kesal sama Kirei?" tanya Vanilla saat mereka sudah sampai di depan rumah Vanilla.
"Enggak kok." Jawab Nathan lembut sambil tersenyum.
"Besok gue jemput lagi ya." Nathan merapikan rambut Vanilla yang acak-acakan.
"Iya deh." Vanilla hanya nyengir kuda.
"Gue pulang ya." pamit Nathan lalu mencium kening Vanilla sekejap.
"Hem." Vanilla menganggukkan kepalanya saja.
"Jangan lupa belajar."
"Nat." panggil Vanilla lagi.
"Ya, apa?" Nathan kembali menatap Vanilla penuh kelembutan.
"Kalau sudah sampai rumah, jangan lupa mandi terus keramas ya. Rambut kamu bau hehehe..." ucap Vanilla sambil nyengir kuda.
Nathan hanya memasang tampang datar, kekesalannya pada Kirei kembali datang.
"Sudah, enggak usah bad mood lagi. Mau pulang kan?" Vanilla mengusap-usap bahu Nathan.
"Ya sudah, gue pulang."
"Hati-hati, sayang." Vanilla melambaikan tangannya saat Nathan meninggalkan area rumahnya.
Nathan sempat kaget saat Vanilla memanggilnya sayang. Bibir Nathan terangkat ke atas karena bahagia.
***
Kenny memarkirkan mobilnya di pelataran rumah mertuanya. Sebenarnya Kenny sangat merindukan suasana rumahnya. Tapi mau bagaimana lagi, Mr. Tan memintanya untuk tinggal di sini.
Kirei sudah turun terlebih dahulu meninggalkan Kirei. Keduanya berjalan beriringan depan belakang. Kirei berada di depan dengan semangat, sedangkan Kirei berada di belakang dengan malas.
"Aku pulang!" teriak Kirei kencang saat membuka pintu rumah kedua orang tuanya.
"Kirei, Mama sudah siapkan makan siang. Ayo makan bersama-sama." ajak Jenny menuntun Kirei menuju meja makan yang bersebelahan dengan dapur.
"Kenny, ayo." teriak Jenny sambil melambaikan tangannya.
"Iya, Ma." balas Kenny lesu.
"Kita makan siang dulu, kalian pasti capek." Jenny mengisi nasi di piring Kirei dan Kenny secara bergantian.
"Makasih, Ma." ucap Kenny tulus.
"Mau sama apa?" tanya Jenny pada Kenny.
"Apa saja, Ma."
Jenny meletakkan sepotong ayam garang asam beserta kuahnya, sambal kentang ati ayam, dan juga tempe goreng.
"Ini, kalau kurang tinggal tambah." Jenny meletakkan piring milik Kenny ke depan Kenny.
"Mau apa, Rei?"
"Terserah saja deh, Ma."
Jenny pun akhirnya mengisi piring milik Kirei sama dengan apa yang ada di dalam piring Kenny.
"Makasih, Ma." Kirei langsung memakan makan siangnya bersama-sama.
"Bagaimana sekolahannya?" tanya Anita pada pengantin remaja yang sedang menikmati makanan hasil buatannya.
"Lancar-lancar saja." jawab Kirei sambil terus makan.
"Papa pulang!" giliran Arif yang datang.
"Papa, kok tumben pulang cepat?" tanya Jenny merasa heran.
"Iya ini, ada angin apa?" sambung Kirei tanpa menghentikan makannya.
"Papa lapar." Arif duduk di sebelah Jenny.
"Papa mau makan sama apa?" tanya Jenny manis pada Arif.
"Sama apa saja deh, masakan Mama kan yang paling enak. Meski pun sama garam juga kalau Mama yang buat, nikmatnya melebihi masakan restaurant bintang lima." Jenny tersipu akan pujian dari Arif.
"Uhuk... Uhuk..." Kenny tersedak akan gombalan Arif untuk Jenny.
"Kenny, ya ampun. Minum-minum." Jenny menyodorkan segelas air putih kepada Kenny.
"Kirei, tahu suaminya keselek kok diam saja." tegur Arif pada Kirei yang masih asik tanpa terusik akan batukan dari Kenny.
"Biarkanlah, Pa. Kenny punya tangan kok buat mengambil minum." jawab Kirei tak acuh.
"Enggak boleh begitu Rei, kamu kan istrinya."
"Istri bukan berarti pembantu kan, Ma." jawab Kirei membuat Arif dan Jenny menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sudah Ma, mungkin Kirei capek." bela Kenny pada Kirei.
"Iya kan sayang?" tanya Kenny sambil menatap Kirei.
"Uhuk... Uhuk..." kini giliran Kirei yang tersedak saat mendengar ucapan Kenny memanggilnya sayang.
"Minum sayang." Kenny memberikan segelas air putih untuk Kirei.
Kirei menerima gelas dari tangan Kenny lalu meminumnya tanpa henti sampai habis.
Puas kan merasakan bagaimana sakitnya keselek. Ujar Kenjy puas dalam hati.
"Kalian ini, manis sekali." komentar Jenny.
"Harus dong, Ma. Kan pengantin baru." Kenny menarik pinggang Kirei supaya lebih dekat dengannya.
"Ya ampun, so sweet." Jenny sangat bahagia melihat Kenny dan Kirei yang mesra.
"Bagaimana usahanya?" tanya Arif.
"Iya, jadi kalian pakai yang mana?" sambung Jenny.
Kirei dan Kenny menatap kedua paruh baya di hadapan mereka dengan tatapan tak paham. Pertanyaan mereka sungguh ambigu.
"Itu, yang Mama taruh di laci." ucap Jenny karena tak kunjung mendapat jawaban.
Kirei blushing mendengar pertanyaan Jenny yang mengingatkannya pada beberapa jenis alat dan pil pencegah kehamilan yang dia buang ke tong sampah secara cuma-cuma.
"Berhasil kan?" tanya Arif lagi.
"Mama yakin, pasti berhasil. Ya kan, Ken?" Jenny menatap pengantin baru di depannya itu berbinar.
"Hehehe..." cengir Kenny tak tahu harus menjawab apa. Jujur saja, dirinya sama seperti Kirei. Malu akan pertanyaan mertuanya. Tapi mau dibagaimanakan lagi.
"Ya ampun, jadi kalian berhasil." Jenny menganggap cengiran Kenny sebagai jawaban iya.
Kenny malah menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Tak tahu harus menjawab apa kepada mereka.
"Ya ampun sayang, kamu sudah jadi istri beneran. Selamat ya sayang, Mama senang banget." Jenny heboh sendiri, bahkan kini Jenny sudah menciumi wajah Kirei saking senangnya.
"Jangan sampai kebobolan ya, Ken. Ingat, masih sekolah. Nanti kalau safety-nya habis, kalian bisa beli di apotek atau minimarket." Arif memperingati.
"Hehehe... Iya, Pa." cengir Kenny lagi. Ingin rasanya dirinya hilang dalam waktu itu juga.
"Jangan sampai lupa pencegahnya, jangan lupa sediakan stok." tambah Jenny membuat Kirei dan Kenny semakin malu tujuh turunan.
"Aku ke atas dulu ya. Capek, mau istirahat." pamit Kirei meninggalkan semuanya dengan langkah gontai.
"Aku juga mau ke atas dulu." pamit Kenny menyusul Kirei.
"Eum... Pengantin baru, maunya mesra-mesraan saja."
"Kayak kita enggak saja pas dulu, Ma."
"Hehehe... Ya kan dulu, Pa." cengir Jenny.
***
Next...