Alena dan Penghuni g**g Sempit

5000 Words
Alena Andrita adalah seorang gadis manis yang polos dan manja. Berasal dari keluarga utuh, bahkan hampir sempurna. Mereka tinggal di sebuah kompleks perumahan kalangan menengah. Alena tumbuh dengan penuh kasih sayang keluarga. Segala kebutuhannya terpenuhi. Umurnya sudah tujuh belas tahun, namun keluarganya masih menganggapnya sebagai gadis kecil mereka. Selain cantik dan memiliki tubuh yang ideal, Alena juga gadis yang berprestasi di bidang akademik dan di bidang kesenian. Ia menjadi kesayangan keluarga, teman-teman dan guru-gurunya di sekolah. Bungsu dari tiga bersaudara ini bak mutiara bagi keluarga. Keluarga menjaganya dengan baik. Mereka memberi perhatian penuh pada Alena. Mulai dari kesehatan, penampilan, pendidikan, pergaulan dan bahkan sampai hal kecil sekali. Ayahnya yang seorang pensiunan tentara negara Indonesia (TNI) memberikan perlindungan penuh terhadap anaknya itu. Sedangkan ibunya seorang perawat. Dia selalu memastikan kesehatan anak-anaknya. Kakak pertama Alena seorang laki-laki yang mengikuti jejak sang ayah, menjadi anggota TNI, dan kakak perempuannya yang nomor dua berprofesi sebagai seorang ahli gizi dan sudah menikah dengan seorang dokter gigi. Alena sendiri baru duduk di bangku kelas tiga atau dua belas di sekolah menengah atas. Dia sangat tertarik di bidang seni. Mereka juga berlatar belakang dari keluarga yang taat. Alena Andrita yang hidup berkecukupan, menikmati masa remajanya dengan indah. Tidak ada guratan kesedihan di wajahnya, apalagi beban hidup. Tugasnya hanya belajar dan bermain bersama keluarga. Untuk memproteksi Alena, keluarga menjauhkannya dari kehidupan luar. Alena tidak pernah dibiarkan bergaul di luar rumah dan kontak dengan orang lain, kecuali teman-teman dan guru-gurunya di sekolah. Alena tidak pernah dibiarkan berjalan sendiri. Antar jemput ke sekolah sudah menjadi tugas sehari-hari kedua kakaknya. Memiliki ayah seorang pensiunan TNI, yang mendidik anak-anaknya penuh kedisiplinan. Kedua kakak Alena tumbuh dengan didikan militer. Hidup mereka teratur. Begitu juga dengan Alena, hanya saja ayahnya tidak begitu keras pada putri bungsunya itu. Kehidupan keluarga Alena, cukup kontras dengan masyarakat yang ada di belakang kompleks rumah mereka. Tembok besar menjulang tinggi menjadi pembatas antara rumah Alena dengan g**g kecil di belakang. Sebelum menjadi g**g kecil dan lorong kecil. Tanah itu dulu milik seorang anggota polisi yang sudah meninggal. Dia sahabat ayah Alena. Rumahnya tepat di samping rumah keluarga Alena yang sudah dijual oleh anak istrinya. Lalu mereka membuat pondok-pondok di atas tanah itu yang kini berubah menjadi g**g dan pemukiman padat penduduk. Terlihat jelas sekali perbedaan kehidupan strata sosial dengan penghuni kompleks dan penghuni g**g sempit itu. Terutama kaum wanitanya. Penampilan dan bentuk tubuh mereka kontras sekali. Penghuni kompleks depan kaum terdidik sedangkan penghuni g**g sempit itu masyarakat awam dan banyak pengangguran. Ayah Alena membatasi kontak keluarganya dengan penghuni g**g di belakang, begitu juga para penghuni kompleks yang lainnya. Anak-anak mereka tidak bergaul dengan anak-anak penghuni g**g kecil itu. Oleh sebab itu, terbentuk kelompok dan perselisihan yang sudah berlangsung lama di antara mereka. Alena duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah atas itu beberapa bulan lagi memasuki bangku kuliah. Sebagai persiapan menghadapi ujian akhir di sekolah dan persiapan masuk universitas impiannya, Alena harus ikut kegiatan bimbingan belajar yang mengharuskannya banyak ke luar rumah. Di tengah kesibukannya itu, kakak lelaki Alena dapat tugas di luar kota, dan kakak perempuannya masih sementara bulan madu. Oleh karena itu, tugas mereka yang antar jemput Alena diambil alih oleh ayahnya mereka. Tapi, mengingat ayahnya sudah tidak muda lagi, tentu saja urusan antar jemput Alena yang mulai berangkat ke sekolah sampai pulang bimbingan belajar akan menguras tenaga. Mereka menghawatirkan kondisi ayah mereka, oleh karena itu mereka memutuskan untuk menyewa jasa pengemudi taksi yang akan mengantar jemput Alena. Akan tetapi, bukan cuma itu permasalahan yang dihadapi Alena. Jalanan kompleks perumahan mereka sedang dalam perbaikan. Itu akan makan waktu beberapa bulan ke depan, membuat mobil taksi pesanannya sering terlambat menjemput dan mengantar Alena karena terhalang oleh pekerjaan jalan itu. Pihak keluarga Alena khawatir, kegiatan belajar Alena akan terganggu. Apalagi ujian akhir sekolah sudah dekat. Mereka sangat mengutamakan pendidikan, oleh karena itu mereka tidak ingin nilai Alena kacau gara-gara persoalan susahnya akses. Polemik antar jemput Alena itu, berlangsung beberapa hari dan menyita perhatian keluarga. Akhirnya mereka menemukan jalan keluar. Tapi mereka sadar itu akan berat bagi Alena, namun hanya itulah satu-satunya cara. Alena harus berjalan melewati g**g sempit di belakang kompleks untuk sampai di pinggir jalan tempat taksi sewaannya menunggu, begitu pula saat pulang. Alena harus berjalan lagi melewati tempat itu. Akhirnya Alena harus berangkat dari rumah dan pulang ke rumah melewati g**g itu. Oleh karenanya, Alena memilih untuk lanjut ke tempat bimbingan belajarnya setelah pulang sekolah, sehingga membuatnya hanya dua kali melewati g**g sempit itu, yaitu pagi dan sore, saat berangkat sekolah dan pulang dari bimbingan belajar. Cerita Alena melewati g**g sempit itu dimulai. Bak durian runtuh bagi penghuni g**g itu. Hari pertama Alena berjalan melewati g**g itu, sendiri. Berbagai reaksi yang diperlihatkan oleh penghuni g**g itu. Ada yang menatap penuh curiga, ada yang seperti mau menerkamnya dengan sangar. Ada seolah melihat seorang putri kerajaan yang sedang berjalan dihadapannya, ada pula yang seolah melihat seorang artis. Tidak ketinggalan perkumpulan anak muda g**g itu yang sedang nongkrong di depan studio kecil mereka. Studi musik yang sering mengusik ketenangan penghuni kompleks depan. Alena tidak bisa lolos dari gangguan mereka. "waw...cantik" "kamu yang manis, mampir dong..." "anak depan ya?" Alena harus mendengarkan cuitan mereka hingga keluar dari gerbang g**g itu dan lekas naik ke dalam mobil. Alena begitu syok. Wajah dan tingkah penghuni g**g itu membayanginya. Membuatnya berpikir, tidak ingin pulang melewati g**g itu lagi. Dia menelpon ayahnya dan menyampaikan kejadian itu pada ayahnya. Akhirnya saat pulang, ayahnya datang menjemputnya di depan gerbang g**g sempit itu menggunakan sepeda motor khasnya. Ayahnya mencoba menerobos g**g sempit yang padat penduduk itu. Mereka begitu segan, tidak berani menatap Alena dan ayahnya. Esok harinya Alena kembali harus melewati g**g itu karena perintah dan jaminan keamanan dari ayahnya. Betul juga, kata ayahnya, tidak akan ada yang berani mengganggunya lagi apalagi sampai menyentuhnya. Alena yang melangkah ragu dengan perasaan harap-harap cemas berhasil melewati g**g itu. Tidak seorang pun yang mengganggu mereka. Saat pulang, ayahnya tidak menjemputnya lagi. Ayahnya senang saat Alena menceritakan pengalamannya itu. Ayahnya lega Alena bisa mengikuti kegiatan belajarnya dengan tenang. Cerita Alena melewati g**g sempit itu saat berangkat sekolah juga pernah dialami kakak perempuannya dan kakak laki-laki. Hanya saja, kakak laki-lakinya harus sampai berkelahi dengan salah satu pemuda dari g**g sempit itu yang melahirkan dendam turun temurun antara penghuni g**g sempit itu dan penghuni kompleks depan. Kakak perempuan Alena pernah menjadi sasaran balas dendam pemuda g**g sempit itu yang membuat ayahnya mengamuk. Itulah sebabnya, ketika mereka mengetahui siapa ayah Alena, mereka tidak berani lagi mengganggunya. Alena yang polos dan lugu itu akhirnya harus melewati g**g sempit itu setiap hari tanpa didampingi oleh ayah atau kakaknya. Sebagai seorang remaja yang tidak terbiasa berjalan atau keluar rumah sendiri Alena merasa sangat canggung, was-was, malu-malu dan takut melewati g**g itu. Apalagi sikap penghuni g**g itu tampak dingin. Mereka menatap Alena dengan tatapan tidak bersahabat. Begitu juga anak-anak muda yang selalu nongkrong di depan studio yang letaknya di sudut ujung luar g**g sempit itu. Mereka menatap Alena dengan dingin. Namun, kondisi itu tidak berlangsung lama. Mereka kedatangan penghuni baru yang merubah mereka dalam kurun waktu dua minggu. Alena yang libur sekolah dan bimbingan belajar itu kaget juga heran dengan perubahan fisik tingkah penghuni g**g sempit itu.Tembok rumah dan jalannya dicat warna warni, sepanjang pinggir jalan g**g dihiasi bunga-bunga dengan pot berjejer rapi. berbagai umbul-umbul menghiasi langit-langit g**g itu. Studio yang tadinya terbengkalai itu kini telah diperbaiki dan difungsikan oleh pemuda setempat. Alena heran dengan perubahan sikap penghuni g**g yang sangat ramah terhadapnya. Alena sempat merasa salah masuk g**g. Ia