16. Naik Angkot

963 Words
"Ken... Ken... Stop!" teriak Kirei pelan. "Apaan sih lo?" tanya Kenny kesal sambil mengerem mobilnya mendadak. "Barusan ada kucing di depan, hampir saja lo tabrak." jawab Kirei mengelus-elus dadanya. "Lebai lo." cibir Kenny dan menjalankan mobilnya lagi. "Ish... Kan kasihan kalau ketabrak. Kalau cewek entar anak-anaknya jadi yatim piatu, suaminya jadi duda. Kalau cowok entar istrinya jadi janda, kan kasihan Ken." jawab Kirei melantur. Ctak! "Kepala lo korslet." Kenny menjitak kepala Kirei keras, membuat sang empunya meringis kesakitan. "Aw.... Sakit tahu enggak, kekerasan dalam rumah tangga lo." Plak! Kirei balas memukul lengan Kenny lumayan keras. "Ini di mobil, bukan di rumah." sahut Kenny. "Ya berarti kekerasan di dalam mobil." "Serah lo-lah." Kenny memfokuskan pandangannya ke jalan raya lagi. Sedangkan Kirei sudah mendumel sendiri karena sifat dinginnya Kenny. "Turun lo." titah Kenny tak berperasaan. Kirei lagi-lagi mengembuskan napasnya kasar. Kesal akan sikap Kenny yang masih saja kasar padanya. "Iya-iya." Kirei menggamit tas selempangnya lalu keluar dari mobil Kenny. Baru juga Kirei selesai turun, Kenny sudah melajukan mobilnya begitu saja. "Dasar cowok nyebelin, mimpi apa coba gue bisa punya laki kek begitu. Rasanya ingin gue bejek-bejek itu wajah sok gantengnya." dumel Kirei di pinggir jalan sambil meremas-remas tas selempangnya. "Hai Rei, kok di sini sih?" Kirei menengokkan kepalanya ke arah suara yang bertanya padanya. "Eh Ga, gue barusan naik taksi hehehe..." jawab Kirei diiringi cengirannya. "Bareng yuk sampai parkiran, ini lumayan jauh loh sampai gerbang sekolah." ajak Rangga sambil melihat jok belakang motornya. "Eh... Enggak usah deh, biar gue jalan saja." tolak Kirei. "Sudah enggak apa-apa, naik saja Rei. Enggak tega gue lihat lo jalan kaki, entar kaki lo yang cantik itu jadi bengkak bagaimana? Enggak sayang, lo?" Rangga masih membujuk Kirei. Kirei terlihat menimang-nimang ajakan Rangga kali ini. Tak enak juga Kirei menolak ajakan baik dari Rangga. Tapi Kirei tak ingin ada gosip yang tidak-tidak nantinya. "Sudah naik saja, enggak usah banyak mikir." Rangga menarik pergelangan tangan Kirei supaya lebih mendekat ke jok motornya. "Eh... Beneran enggak apa-apa ini?" tanya Kirei lagi. "Enggak apa-apa, Rei." Rangga tersenyum manis pada Kirei. "Ya sudah deh, gue naik ya." Kirei naik ke motor Rangga. "Sudah?" tanya Rangga memastikan. "Sudah." jawab Kirei mantap. Rangga langsung melajukan motornya menuju sekolah mereka, padahal jaraknya sudah tidak jauh lagi. *** "Ini anak susah banget dibangunkan." Indira marah-marah di ruang tamu rumahnya. "Kerjaannya mabuk terus, enggak ada yang lain." dumelnya lagi. Ibu-ibu yang menggunakan daster lusuh itu pun terus saja mendumel sambil memegang pakaian kotor yang akan dia cuci. "Nehan! Bangun kamu!" teriak Indira yang kini pindah ke kamar mandi. "Bu, aku berangkat dulu." pamit Aletta menyodorkan tangannya kepada Indira. Indira menatap Aletta sinis dari ekor matanya. Setelah menaruh pakaian kotor itu ke dalam ember besar, Indira keluar menghampiri Aletta. "Mana uang gajian kamu bulan ini?!" tanya Indira sembari menodongkan tangannya ke depan Aletta. "Buat bayar keperluan sekolah Bu, sisa segini." Aletta memberikan dua lembar uang seratus ribuan untuk Indira. Indira mengambil uang itu dan mengangkatnya sampai depan wajahnya. "Cuma segini? Mana cukup!" Indira menjambak rambut panjang Aletta. "Maaf Bu, memang sisa segitu." jawab Aletta menahan tangis karena perih di kepalanya. "Kamu pasti bohong! Mana yang lainnya?" Indira merampas tas Aletta dan mengobrak-abrik isinya. "Bu, jangan. Aku mohon, itu