When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
“Aku benar-benar kecewa pada kalian. Apa tidak malu membuat kegaduhan di rumah sakit!” gerutu Gibran saat datang sore harinya. Dengan tubuh yang sudah lelah, ia harus berhadapan dengan pihak rumah sakit yang meminta kerugian karena merusak fasilitas rumah sakit dengan jumlahnya yang tidak sedikit. Pihak rumah sakit pun sudah memperingatkan untuk tidak membuat kegaduhan di dalam, apalagi dengan kondisi Arani yang benar-benar butuh istirahat. Mereka menekankan agar pengunjung tertib dan tidak membuat masalah. “Iya, Mas. Maaf, kami tidak bermaksud untuk....” “Tidak usah membela diri, aku tahu semuanya. Kalian ini benar-benar membuatku lelah. Apalagi kamu Umi, kenapa harus membuat ibu marah lagi?” tanya Gibran mulai menyalahkan Umi dengan suaranya yang tinggi. Umi hanya bisa diam mendeng