bagaikan seorang model yang berjalan di atas catwalk dengan ratusan pasang mata memandang ke arahnya. Alena yang berangkat sekolah sudah melewati jalur utama depan kompleksnya karena jalanan itu sudah selesai diperbaiki. Tapi saat pulang dari bimbingan belajarnya, Alena tetap memilih melewati g**g sempit itu dengan dalih ingin melatih diri berjalan kaki supaya sehat. Oleh karena itu dia mendapat izin dari keluarganya. Alena berjalan menyusuri jalanan g**g sempit itu menuju rumahnya dengan perasaan senang, tiba-tiba langkahnya terhenti saat melewati studio itu. Alena terpaku, mematung. Dia mendengarkan seseorang bernyanyi dari dalam studio yang lagu dinyanyikannya adalah lagu yang selalu didengarkannya sejak kecil, karena itu adalah lagu dari band kesukaan kakak perempuannya. Alena terpukau dengan suara lelaki itu, hingga membawanya ke alam tidurnya. Suara lelaki itu selalu terngiang di telinga Alena membuatnya menunggu pagi. Esok harinya Alena memutuskan lewat di g**g sempit itu lagi dengan harapan akan bisa mendengarkan kembali seseorang menyanyi dalam studio itu. Betul saja yang dipikirkan Alena, suara itu terdengar kembali dengan menyanyikan lagu yang sama dari band tersebut. Alena makin penasaran siapa penyanyi itu. Alena mulai mencari tahu. Tanpa dia sadari bahwa sebenarnya dia mulai ngefans dengan suara itu. Jiwa muda Alena bergejolak dia tidak bisa menahan diri mencari tahu siapa pemilik suara itu. Akhirnya Alena yang seharusnya pulang dari tempat bimbingan belajarnya itu beberapa jam lagi, kini pulang lebih cepat tanpa sepengetahuan orang tua dan kakaknya. Alena sengaja bolos demi menjalankan rencananya. Alena yang memasuki g**g sempit itu celingak-celinguk melihat sekelilingnya. Kebetulan masih siang penghuni g**g itu masih sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Berbeda dengan sore hari, di mana mereka semua keluar nongkrong di sepanjang g**g itu. Alena akhirnya menemukan waktu yang tepat untuk mendekati studio itu. Alena mencari cela untuk mengintip ke dalam, namun alangkah malunya Alena ketika aksinya itu dipergoki oleh seseorang dari belakangnya. Suara lelaki dengan nada berat. "Hem...Ade cari siapa?" tanya orang itu Alena yang kepergok, syok. Wajahnya memerah. Sekujur tubuhnya menjadi dingin. Kakinya gemetaran. Dia memutar tubuhnya dengan menutup wajahnya menggunakan tas selempangnya. Tanpa membalas pertanyaan lelaki itu Alena berjalan dengan langkah seribu dan menghilang dari pandangan lelaki itu. Lelaki itu tertawa geli melihat aksi Alena. Alena yang kepergok hari itu tidak berani lagi menampakkan dirinya di g**g sempit itu. Jangankan lewat, untuk membayangkannya saja membuat tubuhnya menggigil. Kondisi Alena itu membuat orang tua dan kakak perempuannya menjadi khawatir, apalagi sebentar lagi ujian akhir sekolah berlangsung. Setelah beberapa hari Alena tidak melintas di g**g sempit itu, ternyata menjadi perhatian seorang penghuni g**g itu. Dia adalah lelaki yang memergoki Alena itu. Lelaki pemilik suara merdu itu. Dia sudah memperhatikan Alena sejak hari pertama melihat Alena lewat yang langkahnya sering terhenti di depan studio itu. Dia mulai mencari tahu siapa gadis itu. Akhirnya ia mendapatkan informasi kalau gadis itu adalah anak dari pensiunan tentara yang tinggal di kompleks depan. Mendengar itu dia makin penasaran dengan sosok Alena. Dia yang mengetahui Alena tinggal di kompleks depan itu tentu saja punya jalur lain untuk berangkat sekolah. Lelaki itu mencari cara bertemu Alena. Ketika dia melihat mobil yang ditumpangi Alena lewat, pulang dari tempat belajarnya, beberapa orang temannya dari g**g itu menabur paku di jalan tepat di depan pintu gerbang g**g mereka tinggal. Alena kaget mendengar suara ban kempes itu, tapi yang membuat Alena lebih kaget lagi mobil itu terhenti tepat di depan g**g sempit tempat dia selalu lewat itu. Melihat kondisi ban mobilnya kempes. Kakak ipar Alena yang jemput Alena hari itu meminta Alena turun dan berjalan kaki melewati g**g itu untuk sampai di rumah dengan cepat karena dia harus mengganti ban mobilnya terlebih dahulu. Alena yang berat hati menuruti perintah kakak iparnya itu. Alena yang penuh ragu melangkahkan kakinya memasuki gerbang g**g itu. Dia melihat kiri kanannya. Ia takut kalau orang yang memergokinya tempo hari itu akan melihatnya. Alena melihat sekitar studio itu sepi. Akhirnya Ia mengambil langkah seribu dengan wajah tertunduk. Alena ingin segera menghilang dari g**g itu. Namun tiba-tiba Alena merasakan tubuhnya menabrak sesuatu di depannya. Dia melihat sepasang kaki di depannya. Lalu wajahnya diangkatnya ke atas, tepat matanya tertuju ke sepasang mata yang pandangannya begitu tajam. Mereka bertemu pandang. Lelaki itu tidak kalah lebih kagetnya dari Alena. Tubuhnya mematung hingga tidak menyadari Alena telah menghilang dari hadapannya itu. Dia baru tersadar ketika temannya menghampiri. Dia langsung bergegas masuk dalam studio dan minum air putih. Sekujur tubuhnya basah karena keringat dingin. Kakak dan ibunya sangat cemas melihat kondisi Alena. Apalagi Alena tidak terlihat pulang dengan kakak iparnya yamg seharusnya bersamanya itu. Mereka baru bisa tenang ketika Alena mengarang cerita, dikejar anjing ketika lewat di g**g belakang kompleks karena mobil kakak iparnya mengalami ban bocor. Sementara lelaki itu menyendiri di dalam studio. Wajah Alena selalu membayanginya. Gadis itu adalah gadis yang sama yang pernah dikenalinya beberapa tahun yang lalu. Baju seragam putih abu-abu, rambut panjang yang lurus, tinggi badan yang ideal, kulit putih dan mata yang sayu juga cara berpenampilan. Lelaki itu tidak mempercayai apa yang dilihatnya, dan tidak mungkin orang yang sama berada di waktu yang berbeda tanpa mengalami perubahan fisik sedikitpun. Lelaki itu mencoba menenangkan diri. Akhirnya dia mencoba mengingat kembali, berdasarkan informasi yang didapatinya. Nama gadis itu adalah Alena. Anak dari pensiunan tentara yang tinggal di kompleks depan. Terlintas dibenaknya, dia jatuh cinta pada seorang gadis yang merupakan anak seorang anggota TNI kala itu, dan merupakan anak dari sahabat ayahnya juga sekaligus tetangga mereka yang tinggal di kompleks depan itu, bernama Walanae. Walanae dan Alena adalah dua wanita yang serupa namun berbeda masa dijumpai olehnya. Lelaki itu adalah Mario Mariolo. Anak seorang anggota polisi yang tinggal satu kompleks dengan keluarga Alena. Kedua keluarga itu, cukup terpandang. Namun, sayang sekali, di usia mudanya, Mario salah pergaulan, Mario menjadi pecandu n*****a. Itu membuatnya putus sekolah dan kehilangan masa mudanya. Sebelumnya, Mario adalah pemuda yang baik, anak yang patuh dan taat pada orang tua. Wajahnya yang rupawan, kulitnya putih, alis tebal, mata tajam, hidung mancung, bibir tipis, potongan rambut seperti anak muda Korea dan tinggi bada seperti model cover boy. Mario jadi idola di sekolah, di kompleksnya, dan juga tempat nongkrongnya. Setiap gadis-gadis yang melihatnya langsung terpikat pesonanya. Apalagi saat itu, pembawaan Mario, cool dan macho dan selalu jaga image. Cara berpakaiannya seperti orang Jepang, soal penampilan dia berkiblat pada Jepang, Harajuku. Anak muda dengan seragam abu-abu menunggangi sepeda motor Ninja masa itu sudah tampak keren sekali dan jadi idola kaum hawa. Hidup Mario terlihat sempurna saat itu, apalagi dia juga seorang vokalis dan drummer dari sebuah band. Penampilannya benar-benar mampu menghipnotis para gadis. Kondisi itu membuat Mario kerap sekali Gonta ganti pacar. Sehingga mendapat cap seorang playboy di kalangan teman-temannya. Mario yang terkenal playboy itu akhirnya kena batunya. Dia jatuh cinta pada seorang gadis yang tidak menginginkannya. Gadis itu merupakan teman sekolahnya sendiri ketika mereka duduk di bangku sekolah menengah atas, dia itu sekaligus juga anak dari tetangga satu kompleksnya yang merupakan putri dari sahabat ayahnya, seorang anggota TNI. Wanita itu adalah Walanae. Kakak perempuan dari Alena yang sekarang sudah menikah dengan seorang dokter gigi. Mario jatuh cinta berat pada kakak perempuan Alena tersebut. Pertemuan pertama mereka ketika Mario baru saja pindah ke sekolah barunya. Sebelumnya Mario adalah siswa pindahan dari kota lain tempat ayahnya pernah bertugas. Mario yang anak baru di sekolah itu, melihat Walanae tampak berbeda dengan gadis-gadis lainnya. Dia begitu cuek, bahkan Mario yang terkenal ganteng itu tidak membuatnya bergeming. Mario yang selalu dikelilingi wanita-wanita cantik penasaran dengan gadis yang satu itu, Walanae. Mario tidak menyangka jika gadis yang disukainya itu adalah anak dari satu kompleks tempat tinggalnya bahkan mereka tetanggaan. Usut punya usut lagi, gadis itu adalah teman sepermainan masa kecilnya dulu sebelum ayah mereka masing-masing dipindah tugaskan ke kota lain. Mereka bertemu kembali saat di bangku sekolah menengah atas, kelas dua atau sebelas saat ini. Walanae yang masih polos dan lugu sangat patuh pada orang tua. Pesan ayahnya selalu diingatnya. Dia tidak boleh pacar-pacaran. Tugasnya cuma belajar. Dia harus jadi siswa berprestasi yang membanggakan kedua orang tuanya. Oleh karena itulah dia berusaha menghindari Mario yang selalu mencoba mendekatinya. Mario adalah pejuang cinta sejati. Berbagai cara dilakukannya untuk menaklukkan hati Walanae. Mario mencari kelakuan baik pada orang tua Walanae. Dia selalu ikut dengan ayahnya ke tempat ibadah yang tentu saja ada ayah Walanae bersama mereka. Tempat paling nyaman bagi Walanae adalah perpustakaan. Si cantik yang kutu buku itu sangat suka membaca. Itulah sebabnya dia selalu di perpustakaan saat waktu senggang di sekolah. Mario yang mengetahui kebiasaan Walanae itu mencoba mengambil kesempatan. Dia ikut nongkrong di perpustakaan, berbagai macam cara dilakukan untuk menarik perhatian Walanae, namun itu tidak berhasil juga. Cara lain dicobanya, dia menawari Walanae untuk pulang bersama, namun ditolak mentah-mentah oleh Walanae. Gejolak asmara yang dirasakan Mario tidak dapat dibendungnya lagi. Dia berani menyatakan cintanya pada Walanae dengan cara memakai pengeras suara di tengah lapangan sekolah mereka. Walanae sangat malu karena hal itu. Dia semakin menjauhi Mario. Mario pernah membohonginya saat pulang sekolah dan membawanya ke sebuah taman yang sudah dipersiapkan olehnya untuk meyakinkan Walanae. Malah itu membuat Walanae marah besar padanya. Mario mulai dilanda keputusasaan. Dia sudah kehabisan akal, segala macam cara yang baik dia sudah lakukan, namun gagal. Akhirnya dia menghadang Walanae saat pulang sekolah. Walanae yang saat itu pulang sendiri karena ayahnya sedang keluar kota, tidak menyangka Mario akan senekat itu. Dia menghadang Walanae. Lalu membawa Walanae ke sebuah bangunan kosong. Di sana dia membekap Walanae setengah hari, hingga malam tiba yang membuat ayah Walanae meninggalkan tugasnya demi pulang mencari anak perempuan itu setelah mendapat kabar dari istrinya kalau Walanae belum sampai di rumah sejak pulang sekolah. Walanae yang ketakutan hanya bisa menangis. Setelah puas mencoret-coret baju Walanae yang berisikan tentang perasaannya. Mario lalu menggambar bentuk hati menggunakan puntung rokok yang membuat baju Walanae berlubang-lubang. Setelah melakukan aksinya itu, dia mengantarkan Walanae pulang ke rumahnya. Aksinya itu membuat murka ayah Walanae. Ayah Walanae mengamuk mendatangi rumah orang tua Mario. Orang tuanya berusaha melindungi anak mereka, namun saat mereka baru saja tahu kelakuan anaknya itu, ayahnya langsung mendatangi Mario di kamarnya dan menghantamkan ikat pinggang yang selalu dipakai saat bertugas itu, ke tubuh Mario. Mario pasrah menerima hukuman itu. Tidak tampak penyesalan di raut wajahnya. Dia malah tersenyum melihat luka-luka lebam wajahnya di cermin. Dari situlah awal perubahan sikap Mario. Pihak sekolah mengeluarkannya, akhirnya ayahnya mengirimnya ke sekolah pembuangan. Di sana tempat berkumpulnya anak-anak nakal yang bermasalah. Mario yang makin hari semakin tidak terkendali, membuat ayahnya kewalahan. Berawal dari sekolah pembuangan itu, Mario mengenai obat-obat terlarang. Mario menjadi pemakai, dia mulai mengkonsumsi n*****a yang membuatnya menjual barang-barang kesukaannya demi mendapatkan obat-obat terlarang tersebut. Mario menjual sepeda motornya tanpa sepengetahuan keluarganya. Itu membuat ayahnya naik pitam dan memasukkannya dalam sel tempatnya bertugas, dengan harapan itu akan membuatnya jera. Mario berhasil mengelabui ayahnya. Selama dalam sel dia memperlihatkan kelakuan baiknya. Itu membuat ayahnya tergugah sehingga memberinya kebebasan. Tidak cukup satu bulan kebebasannya Mario kembali berulah, kali ini dia berani mencuri uang dan perhiasan ibunya, lalu membawanya kabur. Lama menghilang tidak ada kabar, tiba-tiba wajah Mario terpampang di bagian depan sebuah surat kabar harian langganan ayahnya, yang bertuliskan buronan p**************a dari kota lain. Ayahnya yang kaget bukan kepalang, langsung jatuh sakit karena tidak tahan lagi dengan tingkah anaknya. Pasca pemberitaan itu, ayahnya sakit berat dan kondisi ekonomi keluarganya terpuruk. Demi pengobatan ayahnya dan biaya hidup keluarganya, ibu dan kakaknya menjual rumah tinggal mereka. Lalu mereka mendirikan pondok kecil di atas tanah peninggalan kakek Mario di belakang kompleks, yang kini menjadi g**g sempit padat penduduk. Sejak itulah keluarga Mario menjadi penghuni g**g itu. Uang hasil penjualan rumah mereka tidak bertahan lama. Setelah opersi besar sang ayah, keluarganya sudah mulai kekurangan uang. Sang ayah yang belum juga memperlihatkan kesembuhan makin hari makin parah, dan membutuhkan pengobatan yang ekstra. Oleh karena itu, kemudian sedikit demi sedikit tanah yang tersisa di jual ke orang lain yang kini memadati g**g di belakang kompleks itu. Belum cukup sampai di situ ulah Mario. Dia mengambil hutang di mana-mana dan menjadikan rumah dan tanah ayahnya sebagai jaminan. Itu membuat keluarganya kedatangan tim penagih hutang yang hampir tiap hari. Itu membuat kondisi ayahnya makin terpuruk hingga meninggal dunia. Mario yang mencoba bersembunyi dan menghilang itu akhirnya mendengar kabar meninggalnya sang ayah. Dia memutuskan pulang dan menghadiri pemakaman ayahnya. Kepulangannya itu menjadi kesempatan bagi pihak kepolisian untuk menangkapnya, setelah beberapa laporan masuk tentang kasus penipuan, pencurian dan buronan kasus n*****a. Sebelum sang ayah dibawah ke pemakaman, anggota kepolisian sudah mengepung pondok kecil tempat sang ayah disemayamkan. Mario tidak bisa lolos, posisinya terkunci. Dia mencoba melarikan diri, namun timah panas melesat tajam bersarang di betis, kaki kirinya. Tepat di depan pagar rumah Walanae. Mario tumbang. Dia tidak berdaya. Gelang borgol mengikat kedua tangannya. Dia berteriak memanggil ayahnya. Ibunya memalingkan wajah. Kakaknya tertunduk, tidak bisa menatap adiknya itu. Hari itu menjadi tontonan warga setempat. Mario anak yang tadinya baik itu, kini berubah menjadi seorang penjahat. Kriminal. Waelanae yang mengintip dari balik jendela kamarnya merasa terpukul menyaksikan peristiwa penangkapan Mario itu, tapi dia berusaha menyembunyikan dari orang tuanya. Alena kecil ketakutan memeluk ibunya karena mendengar suara tembakan yang beberapa kali dilepaskan ke udara oleh para polisi yang mengejar Mario. "Walanae, tutup pintu dan semua jendela" seru ayahnya Waelanae bergegas menutup jendelanya dan berlari ke depan hendak menutup pintu. Tanpa sengaja matanya mengarah ke Mario yang sudah tergeletak tidak berdaya di depan rumahnya dan digelandang polisi naik ke mobil patroli yang parkir di sudut kompleks depan rumah keluarga Walanae. Mario menyadari keberadaan Walanae. Dia menatap Walanae penuh isyarat. Walanae mengalihkan pandangannya ke dalam rumah. Ia memandangi Walanae hingga menghilang di ujung jalan. Air mata Walanae terjatuh, melihat kondisi Mario yang berlumuran darah itu. Mario pemuda yang diidolakan banyak gadis. Berparas tampan, kini menjadi seorang pecandu n*****a dan kriminal. Hakim, menjatuhkan hukuman kurungan penjara pada Mario selama sepuluh tahun. Waktu yang tidak sebentar, tentu saja bisa menghancurkan masa depan Mario. Dalam kurun waktu sepuluh tahun itu, Mario banyak berubah, hingga hari kebebasannya tiba. Dia memutuskan kembali ke keluarganya yang masih mengontrak rumah di kompleks tempat tinggal mereka dulu. Ibunya sudah membuka hatinya, menerima kehadiran anaknya itu. Kakaknya sudah menikah, tapi masih tinggal satu kontrakan dengan ibunya. Keadaan ekonomi keluarga mereka tidak bisa lagi kembali stabil seperti dulu lagi. Bahkan mereka mengontrak di rumah kontrakan mereka dulu. Tapi untuk urusan makan dan membayar kontrakan, mereka sudah tidak kesulitan lagi. Ibunya berjualan nasi kuning, sedangkan kakaknya membuka sebuah bengkel. Di bengkel itulah Mario membantu kakaknya bekerja. Di sela pekerjaannya itu, dia selalu menyempatkan diri ke studio musik yang didirikannya dulu bersama teman-teman satu kompleksnya, saat ayahnya masih berjaya. Warga setempat juga sudah menerima kehadiran Mario kembali. Itu mereka lakukan karena melihat perubahan besar pada Mario. Mario menjadi penggerak bagi anak muda setempat untuk menjadikan kompleks mereka bersih dan indah. Berbagai kegiatan positif Mario tularkan kepada mereka. Mereka bukan sekedar nongkrong saja di pinggir jalan, tapi mereka kini menghasilkan karya, dengan mengaktifkan kembali studio musik mereka. Selain itu, mereka juga sudah rajin melakukan kegiatan keagamaan. Kehidupan normal Mario pasca keluar dari jeruji tidak berlangsung lama. Kehadiran Alena, menghancurkan usaha Mario untuk lepas dan move on dari masa lalunya. Pertemuan mereka hari itu membawa dampak besar bagi Mario, begitu juga bagi Alena. Setelah mengetahui Alena adalah adik dari Walanae, bayang-bayang masa lalu Mario tentang Walanae kembali mengganggunya. Sejak hari penangkapan itu, harapan Mario pupus terhadap Walanae. Dia sadar jika setelah semua yang dia lakukan, dirinya harus siap kehilangan semua orang yang dicintainya. Kini Walanae telah menikah dengan seorang dokter gigi. Walanae sendiri seorang ahli gizi. Kemunculan Alena seolah mengembalikan masa muda Mario yang saat itu baru berumur tujuh belas tahun. Kini dia dua puluh tujuh tahun. Sepuluh tahun di atas Alena. Alena menjadi ujian terberat bagi Mario dalam menjalani kebebasannya. Sejak pertemuannya dengan Alena, Mario banyak diam. Dia diam-diam mengintai kediaman Alena. Dari sudut g**g sempit itu, Mario duduk menerawang jauh ke rumah Alena. Dia tidak menemukan bayangan Alena. Hanya terlihat ayah dan ibu Alena yang sudah tua sedang menanam sesuatu. Lalu Mario melihat seorang wanita yang usianya mungkin sebaya dengannya. Perawakannya lebih berisi. Itu diyakininya adalah, Walanae. Kabar kebebasan Mario belum sampai di telinga keluarga Alena. Mereka tidak menyadari, kalau sudah beberapa hari Mario mengamati mereka. Jiwa Mario bergejolak. Ia lampiaskan dengan bermain drum di dalam studio. Teman-temannya yang jauh di bawah umurnya itu, bingung melihat Mario. Mereka tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Siang malam Mario tidak henti-hentinya menabuh drum. Bahkan soal makan, ibunya membawakannya ke studio. Ibunya mulai khawatir melihat perubahan Mario. Wanita tua itu takut jika Mario kembali lagi seperti dulu. Kekhawatiran ibunya bukan tanpa alasan. Awal mula perubahan sikap Mario setelah dihukum oleh ayahnya karena menculik Walanae. Mario tidak henti-hentinya menabuh drum di dalam kamarnya yang membuat seisi rumah dan tetangganya terganggu. Mario yang lelah, meletakkan kepalanya ke pangkuan sang ibu yang duduk di sudut studio itu. Hal yang tidak pernah ia lakukan setelah keluar dari penjara. Ibunya membelai rambut anak bungsunya itu. Tidak ada lagi air matanya yang tersisa untuk jatuh hari itu. Mario mencoba menjalani hari-harinya dengan normal. Berbagai kegiatan dilakukannya bersama penghuni g**g. Membersihkan selokan, atap rumah dan lainnya. Namun bayang-bayang Alena tidak bisa terlepas dari ingatannya. Saat memperbaiki atap rumah kontrakan sang ibu, mata Mario tertuju pada sebuah rumah di kompleks depan yang jendelanya menghadap ke belakang, tepat di atas langit-langit g**g sempit. Mario teringat akan rumah itu. Itu adalah rumah keluarga Walanae. Akhirnya Mario menemukan cara memancing Alena keluar. Dia yakin Alena akan keluar ketika mendengarnya menyanyi. Karena gadis itu begitu tertarik dengan nyanyiannya, gumam Mario. Malam besoknya, Mario mulai melancarkan aksinya. Dia naik di atap rumah kontrak sang ibu. Lalu mulai memainkan gitarnya dan bernyanyi. Alena yang sedang belajar terperanjat dari duduknya. Dia berlari ke jendela mencari arah suara itu. Karena gelap, Alena tidak bisa melihat apa-apa, dia hanya bisa mendengar suara lelaki itu saja. Umpan hanya satu namun berhasil menggaet dua target sekaligus. Walanae yang sudah terbaring dalam pelukan suaminya terbangun karena mendengar suara lelaki yang menyanyi itu. Dia bergegas mencari arah suara itu yang makin dekat di jendela, makin jelas suaranya. Walanae merasa suara itu tidak asing baginya, apalagi lagu-lagu yang dinyanyikannya, itu lagu-lagu kesukaannya dari band favoritnya. Mario, hanya melihat siluet mereka. Ketika lampu kamar jendela satu dimatikan, lampu jendela kamar kedua dinyalakan. Itu adalah kamar Alena dan Walanae. Saat Walanae terbangun dan menyalakan lampu, Alena mematikan lampu dan mencoba ke pembaringan sembari menikmati alunan suara lelaki itu. Melihat isyarat lampu itu, Mario yakin usahanya itu berhasil. Keesokan harinya, Walanae membahas kejadian semalam itu di meja makan. " aneh ya yah, sudah lama tidak ada yang menyanyi seperti itu di sekitar sini" cerita Walanae ke ayah dan suaminya. "mungkin anak sebelah berulah lagi" sambung ayahnya. "mana ada anak sebelah yang berani begitu" kata ibunya Alena hanya menyimak pembicaraan itu. "Dek, kamu dengar tidak suara itu semalam?" Tanya Walanae ke Alena. "ah...dengar...tidak...aku tidurnya cepat" jawab Alena "Dek kakak sama bang Faaz sepertinya tidak bisa menjemput kamu sebentar sore deh... ada pertemuan kami sampai malam" ungkap Walanae "tetap bisa sih kita jemputnya, hanya saja waktunya itu cuma lima belas