bekal buat aku selama satu bulan." Aletta mencoba menarik dompetnya dari Indira. "Kamu itu masih sekolah, bekal itu jangan banyak-banyak." Indira mengambil uang Aletta sebanyak dua ratus ribu. "Itu sisanya." Indira melemparkan selembar uang seratus ribu ke wajah Aletta. "Tapi, Bu." Aletta menangis memohon supaya uang yang dua ratus ribu dikembalikan padanya. "Pergi sana!" bentak Indira kasar. Aletta memunguti buku-bukunya dan berangkat ke sekolah. Aletta menangis karena uangnya diambil oleh Indira. Itu adalah gajinya selama satu bulan kerja di kafe setiap pulang sekolah, tapi Indira mengambilnya begitu saja. "Apa lo lihat-lihat?" bentak Nehan, kakak laki-laki Aletta yang hobbinya mabuk-mabukan, judi dan memalak orang. "Enggak, Kak." jawab Aletta sambil mengusap air matanya. "Pergi sana lo!" bentak Nehan sambil mendorong bahu Aletta. Aletta meninggalkan rumahnya menuju tempat di mana biasa dia menunggu angkot untuk sampai ke sekolah. "Gue harus bilang apa ke Vanilla?" tanya Aletta pada dirinya sendiri. Aletta melihat uang seratus ribunya sedih. *** "Nathan!" pekik Vanilla kaget ketika melihat Aletta sedang berdiri di pinggir jalan. "Apaan sih, Van?" tanya Nathan bingung. "Stop! Stop!" titah Vanilla membuat Nathan bingung. "Ada apa?" tanya Nathan. "Itu kan Aletta. Gue turun di sini saja deh, mau berangkat bareng Aletta. Lo duluan saja." Vanilla turun dari motor Nathan dan mendekati Aletta. "Eh... Eh... Van." teriak Nathan memanggil Vanilla. "Let, kok lo nangis sih?" tanya Vanilla prihatin sambil memegang pundak Aletta. "Gue enggak apa-apa kok, Van." Aletta berusaha tersenyum. "Kalian mau naik apa?" tanya Nathan penasaran. "Taksi." jawab Vanilla.  "Angkot." jawab Aletta. Nathan menatap Vanilla dan Aletta bergantian. "Jadi mau naik apa?" tanya Nathan lagi. "Ya sudah, gue ikut Aletta saja. Naik angkot." jawab Vanilla. "Enggak aman, jangan naik angkot." larang Nathan sambil turun dari motornya. "Sudah biasa kok Nat, gue enggak apa-apa." jawab Aletta sambil berusaha tersenyum. "Enggak, gue enggak mau kalian kenapa-napa. Benar kata Vanilla, naik taksi saja." "Lo berangkat saja sama Vani, Nat. Biar gue berangkat sendiri." "Gue mau berangkat sama lo." tolak Vanilla cepat. "Tapi Van, gue naik angkot." "Kita bakal naik angkot." jawab Vanilla meyakinkan Aletta. "Tap..." "Enggak apa-apa, Nat. Lo berangkat saja, biar gue sama Aleta naik angkot." ujar Vanilla lembut pada Nathan. "Ya sudah deh, gue nunggu kalian sampai dapat angkot. Terus gue ikuti kalian dari belakang. Bagaimana?" tanya Nathan memberi usul. "Ya sudah deh, enggak apa-apa." jawab Aletta mewakili Vanilla. "Sorry ya, gue berangkat sama Nathan tadi. Jadi enggak bawa mobil." ucap Vanilla pada Aletta. "Enggak apa-apa, Vanilla. Jangan merasa bersalah kayak begitu." "Eh iya, Nat. Kalau lo berangkat sama Vanilla, Zeline lo ke manain?" tanya Aletta baru ingat dengan Zeline. "Ada Gama, kayaknya itu kupret berdua lagi PDKT deh." jawab Nathan. "Owh... Iya, gue sampai lupa sama Zeline hehehe..." cengir Vanilla sambil menepuk jidatnya. "Dasar, ingat Van. Calon adik ipar itu, harus dibaik-baikin." "Vani sudah baik kok." sahut Nathan membuat kedua pipi Vanilla merah merona. "Apaan sih, Nat."  "Eh, angkot itu." Aletta menunjuk angkot yang masih lumayan jauh darinya. "Kita berdua naik angkot dulu ya, Nat." pamit Vanilla sambil menaiki angkot yang baru saja berhenti di depan mereka. "Hati-hati ya." ucap Nathan mengiringi tubuh Aletta yang mengikuti Vanilla naik angkot. Nathan langsung menaiki motornya dan mengikuti angkot yang dinaiki oleh Vanilla dan Aletta dari belakang. *** Next... 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD