Studio Itu Punya Ceritanya Sendiri

5000 Words
Kejadian di studio tempo hari itu menjadi awal mula kisah cinta Alena dimulai. Cinta yang rumit. Gadis itu harus terlibat cinta dengan seorang kriminal dan parahnya lagi lelaki itu pernah berurusan dengan ayahnya. Alena yang mengalami perubahan sikap itu meresahkan keluarga. Walanae yang merupakan kakak perempuan paling dekat dengannya berusaha sekuat tenaga untuk mencari tahu apa yang terjadi pada adik bungsunya itu. Setelah melakukan penyelidikan beberapa hari, akhirnya dia mendapatkan hasil. Walanae tahu sumber masalah Alena. Seorang pemuda yang tinggal di lorong sempit belakang kompleks rumah mereka. Walanae mencari tahu siapa lelaki yang telah mengacaukan hidup adiknya itu. Namun tidak muda bagi Walanae mendapatkan informasi tentang lelaki itu. Hampir semua orang yang ditemuinya di lorong itu tidak ada yang mau membantu. Mereka bungkam. Lelaki itu sepertinya bukan sembarang orang, mungkin dia orang yang memiliki pengaruh besar di lorong sempit itu, pikir Walanae. Walanae begitu peduli dengan adik perempuan itu. Dia takut pendidikan dan hidup adiknya akan berantakan jika dia selalu seperti itu. Anak itu tidak lagi punya semangat, dia tiba-tiba menjadi pendiam, pemurung dan pemalas. Untuk urusan makan saja sudah tidak peduli. Dia selalu mengurung diri di kamar. Walanae yang masih muda, menyadari jika reaksi yang diperlihatkan adiknya itu seperti seseorang yang sedang jatuh cinta, namun orang tuanya tidak memahami itu. Mereka selalu mengira Alena sedang sakit. Walanae harus bekerja keras menyelamatkan masa depan adiknya. Dia ingin mengatasi masalah Alena sendiri sebelum orang tuanya tahu Bahkan sang suami tidak tahu-menahu kesibukan tambahan istrinya itu. Sementara Mario yang sudah membuat Alena seperti itu makin gencar mengejar Alena. Sejak kejadian di studio itu, bayangan Alena makin membayanginya. Tidak ada perasaan bersalah yang Ia tunjukkan. Bahkan ia seperti menikmati pemainannya itu. Namun, dia menjadi resah, karena sejak peristiwa itu Alena tidak pernah lagi lewat di lorong itu. Alena tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Alena adalah gairah baru bagi Mario. Semenjak di penjara Mario seperti putus harapan. Dia menjalani hidup apa adanya. Namun pertemuannya dengan Alena telah mengubah kembali hidupnya. Ia kembali memiliki tujuan hidup. Lelaki yang tadinya urakan dan berantakan itu merubah penampilannya. Rambutnya ditata rapih, pakaiannya nyentrik, badannya wangi. Itu membuat ibu, kakak, teman-teman dan penghuni lorong itu heran melihatnya. Dia selalu menyanyikan lagu-lagu romantis. Matanya yang pernah redup kini bersinar kembali. Ketampanannya yang sempat luntur kini terlihat kembali, membuat ibu-ibu di lorongnya itu menggandrunginya. Setiap hari dia berdiri di depan studio menunggu Alena lewat. Sepertinya perubahan penampilannya itu dia siapkan sebagai kejutan untuk Alena. Lagu-lagu romantis yang dinyanyikannya juga bertema tentang gadis pujaan hati. Mario kembali ke fase hidup sebelumnya. Layaknya seorang remaja yang sedang jatuh cinta. Gadis yang ditunggunya bak menghilang di telan bumi. Makin hari makin tidak ada tanda-tanda akan lewat di tempat itu lagi. Mario menjadi gelisah. Iyya lebih banyak dalam studio main drum. Bunyi drumnya bentuk perwakilan perasaan si drummer. Bahkan ia sampai tertidur di studio. Bak pungguk merindukan bulan. Seperti itulah keadaan Mario di dalam studio. Tubuh Mario basah karena keringat yang bercucuran akibat dari memukul drum sepanjang malam. Mario sudah tampak frustasi. Dia membanting stik, tongkat pemukul drum di tangannya ke lantai yang membuatnya patah. Dia berteriak dan kembali memukul drum dengan tangannya. Suara simbal drumnya tidak beraturan. Hingga mengganggu telinga penghuni lorong sempit yang tengah terlelap, tidak terkecuali sang ibu. Ibunya menjadi khawatir dengan kondisi anaknya itu. Pikirannya menerawang jauh kembali ke masa lalu, di mana sang anak selalu melampiaskan masalahnya ke alat musik kesukaannya itu. Para penghuni lorong sempit itu terbangun dan keluar dari rumah mereka. Mereka hanya memandangi arah studio. Tak seorang pun yang berani mendatangi dan menegur Mario. Kakaknya yang melihat itu khawatir, kalau tingkah adiknya itu pertanda akan mendatangkan masalah besar baginya, keluarga dan tempat tinggal mereka. Mario yang baru saja ingin menata kehidupannya kembali pasca keluar dari penjara kini harus menghadapi ujian baru. Alena, Alena adalah ujian terberat bagi Mario. Dia tidak pernah menyangka jika pertemuannya dengan gadis itu berbuntut panjang. Padahal dia hanya iseng memergoki gadis yang sedang bertingkah aneh di depan studio tempo hari itu. Niat awal hanya ingin mengerjai gadis itu malah membuatnya terjebak sendiri dalam jeratan yang dibuatnya sendiri. Beberapa hari tidak keluar dari studio membuat keluarganya sangat khawatir. Mereka dan beberapa warga menunggui di depan pintu, berharap Mario segera membuka pintu studio. Saat Mario membuka pintu dia kaget melihat suasana di luar studio yang dipadati orang, seolah antrian bantuan sembako. Mario mengabaikan mereka dan kembali ke rumah kontrakan ibunya. Mario membersihkan diri. Di kamar mandi yang kecil itu Mario memandangi wajahnya di balik cermin retak yang berjamur. Sesekali ia tersenyum kecil. Guratan-guratan lelah di wajahnya terlihat jelas. Mario mengerang seperti kesakitan. Sejak ia mendekam di penjara baru kali ini ia seperti menyesali keadaan dirinya. Kepalanya menengadah ke atas menatap langit-langit rumah kontrakan ibunya yang banyak lubang tembus cahaya dan hampir roboh itu. Lalu ingatan Mario berselancar jauh ke masa lalu, di mana ia tertidur di kamar rumah bersama keluarganya saat masih berjaya dulu. Langit-langit kamarnya yang elegan berwarna biru bercorak animasi kesukaannya. Kamar yang memiliki tempat tidur empuk dengan berbagai fasilitas di dalamnya. Drum Kesayangannya, pemberian sang ayah saat ulang tahunnya yang ke lima belas. Dinding kamar dipenuhi stiker bergambar motor dan pembalap idolanya. Berbagai jenis sepatu keren terpajang dalam rak sepatunya. Suara sang ibu mengetuk pintu kamarnya, memanggilnya untuk sarapan yang disusul dengan kedatangan sang ayah membuka pintu kamarnya dan membawakannya sarapan yang disiapkan di meja makan oleh ibunya ke kamar Mario. Mario tenggelam dalam kenangan masa lalunya bersama keluarga. Ia tidak mendengarkan sang ibu yang sudah berkali-kali mengetuk pintu kamar mandi. Hingga bayangan sang ayah datang dan mengulurkan tangannya ke arah Mario. Suara pintu yang di buka paksa atau didobrak membuat bayangan sang ayah menghilang di bawah lubang cahaya yang tembus masuk ke kamar mandi. Kakaknya yang mendobrak pintu atas permintaan sang ibu karena yang mengatakan kalau Mario sudah dua jam di dalam kamar mandi dan tidak merespon panggilan sang ibu. Kakak dan ibunya panik melihat lantai kamar mandi berlumuran darah yang mengalir deras dari tangan Mario. Mario mengiris nadi di pergelangan tangan kirinya menggunakan potongan cermin retak di kamar mandi ibunya itu. Ibu dan kakaknya segera memberikan pertolongan dengan membalut luka Mario menggunakan handuk lalu memindahkan Mario dari dalam kamar mandi ke tempat tidur sang ibu yang tidak memiliki kamar itu. Sebuah tempat tidur khusus untuk satu orang yang sudah reok. Sebelumnya Mario tidur di lantai di dekat tempat tidur ibunya itu sejak kedatangannya. Tidur seperti itu bukan lagi masalah bagi Mario. Hanya kakaknya saja yang punya kamar, karena sudah memiliki keluarga. Ibunya berusaha menghentikan pendarahan di tangan Mario dengan membalurinya obat yang dibuatnya dari sisa-sisa bahan di dapur. Tubuh kurus Mario itu terbaring lemas. Kelihatan sekali lelaki itu tidak berdaya lagi. Kasih sayang seorang ibu tidak tergantikan. Walau kesalahan besar telah diperbuat Mario, yang telah membawa keluarganya ke jurang kehancuran hingga membawa penderitaan berkepanjangan bagi keluarga, ibunya tetap merawatnya dengan penuh kasih. Ibu yang sudah setengah baya itu menjaga anaknya sepanjang malam. Mario terbangun dan melihat ibunya tertidur dengan posisi tertidur di dekat kepalanya, menggetarkan hatinya. Rasa bersalah dalam dirinya muncul. Ia mengecup kepala sang ibu, dan mengamati wajah sang ibu yang kecantikannya telah pudar dan guratan wajahnya yang begitu lelah. Mario bangkit dari tempat tidur menuju jendela kecil yang mengarah ke jalan. Ia menarik nafas dalam-dalam. Keesokan harinya, Mario kelihatan segar seperti tidak terjadi sesuatu dengannya sebelumnya. Ia kembali membuat ramai lorong itu dengan memimpin kerja bakti. Mereka bergembira, seolah sedang berpesta merayakan sebuah kemenangan. Di balik keceriaan Mario tidak ada yang tahu apa yang ada dalam pikirannya saat itu. Seolah ia begitu cepat melupakan kejadian yang membuat kehidupan Alena berubah secara drastis. Sementara Walanae yang masih sibuk menyelidiki apa yang terjadi dengan Alena, sedikit demi sedikit sudah mendapatkan petunjuk. Ia menyusuri lorong sempit di belakang kompleks itu seorang diri. Sudah lama sekali Alena tidak menginjakkan kaki di tempat itu. Terakhir saat ia duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah atas. Saat itu dia mendapatkan gangguan dari pemuda penghuni lorong sempit itu yang membuat ayahnya murka. Bayang-bayang kejadian masa lalu itu mengikutinya. Ia seolah kembali lagi ke masa itu. di mana pemuda tersebut menghadangnya lalu menciumnya di depan umum yang disaksikan oleh semua penghuni lorong itu tanpa ada yang membantunya, malah mereka bersorak memberikan dukungan pada pemuda itu. Walanae berusaha menepis bayang-bayang masa lalu itu dengan melanjutkan langkahnya menyusuri lorong itu melewati kerumunan warga yang sedang kerja bakti itu yang menatapnya penuh tanya dan curiga. Langkahnya yang cepat terhenti ketika ia berada di depan studio musik di lorong itu. Studio itu sudah lama ada di sana dan menjadi saksi apa yang terjadi dengannya saat pemuda itu menyekapnya. Walanae yang hampir saja tidak bisa membedakan yang mana lamunannya dan yang mana nyata, tidak menyadari keberadaan Mario yang keluar dari pintu studio itu. Beberapa saat kemudian ia tersadar ketika seseorang berteriak dari belakangnya. "Mario" suara orang itu memanggil Mario yang dibalas lambaian tangan oleh Mario. Walanae kaget mendengar nama itu. Iyya lalu mengarahkan matanya ke orang yang dimaksud dari suara itu. Betapa BBM kagetnya dia, lelaki yang ada di hadapannya itu adalah pemuda yang tempo hari itu menculiknya. Pemuda yang menunjukkan rasa cintanya dengan arogan sekali. Mario yang sedang sibuk itu tidak memperhatikan wanita yang berdiri di depan dan menoleh ke arahnya. Walanae tidak percaya apa yang dilihatnya. Ia merasa tulang-tulangnya menjadi remuk. Dengan cepat ia bergegas meninggalkan tempat itu. Ketika sampai di rumah Walanae langsung masuk di kamarnya dan mengambil kotak dari dalam lemarinya. Kotak yang berisi barang-barang koleksinya saat dia masih sekolah dulu. Ia membuka koran lama yang berisikan berita tentang penangkapan seorang pemuda anak dari anggota polisi yang menjadi pengedar obat-obat terlarang. Foto wajah Mario terpampang jelas di halaman depan koran itu. Wajah yang hampir ia lupakan itu ingin dia pastikan, apakah itu wajah yang sama yang ditemuinya hari ini. Masih wajah yang sama, hanya beda guratan saja. Alena berharap ia salah orang. Namun dia tidak bisa juga mengelak kalau yang dilihatnya itu adalah Mario. Mario yang hampir saja merusak hidup dan masa depannya itu. Yang membuatnya lebih yakin lagi kalau itu Mario, Walanae mengingat kembali satu malam di mana dia terbangun karena mendengarkan seseorang bernyanyi, yang arah suara datang dari belakang kompleks, dan menyanyikan lagu band kesukaannya. Suara itu adalah suara Mario. Hanya Mariolah yang memiliki suara seperti itu dan mampu menandingi suara vokalis band itu. Band itu juga, band favorit Mario. Dia pernah mempersembahkan khusus lagu itu untuknya. Dari situlah Walanae menyukai lagu itu. Walanae tidak bisa membayangkan kalau lelaki itulah yang menyebabkan adiknya sekarang seperti itu. Ia berharap hal itu tidak terjadi. Tapi rasa curiganya makin tinggi saat memergoki Alena mendengarkan musik dari band itu. Sama persis yang terjadi dengannya saat itu. Alena ke sekolah ikut bersama Walanae dan suaminya. Sepanjang jalan Walanae memperhatikan Alena yang senyum-senyum sendiri menggunakan headset. Walanae berpikir keras untuk memecahkan misteri perubahan Alena itu. "Dek, maaf ya terpaksa kamu harus pulang sendiri sebentar sore" tanya Walanae pada Alena yang membuat suaminya bingung karena tidak tahu apa yang membuat istrinya mengatakan itu, padahal mereka tidak punya kesibukan lain hari itu. "pulang sendiri kak?" tanya Alena "ia...kami berdua harus lembur" jawab Walanae "baik kak" kata Alena yang sedikit ragu "atau nanti Abang Iosi antar kamu sampai di depan lorong belakang kompleks. Di sana kamu bisa berjalan kaki masuk ke rumah" saran Walanae "kenapa harus jalan kaki, Abang bisa antar sampai ke rumah" timpal suaminya yang tidak tahu menahu maksud istrinya itu. "kamu mau terlambat lagi dan dilaporin ke atasan kamu bang" Walanae takut Alena curiga karena ulah suaminya itu. "lewat lorong itu lagi?" gumam Alena yang didengarkan oleh Walanae "atau kakak nanti pesankan taksi saja, kamu tidak perlu lewat di situ" kata Walanae yang memancing reaksi Alena. "ah... tidak usah repot-repot kak, tidak masalah aku harus jalan kaki" balas Alena yang memakan umpan Walanae "jadi nanti Abang Iosi jemput dan antar sampai di depan lorong itu ya...kasihan si Abang kalau harus mengantar kamu sampai di rumah...dia bisa dapat masalah" "ia kak" jawab Alena pasrah Walanae melancarkan rencananya untuk mengikuti segala pergerakan Alena hari itu. Tiba waktunya pulang dari tempat bimbingan belajarnya. Sesuai kesepakatannya dengan sang kakak dan kakak iparnya, dia turun dari mobil tepat di depan gerbang lorong kecil itu. Ia tidak menyadari jika kakaknya sudah ada di sekitar tempat itu. Alena tampak ragu melangkah masuk ke dalam lorong kecil itu. Beberapa kali dia mencoba untuk melangkah masuk tapi tidak kesampaian. Dari kejauhan, kakaknya mengamati gerak-gerik Alena itu. Lalu dia kecolongan, Alena menghilang dari pengamatannya. Seseorang menarik Alena ke balik tembok lorong kecil itu. Alena kaget. Wajah Mario melintas di depannya. Alena terpojok. Mario yang disaksikan teman-temannya menjulurkan sesuatu dari tangannya ke arah wajah Alena. Itu adalah ular plastik. Dia mengancam Alena menggunakan ular mainan itu. "terima cinta aku atau ular ini akan menggigit kamu!" kata Mario Alena yang tadinya ketakutan, tiba-tiba menarik ular itu dari tangan Mario. "aku tidak takut sama kamu" kata Alena menantang Mario dan melempar ular mainan itu ke jalan. Teman-teman Mario yang jauh lebih muda darinya itu tertawa menyaksikan itu. Mario yang merasa dipermalukan oleh Alena, dia semakin tertantang. Walanae yang kehilangan momen itu kaget ketika melihat Alena kembali muncul di depan gerbang lorong kecil itu lalu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam. Di kamar Alena selalu membayangkan wajah Mario yang menyatakan cintanya dengan menggunakan ular mainan itu. Gadis polos itu bukannya takut akan tindakan Mario itu, tapi malahan dia tidak melihat itu sebagai sebuah ancaman, melainkan cara unik yang dilakukan oleh seorang lelaki dalam menyatakan cintanya. Seperti remaja lainnya ketika baru merasakan cinta, Alena juga demikian. Benih-benih cinta pada Mario muncul dalam dirinya. Ia tidak bisa tidur, memikirkan setiap perlakuan lelaki itu padanya. Sepanjang malam ia memainkan bantal gulingnya. Sementara di kamar sebelah Walanae tidak bisa tidur. Dia selalu membayangkan wajah Mario dan Alena. Berulang kali ia melihat foto wajah Mario di koran itu. "lelaki itu kembali lagi"gumam Walanae "dek, kok belum tidur?" tegur suaminya yang sadar kalau istrinya masih terjaga "sebentar lagi bang, aku masih ada kerjaan" jawab Walanae "lima menit lagi ya dek, kamu harus tidur" perintah suaminya "ia bang" jawab Walanae Namun ketika Walanae siap-siap untuk tidur, tiba-tiba ia dikagetkan dengan suara gitar yang di susul nyanyian dari arah belakang kompleks. Tepat di bawah jendela kamarnya dan Alena yang hanya di batasi tembok yang tingginya dua meter dari lorong kecil di belakang kompleks. Mendengar itu Walanae kaget. Dia membuka tirai penutup jendela lalu mengintip ke luar. Ia melihat bayangan seseorang yang sedang memegang gitar di atas atap rumah penghuni lorong kecil itu. Ia semakin yakin itu adalah Mario Alena yang tidak bisa tidur di kamarnya sama kagetnya degan Walanae saat mendengarkan musik dan suara itu. Dia bergegas menuju jendela. Ia membuka kaca penutup jendela kamarnya dan membiarkan angin malam masuk dalam kamarnya. Ia mendengarkan suara itu dengan jelas menyanyikan lagu kesukaan kakaknya. Tanpa ia sadari, kalau dirinya juga menjadi suka dengan lagu itu. Ulah Mario itu berhasil meresahkan kedua perempuan yang adik kakak itu. Perasaan yang berlawanan antara Alena dan Waelanae. Di mana Alena mengalami gejala seperti orang yang tumbuh benih-benih cinta dalam dirinya. Sementara Walanae sebaliknya. Lagu-lagu yang dinyanyikan Mario malam itu seperti sebuah isyarat. Tanda kalau dia sedang menginginkan seseorang. Alena memahami isyarat itu. Dia yakin, itu cara Mario mengungkap isi hatinya. Itu juga pernah dilakukan Mario saat ia jatuh cinta pada Walanae. Namun, saat itu cintanya tidak terbalas. Wanita yang dicintainya itu seperti mati rasa. Tidak ada respon, hingga membuatnya hampir frustasi. "sebelum kau ludahi aku... sebelum kau robek hatiku..." lirik lagu Mario "aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku" gumam Alena dan Walanae di kamarnya masing-masing melanjutkan lirik lagu Mario. "meski kau tak cinta kepadaku" lanjutan lirik lagu Mario. Walanae makin cemas, mendengarkan lirik lagu itu. Ia mengenang kembali, masa di mana Mario pernah menyanyikan lagu itu saat ia baru saja menolak mentah-mentah cinta Mario. Hampir tiap malam Mario menyanyi seperti itu pada jam yang sama. Alena tidak tidur di tempat tidurnya yang empuk, tapi dia memilih tidur di dekat jendela kamarnya yang sengaja dibiarkan dalam kondisi terbuka, untuk bisa mendengar lebih jelas suara Mario. Aksi Alena itu diketahui oleh Walanae saat dia melintas di depan kamar Alena dan melihat lampu kamarnya masih menyala. Walanae baru pulang dari tempat kerjanya karena lembur. Walanae membuka pintu kamar Alena yang tidak dikunci itu. Ia kaget tidak menemukan Alena di tempat tidurnya padahal jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Walanae panik dan menerobos masuk ke dalam kamar Alena. Ia mendapati Alena sedang tertidur dengan posisi duduk bersandar memeluk bantal guling kesayangannya dan pintu jendela terbuka lebar yang membuat udara luar masuk ke dalam kamar Alena. Melihat itu Walanae bergegas menutup jendela kamar, dan membangunkan Alena untuk pindah di tempat tidurnya. Kecurigaan Walanae makin kuat, kalau Mariolah yang menyebabkan perubahan pada Alena. Walanae tidak habis pikir, bagaimana bisa hal itu terjadi dan mereka ketemunya di mana. Walanae bukannya langsung tidur tapi dia sibuk memikirkan Alena dan Mario. Ia seolah menjelma menjadi seorang detektif yang melakukan berbagai upaya untuk mencari tahu sesuatu. Walanae yang gelisah akhirnya menemukan kembali ide. Esok harinya dia beralasan sakit, tidak bisa berangkat kerja, sementara suaminya dimintanya berangkat satu jam sebelum Alena bangun. "dek, tidak ada yang bisa antar kamu ke sekolah hari ini...Abang Iosi sudah berangkat dari tadi.. karena ada urusan yang mendadak... sedangkan kakak sendiri tidak enak badan" kata Walanae "Nanti Ayah aja yang antar" imbuh ayahnya "ayah, ingat kata dokter...ayah itu tidak boleh bawa kendaraan jauh-jauh" Walanae berusaha mencegah ayahnya yang bisa saja mengacaukan rencananya hari itu. "dengar itu kata anak kamu Yah!" kata ibunya yang sedang menyiapkan kopi untuk suaminya. Walanae melihat reaksi berbeda pada Alena. Biasanya dia risau sekali kalau harus berangkat sekolah sendiri, dan pasti bakalan bikin ribut. Tapi kali ini Alena tidak bereaksi. "nanti kakak pesankan taksi" Tawaran Walanae "ja...ja...jangan kak, biar Alena naik angkot saja" respon Alena mendengar tawaran Walanae "angkot?" tanya ayah dan ibunya yang kaget mendengar Alena mau naik angkot. Melihat reaksi ayah dan ibunya Alena sadar kalau ada yang salah dengan ucapannya itu "maaf Bu, Yah" Alena salah tingkah "kalian jangan khawatir...teman aku kebetulan lewat sini...Alena bisa ikut sama dia" Alena pamit dan meninggalkan ayah serta ibunya yang masih melanjutkan sarapannya. Walanae menghampiri Alena yang menunggu teman kakaknya itu menjemputnya di dekat pagar. "dek, teman kakak telpon, katanya tadi lupa alamat rumah...untung belum jauh...dia masih sekitar sini. Kakak minta dia berhenti di depan lorong sebelah...tidak apa-apa kan kalau kamu harus jalan kaki lewat belakang" Akhirnya rencana Walanae berhasil, Alena harus berangkat ke sekolah melewati lorong kecil di belakang kompleks. Tanpa Alena sadari kalau kakak perempuannya itu membuntutinya dari belakang. Alena yang berjalan sangat hati-hati, melihat sekelilingnya. Merasa dirinya aman, dia segera bergegas berjalan keluar menuju mobil teman kakaknya parkir. Kali ini Walanae tidak mendapatkan sesuatu. Waelanae kecolongan karena melihat Alena yang ke sekolah lewat lorong kecil itu, tidak memperlihatkan gerak-gerik mencurigakan maka saat dia pulang melewati lorong itu lagi, Walanae tidak mengikuti Alena. Padahal saat itulah, pertemuan Alena dan Mario kembali terjadi. Melihat Alena melintas Mario yang ada di dalam studio langsung bernyanyi dengan suara lantang, membuat suaranya terdengar hingga penghujung lorong. Alena yang mendengar itu menambah kecepatan langkahnya. Semua penghuni lorong itu memasang mata ke Alena. Ia berlari kencang, berharap