When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
“Hari ini kan weekend, biasanya Nadia akan balik kesini kok, Mbak. Nanti kita bisa bicarakan lagi dengan Nadia,” ucap Retno sambil tersenyum mentap Arani yang tidak sabar menunggu kepulangan Nadia. “Iya, semoga Nadia cepat pulang, aku sudah tidak sabar menjadikan Nadia mantu di rumahku dan segera nimang cucu. Aku sudah tidak lagi muda kan, No. Jadi bolehlah secepatnya keinginan kita terlaksana, semoga Nadianya mau dan tidak menolak lagi ya,” ungkapnya dengan penuh harapan. “Nanti kalau Nadia pulang, aku akan bicarakan ini lagi, Mbak. Aku juga tidak sabar jadi besanan dengan Mbak.” Keduanya tersenyum dengan pikiran masing-masing. Di dalam hati Arani tentu ingin menyingkirikan Umi secepatnya, tapi di dalam hati Retno menikahkan anaknya dengan Gibran adalah keuntungan besar. Tidak lama,