When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Siang berlalu, tapi tidak ada kabar dari Umi. Umi bahkan mematikan ponselnya sejak pagi. Gibran yang duduk di teras rumah Umi hanya bisa memeluk diri dari dinginnya hati. Entah kenapa hatinya kini merasa tidak nyaman. Entah karena pesan yang dikirimkan oleh Umi atau karena Umi tidak pulang atau karena perasaan Gibran yang mulai was-was karena tidak lagi dicintai Umi seperti pesan ibu-ibu yang bertemu tadi di masjid tempat ia mencari Umi. Sudah pukul sembilan malam kini, Gibran bahkan tidak masuk kerja. Semua hal yang biasanya teratur mulai berantakan, hal itu terlihat dari tubuh Gibran yang semakin tidak terurus. Diusapnya mata yang tiba-tiba basah, mengingat semua yang terjadi belakangan membuat matanya basah dan melupakan Umi. Lelah menunggu, Gibran tertidur. Di saat itulah Umi pulan