Mario tidak melihatnya dan mengejarnya. Ketika ia berhasil melewati lorong itu suara Mario yang bernyanyi menghilang. Alena bernapas lega, pagar rumahnya sudah kelihatan. Ia berjalan mengatur napas dan langkahnya, tiba-tiba saja di hadapannya Mario menghadang langkah Alena yang beberapa meter lagi tiba di depan pagar rumahnya. Melihat itu Alena kaget dan tidak tahu harus berbuat apa. "Kakak ini siapa sih, kenapa selalu mengganggu Alena?" Tanya Alena yang gemetaran "Alena" kata Mario "Kakak ini maunya apa dari Alena?" Bertanya dengan volume suara yang ditekan "Alena...aku...aku" Mario gelagapan melihat wajah Alena yang ekspresi marahnya malah membuat wajahnya semakin manis dan menggemaskan. Alena pergi meninggalkan Mario yang sudah membukakannya jalan. Kemudian langkahnya terhenti saat benda kecil melintas di atas kepalanya dan jatuh di depan kakinya. Itu selembar kertas yang sudah kusuk karena diremas keras. Alena mengambil gulungan kertas itu dan menoleh ke belakang, namun Mario sudah menghilang. Alena menyimpan kertas itu di sakunya. Malam harinya, Mario kembali mendendangkan lagu-lagunya. Seperti biasa Alena sambil memeluk bantalnya, mendekati jendela kamarnya. Walanae yang selalu terjaga penasaran, apa yang dilakukan Alena di kamarnya. Ia ke kamar Alena dan melihatnya sedang duduk menghadap ke jendela yang terbuka dengan memeluk guling kesayangannya. Alena yang menyadari kedatangan kakaknya itu bergegas menutup jendela kamarnya. "Jangan... biarkan saja terbuka" kata Walanae. Alena yang heran, berhenti dan membiarkan jendela itu terbuka setengah. "Kakak juga mau menikmati lagu-lagu orang itu...siapa ya dia? Suaranya bagus lagi...itu lagu-lagu kesukaan kakak... sayang sekali kakak tidak bisa dengar jelas di kamar kakak, soalnya Abang tidurnya ngorok" Walanae berlagak tidak tahu menahu soal lelaki itu. Sebelum Walanae menikah, mereka satu kamar dan tidurnya selalu sama dan mereka juga sering mendengarkan lagu bersama, hingga membuat Alena tidak curiga kalau kakaknya itu sedang melakukan penyelidikan tentangnya dan lelaki yang menyanyi di seberang itu. Walanae membiarkan adiknya itu melewati malam dengan menikmati lagu-lagu dari lelaki di seberang itu, tanpa menegurnya. Alena yang polos tidak menyadari apa yang terjadi dengannya. Bahkan mungkin saja dia tidak tahu kalau dirinya sebenarnya sedang jatuh cinta, pikir Walanae. Maka dari itu dia tidak ingin memberikan tekanan batin pada adiknya itu dengan mencercanya berbagai pertanyaan yang mungkin saja akan mengacaukan pikirannya. Walanae tetap bertingkah biasa-biasa saja. Kedua kakak beradik itu akhirnya tertidur di bawah jendela sampai pagi. Walanae yang bangunnya lebih cepat melihat Alena tertidur pulas, tentu saja itu efek dari begadang. Ia memperbaiki selimut Alena dan tetap membiarkannya tertidur. "Ini sudah tidak benar...aku harus menghentikan orang itu"gumam Walanae Melihat kamar Alena yang berantakan, Walanae inisiatif untuk merapikannya. Ia mengumpulkan pakaian kotor Alena dan memasukkannya ke dalam keranjang cucian. Namun sesuai kebiasaan yang diajarkan ibunya, harus mengosongkan saku pakaian terlebih dahulu. Walanae menemukan beberapa benda dari dalam saku pakaian sekolah Alena, diantaranya ia menemukan lipstik dan cermin kecil. Namun bukan itu yang membuatnya kaget, akan tetapi kertas kusuk yang bertuliskan aku mencintaimu dalam bahasa Inggris. "I ❤️ U" Singkatan kata itu bukan ditulis menggunakan tinta tapi disulut dari puntung rokok. Betapa kagetnya Walanae melihat itu. Ia yakin hanya satu orang yang bisa melakukan itu, yaitu Mario. Sama halnya yang ia lakukan pada dirinya dulu, di mana Mario menyulut puntung rokok bagian belakang baju sekolah yang membentuk singkatan aku mencintai kamu itu dalam bahasa Inggris. "lelaki itu psikopat' gumam Walanae meremas kencang kertas itu. Sejak melihat tulisan di kertas itu Walanae semakin tidak tenang. Ia tidak bisa berdiam diri lagi dan membiarkan hubungan mereka semakin jauh. Walanae memantapkan diri untuk menggunakan sebagian waktunya mengurusi masalah Alena. Dia sangat perihatin dengan adiknya. Perjalanannya masih jauh, dia masih kecil. Pasti orang guanya akan murka jika mengetahui apa yang terjadi dengan adiknya itu. Walanae yang sangat teliti itu tidak ingin gegabah mengambil langkah. Meskipun kecurigaannya kuat mengarah pada Mario, namun itu belum cukup baginya untuk menjadi alasan mendatangi rumah keluarga Mario di lorong sempit belakang kompleks perumahan mereka itu. Apalagi Mario itu sudah mendekam di penjara beberapa tahun silam karena kasus obat-obat terlarang. Demi memecahkan rasa penasarannya itu tentang keberadaan Mario sebenarnya, Walanae berusaha menemukan informasi dengan mendatangi lembaga pemasyarakatan tempat Mario dulu di tahan. Akhirnya ia mendapatkan informasi kalau Mario sudah bebas dua bulan yang lalu dan informasi terakhir berhasil dia dapatkan kalau Mario kembali ke tempat tinggal keluarganya, rumah kontrakan sang ibu yang dulunya merupakan pemilik tanah itu, namun karena Mario akhirnya mereka kehilangan semua asetnya. Walanae makin yakin, kalau lelaki yang membuat adiknya seperti itu adalah Mario. Dalam kurun dua bulan terakhir Alena mengalami perubahan sikap sejak sering lewat di lorong kecil di belakang kompleks rumah mereka, setiap sore saat pulang dari tempat bimbingan belajarnya. Walanae merasa cukup bekal untuk menyambangi Mario di tempat tinggal ibunya, namun dia yang tidak mendapati Mario di rumah kontrakan sang ibu, melanjutkan pencariannya ke studio musik yang ditunjukkan oleh ibu Mario kepadanya. Melihat kemunculan Walanae, berdiri di depan pintu studio yang sedang terbuka itu, Mario yang sementara memainkan drumnya tiba-tiba berhenti. Ia tidak percaya siapa wanita yang dilihatnya itu. Bayang-bayang wanita yang berdiri di depan itu makin jelas saat ia melangkah masuk ke dalam studio. Wanita itu tidak asing baginya. Wajah cantiknya masih melekat jelas dalam ingatannya. Dia adalah gadis remaja yang yang membuatnya tergila-gila beberapa tahun silam. "Walanae" kata Mario yang melihat Walanae tanpa berkedip "Iyya...ini aku...ingatan kamu bagus juga" Balas Walanae dingin "Tentu... tentu saja... ingatanku masih sangat berfungsi dengan baik" Mario salah tingkah "Iyya sangat baik" Walanae seolah menyindir "Kamu yakin tidak salah alamat?" Tanya Mario yang kembali menyenggol Walanae "Aku tidak pernah salah langkah...aku tahu tujuanku tidak salah" dingin dan kedengaran angkuh jawab Walanae "Maaf di sini studio...bukan rumah...aku tidak bisa mempersilahkan kamu duduk...kamu liat sendiri kondisinya" sambil menunjukkan kondisi dalam studio yang berantakan "Aku datang bukan untuk bertamu, tapi kamu tahu sendiri apa yang membuat aku ke sini" Walanae mulai mengeluarkan nada ketus "Apa karena rindu yang membuat kamu ke sini...sudah lama sekali kan kamu tidak melihat wajah aku" Gombalan Mario membuat Walanae salah tingkah "Kamu tidak pernah berubah" jawab Walanae ketus "Kamu yang masih tetap sama...wanita keras kepala yang angkuh" mengingatkan Walanae tentang dirinya di masa lalu "Aku ke sini bukan untuk membahas masa lalu atau tentang aku dan kau" tegas Waelanae "Lalu apa yang membawamu ke sini...urusan kita sudah selesai saat itu juga" Usaha Mario mengalihkan pembicaraan "Belum...urusan kita belum selesai...tapi kamu baru saja memulainya kembali" Kata Walanae membalas ucapan Mario Mario berpura-pura tidak mengerti apa yang dimaksud Walanae "Oiyya, suami kamu mana, boleh kamu kenalkan dia ke aku?" Tanya Mario yang tetap berusaha mengalihkan pembicaraan Walanae "Atau jangan-jangan kamu itu ke sini tanpa sepengetahuan suami kamu?...itu bisa jadi masalah...aku takut kalau tiba-tiba saja suami kamu datang ke sini bawa massanya dan gebukin aku karena kamu. Lanjut Mario lagi "Kamu tidak usah khawatir... segala sesuatu yang aku lakukan itu semua atas izin dan sepengetahuan suami aku" Walanae ketus "Istri yang baik... beruntung sekali dia...dulu kamu juga anak yang baik...paling patuh pada orang tua" sindiran Mario tanpa melihat Walanae, dia sibuk memperhatikan drumnya. "Cukup...aku ke sini untuk meminta sama kamu... Jauhi dia...dia itu masih kecil" pinta Walanae pada Mario Mario yang sedang sibuk itu tiba-toba terdiam mendengar ucapan Walanae itu. "Dia...(berpura-pura berpikir) dia itu gadis manis penghuni kompleks depan ya" Mario tanpa basa-basi itu membuat Walanae geram "Tolong kamu jangan ganggu adik aku...lepaskan dia... sekarang ini waktunya dia belajar.. sebentar lagi ujian akhir sekolahnya berlangsung...kamu jangan kacaukan hidup dia" minta Walanae lagi "Salah dia... siapa suruh dia manis...siapa suruh dia cantik...tidak mudah melupakan gadis seperti dia...Maaf permintaan kamu itu terlalu sulit untuk dikabulkan" Mario membuat Walanae makin panas "Kamu jangan melampiaskan dendam pada Alena, dia tidak tahu apa-apa" kata Walanae "Dendam?" Tanya Mario bingung "Aku tahu, kamu hanya ingin balas dendam sama aku dan keluarga aku..tolong lepaskan Alena, jangan ganggu dia. Dia itu masih kecil, Mario" Walanae memohon pada Mario Mendengar kata-kata Walanae itu membuat kuping Mario panas. Dia berdiri meninggalkan kesibukannya pada drum. "Kamu perlu tahu...kalau ini bukan dendam...ini tentang rasa...ini cinta...aku jatuh cinta pada Alena...adik kamu" pengakuan Mario dengan tegas itu sangat mengejutkan Walanae dan membuatnya syok "Itu tidak mungkin" Walanae tidak percaya ucapan Mario "kamu ternyata masih belum percaya cinta...lantas pernikahan yang kamu jalani sekarang itu apa?" terang Mario "itu tidak mungkin...aku tidak pernah melihat cinta di mata kamu, yang ada hanya ambisi" Nada Walanae yang masih syok mendengar pengakuan Mario itu. "Mungkin saja...apa sih yang tidak mungkin...aku lajang dan adik kamu itu juga lajang kan, di mana letak salahnya?...yang salah kalau aku jatuh cinta pada kamu yang sudah bersuami " tegas Mario "perasaan kamu pada Alena hanya sebuah ambisi...ambisi dan dendam kamu" lanjut Walanae lagi "kamu butuh pembuktian apa? aku akan tunjukkan..." Mario menantang Walanae "cukup...aku tidak bisa percaya itu...kamu ingat tidak.. dia itu adik aku...adik kecil aku yang waktu itu kamu suka kasih coklat setiap kali kamu meminta bantuannya menyampaikan surat cinta kamu ke aku...dia itu adikku...dia gadis kecil yang sangat mungil itu...dia Alena...kenapa kamu memilih dia" Walanae berusaha mengingatkan Mario yang seolah bermasa bodoh itu. Lalu Walanae menepuk d**a Mario dan membuatnya terpojok di dinding. "ia anak kecil yang ketakutan, memeluk ibunya dan bersembunyi di pangkuan ibu saat mendengarkan suara tembakan dari petugas yang mengejar-ngejar kamu malam itu... bahkan sampai sekarang masih trauma kalau mendengar suara-suara keras" lanjut Walanae yang makin marah Mendengar ucapan Walanae itu, Mario hanya terdiam dan membuang mukanya. Namun Walanae makin tidak terkendali, karena amarahnya ia lupa menjaga jarak dari Mario. Ia menekan tubuh Mario dan memegang wajah Mario, memaksanya mengangkat wajah dan menatap matanya. Membuat mereka hampir berciuman. Walanae akhirnya bergegas melepaskan tangannya dari tubuh Mario saat bayangan masa lalu terlintas dibenaknya. Ia pernah berada di posisi yang sama, begitu dekat dengan Mario bahkan sampai bibir mereka berciuman. Kejadian itu saat Mario menculiknya dan membawanya ke studio itu sesaat setelah ia menolak mentah-mentah cinta Mario di depan umum, di sekolah mereka. Mario yang tidak terima, merasa dipermalukan lalu menculik Walanae saat perjalanan pulang dari sekolah. "Apapun bentuknya itu, aku minta kamu lepaskan Alena...kalau tidak...kamu akan berurusan dengan aku" Walanae yang marah mengancam Mario yang masih diam seribu bahasa. Mario lalu menepis tubuh Walanae dari hadapannya. Ia kembali ke posisinya semula saat Walanae datang dan mengambil stik, tongkat pemukul drum lalu memainkan drumnya dengan keras hingga membuat Walanae tidak bisa bicara lagi. Walanae yang kehabisan kata saat itu juga meninggalkan Mario bersama drumnya. Walanae tidak percaya apa yang ia dengar dan lihat sendiri dari Mario. Ia tahu betul siapa Mario. Ia lelaki yang nekat. Sementara Mario yang masih saja memainkan drumnya itu, menunjukkan isyarat marah melalu stik, tongkat pemukul drumnya yang patah-patah. Bayangan-bayang wajah Alena kecil dan Walanae berseliweran di hadapan Mario. Ia membekap mulutnya dan berteriak keras, seolah menahan tangisnya. kata-kata Walanae menyayat hatinya. Wanita itu sudah membuka luka lama Mario yang belum sembuh seutuhnya. Mario mengamuk dan melampiaskan amarahnya membuat seisi studio berantakan. Tidak ada satupun warga setempat yang berani mendekat ketika mendengar kegaduhan dari dalam studio. Kedatangan Walanae ke tempat itu menjadi bumerang baginya. Walanae bak membangkitkan macan tidur, Mario yang berusaha memulai menata hidup barunya itu seolah tertantang oleh kata-kata Walanae. Kedatangan Walanae bukan membuatnya menyerah, tapi membuatnya semakin agresif. Ia tidak mau mundur, Mario bahkan makin melancarkan aksi pendekatannya pada Alena, tanpa merasa takut pada siapapun lagi. Mario semakin agresif.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD