When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
“Nadia, Mas boleh bicara?” tanya Gibran menatap istrinya yang duduk di atas ranjang sambil menatap kosong. Nadia tersentak saat Gibran naik ke atas ranjang dan menatapnya meminta jawaban. Nadia bergeser dan menunduk, wajahnya tampak ketakutan. Namun, ia harus melakukan apa yang diperintahkan ibunya untuk sekamar dengan Gibran mulai hari ini tanpa mengelek lagi. “Silakan,” jawabnya mencoba tenang dengan pendek. Mencoba menenangkan debaran di hatinya, agar terlihat biasa saja. “Mas tidak akan menyentuhmu jika kamu tidak mengizinkan, tenang saja, tidak usah takut. Mas paham kamu butuh waktu, untuk berhenti mencintai kekasihmu itu dan mau bersama Mas saja sudah membuat Mas amat bersyukur. Terima kasih, Nad,” ucap Gibran menatap Nadia dengan serius dan memberikan senyuman. Nadia menatap