menit. Sementara perjalanan dari tempat bimbingan belajar Alena ke rumah itu dua puluh menit" penjelasan kakak iparnya. "tidak usah antar sampai di depan rumah, biarkan dia berjalan kaki seperti biasa lewat g**g" kata ayahnya "lewat g**g itu lagi?" tanya Alena kaget "memangnya kenapa, ada masalah?" Walanae balik bertanya. Alena salah tingkah. "iyya... tidak... tidak masalah kok kak" jawab Alena gelagapan, membuatnya hampir keselek. melihat itu kakak perempuan dan ibunya menyodorkannya air minum. Sepanjang jalan menuju sekolah, Alena tampak gelisah di dalam mobil. "Dek kamu kenapa?...kakak perhatikan dari tadi tingkah kamu aneh deh!" tanya kakaknya "aku baik kok kak..." jawab Alena "kepikiran ujian akhir kali" sambung kakak iparnya. Alena yang selalu kepikiran harus lewati g**g itu lagi tidak sadar jika mobil kakak iparnya sudah berhenti di depan gerbang g**g sempit itu. Saat mengantarnya pulang. "maaf ya dek kamu harus turun di sini...Abang buru-buru soalnya" tanya Kakak iparnya. "ahhh.. Iyya...tidak masalah bang" Alena pamit dan turun dari mobil. Melihat Alena, para penghuni g**g sempit itu serentak mengarahkan matanya ke Alena. Alena jadi salah tingkah, melewati kerumunan warga yang sedang kerja bakti itu. Segerombolan pemuda sedang mendirikan sebuah tiang di depan studio bersiul menggoda Alena. Langkah Alena semakin berat. Dia menundukkan kepalanya, hingga rambutnya menutup wajah Alena. Tiba-tiba saja, dari dalam studio, terdengar suara. "Aku mencintaimu Alena!" suara itu datang dari pengeras suara di dalam studio Alena mengenali suara itu. Suara lelaki misterius itu, yang sudah memergokinya dan bernyanyi sepanjang malam itu. Alena keringat dingin. Sekujur tubuhnya gemetaran. Dia ingin berlari namun terhalang oleh kerumunan orang yang sedang kerja bakti. Langkah Alena terhenti saat melihat tulisan sepanjang jalan g**g itu. "AKU MENCINTAIMU ALENA" Wajah Alena pucat fasih seolah melihat hantu. Tiba-tiba dia merasakan orang-orang dan benda sekeliling melayang berputar mengitarinya. Dengan sigap warga setempat menangkap tubuh Alena yang jatuh pingsan. Mereka memapah Alena masuk ke dalam studio. Beberapa orang mencoba membangunkannya. Tubuh Alena memberi respon setelah percikan air mengenai wajahnya. Alena membuka matanya. Dia kaget melihat wajah-wajah sangar tepat di atas kepalanya. Alena histeris ketakutan dan tiba-tiba memeluk orang yang duduk membelakang di sampingnya. Lelaki itu kaget. Alena memeluk erat tubuhnya, dia menyembunyikan wajahnya dibalik bahu lelaki itu. Melihat Alena yang begitu ketakutan, lelaki itu dengan cepat membubarkan kerumunan itu. Dia meminta orang-orang itu untuk ke luar dari studio dan menutup pintu. Tanpa Alena sadari, dirinya hanya tinggal berdua di dalam studio itu. Namun belasan pasang mata mengintip dari luar studio. Alena yang tidak lagi mendengar suara-suara berisik di sekitarnya, membuka matanya pelan-pelan. Betapa kagetnya dia, melihat orang yang ada di depannya adalah lelaki itu. Wajahnya memerah, dia menarik tangannya dengan cepat dari tubuh lelaki itu. Alena bergegas mencari barang-barangnya, tas dan juga sepatunya yang dilepas warga sebelumnya. Lelaki itu tertawa melihat aksi kocak gadis yang bingung mencari pintu keluar studio itu, yang kesulitan menemukan pintu karena cat dinding dan pintu studio itu sama. Bahkan pintu studio itu modelnya seperti dinding rumah orang Jepang. Lelaki itu menarik tangan Alena. Tubuhnya Alena terpental ke dinding batu. Dia mencoba berontak namu tubuhnya makin terhimpit. Lelaki itu menggenggam erat tangannya dan mengunci tubuh Alena. Di lehernya melingkar kalung menyerupai ular yang menjulur menyentuh wajah Alena. Alena berusaha berteriak, tangan lelaki itu tidak cukup untuk membekap mulut Alena. Dia sudah berusaha membuat Alena tenang dan tidak takut juga tidak bereaksi tapi Alena makin histeris. Dengan sigap bibir lelaki itu menerkam bibir Alena yang lembut, membuat Alena tidak berkutik, tubuhnya yang tipis itu tidak bisa menahan berat tubuh lelaki di depannya itu. Alena yang akhirnya pasrah. Lelaki itu melepaskan tangan dan bibirnya dari tubuh Alena saat Alena sudah tenang. Tanpa rasa canggung dia mencari stik lalu memainkan drum di samping Alena yang tampak begitu terpuruk. Dia masih belum bisa berkata-kata, bahkan dia seolah tidak mendengarkan suara bising yang ditimbulkan dari bunyi drum yang ditabuh Mario.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD