Mulai Berharap

1023 Words
Ketika sudah sampai rumah, Kak Safa sudah menungguku di ruang keluarga. Aku berlari menghampirinya tapi sudah terlebih dulu dicegah oleh kak Safa. "Dek kalau dari luar biasain cuci tangan sama cuci kaki dulu." Ucap kak Safa. "Ooh iya Liza lupa kak, ya udah kalau gitu Liza mandi dulu ya." ucapku sambil berlari menaiki tangga. Aku sebenernya tau, kalau Kak Safa sudah penasaran kenapa aku pulang telat hari ini dan sama sekali tidak memberi kabar. Usai mandi dan mengganti bajuku dengan baju tidur, aku menyiapkan nyaliku sebelum dapat siraman rohani dari Kak Safa. Dan benar saja tidak lama kemudian pintu kamarku terbuka dari luar, akupun tau itu pasti kak Safa yang masuk kedalam kamarku. Kak Safa tersenyum ke arahku, kemudian duduk di sampingku. Dan aku pun berbaring menghadap Kak Safa. "Dek seharian ini kamu kemana aja?" tanya kak Safa sambil mengelus rambutku "Tadi habis bimbingan skripsi, Liza main kak ke Sency sama Afrin terus sama mas Afnan juga." Jawabku sambil tersenyum manis "Besok-besok bilang ya kalau mau main lagi atau mau pulang telat, biar kakak ga khawatir nungguin kabar kamu." ucap kak Safa lagi dan aku pun mengangguk tanda mengerti. "Tadi main apa aja sama Afrin." tanya Kak Safa lagi. "Tadi main time zone kak, setelah itu kita lanjut nonton tapi tiba-tiba Afrin balik ke kampus lagi buat bimbingan. Akhirnya aku cuma nonton berdua aja sama mas Afnan." jawabku hati-hati kepada kak Safa. Kak Safa tersenyum tapi aku tau sebenernya dalam hatinya pasti ingin marah padaku, karena aku jalan berdua dengan laki-laki tanpa ada mahram. "Liza tau ga kalau laki-laki dan perempuan yang bukan mahram jalan berduaan hukumnya haram." jawab kak Safa Aku mengangguk tanpa menjawab apa-apa lagi, karena aku tau disini aku lah yang salah. "Za kamu inget waktu kakak bilang ma kamu, apa hukumnya laki-laki dan perempuan berduaan tanpa ada mahram sekalipun itu di tempat umum." Ucap kak Safa lagi kepadaku Aku kemudian bangun dari tidurku dan duduk menghadap Kak Safa. "Aku inget kog kak, semua yang kakak bilang dulu." Jawabku kepada kak Safa "Coba kakak mau denger, kalau kamu beneran inget apa yang pernah kakak bilang dulu sama kamu." Ucap kak Safa lagi. "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara k*********a; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Dan katakan kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka." (QS An-Nur :30-31) "Dari sini kamu paham dek apa yang kakak maksud tadi?" tanya kak Safa lagi dan aku pun hanya diam dan mengangguk. "Setelah ini kakak mau kamu jangan sampai berduaan lagi dengan Mas Afnan atau lelaki manapun yang bukan mahram kamu, sekalipun itu dalam keadaan yang mendesak." ucap kak Safa lagi. "Iya kak, Liza janji ga bakalan ngulangin lagi." Jawabku kemudian. Setelah itu aku mulai menceritakan hal-hal lucu kepada kak Safa, dan suasana kembali mencair lagi, sampai aku kelelahan dan akhirnya tertidur. Aku juga merasa kalau kak Safa juga ikutan tertidur disamping ku, sebelum akhirnya aku melanjutkan alam mimpiku lagi. ***** Sayup-sayup aku mendengar suara kak Safa mengaji, lalu aku melihat jam disamping mejaku menunjukkan pukul 04:30. Kemudian aku terbangun karena sebentar lagi adzan subuh. Aku berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu, setelah keluar dari kamar mandi aku melihat kak Safa sudah selesai mengaji dan melihat ke arahku. "Alhamdulillah udah bangun, tanpa ada drama di pagi." Ucap kak Safa kepadaku. Aku menyiapkan mukenaku dan duduk dibelakang kak Safa. "Sengaja pengen sholat jamaah bareng sama kak Safa." ucapku sambil memeletkan lidahku, padahal sebenarnya aku terbangun gara-gara mendengar suara kak Safa mengaji. Setelah sholat berjamaah aku berbagi tugas dengan kak Safa, aku membereskan tempat tidur dan menyapu rumah sementara kak Safa menyiapkan sarapan. Tiba-tiba terdengar suara bel pintu rumahku berbunyi, kak Safa berteriak dari arah dapur. "Dek tolong buka pintunya, nanggung nii mau kakak tinggal." Ucap kak Safa sambil membalikan ayam yang dia goreng. Aku berjalan ke arah pintu utama untuk membuka pintu, ternyata yang datang pagi-pagi adalah sahabatku Afrin dan Mita. Setelah aku mempersilahkan mereka masuk, lalu mereka menyapa Kak Safa yang ada di dapur. "Assalamualaikum kakak cantik, wangi banget masakannya. Mau di bantuin ga?" Teriak Afrin lalu berlari memeluk kak Safa. "Wa'alaikumsalam anak sholehah, jangan teriak-teriak ya kalau di dalem rumah." Ucap kak Safa sambil mencubit hidung Afrin "Kak buahnya aku bawa kedepan ya sama brownies coklatnya juga." Ucap Mita sambil membawa cemilan ke ruang keluarga. Kak Safa mengacungkan jempolnya, sementara aku hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan teman-temanku yang terlalu bar bar. "Frin udah kumpul sana sama Mita di depan, ntar kalau udah jadi makanannya kakak panggil." Ucap kak Safa kepada Afrin. "Yakin ga mau dibantuin nii kak?Aku lagi rajin lo hari ini." Jawab Afrin kepada kak Safa. "Iya ga usah, lagian ntar ga selesai-selesai ini masaknya kalau ada kamu." jawab kak Safa sambil mengacak-acak kepala Afrin "Ya udah kak aku kedepan dulu ya, nanti panggil aja kalau butuh bantuan." kak Safa tersenyum sambil mengangguk kepada Afrin, setelah itu Afrin berjalan ke ruang keluarga menyusulku dan juga Mita. "Tumben kalian dateng kesini pagi-pagi emang mau ada acara apa?" Tanyaku pada Afrin dan Mita. "Tadinya aku mau ngajakin Afrin buat ngerjain skripsi bareng Za, tapi males di rumah Afrin ada Kak Izzah." Jawab Mita sambil mengupas apel. "Emang ngapain Kak Izzah pagi-pagi ke rumah kamu frin." tanyaku kepada Afrin "Ga tau aku Za, tadi sii pas aku mau kesini dia lagi ngobrol sama mama di dapur." Jawab Afrin cuek Seketika dadaku merasa sesak, saat tau kalau kak Izzah masih dekat dengan mas Afnan. perasaan macam apa ini, kenapa hatiku sakit sekali. Sungguh sebenernya aku tidak mau terlalu berharap dengan mas Afnan, tapi kenyataannya aku tidak bisa mengontrol perasaanku sendiri. Seketika air mataku mulai menetes, dan segera aku hapus sebelum Afrin dan Mita mempergokiku sedang menangis. Kak Safa memanggil kami dari arah dapur untuk sarapan, dan kita semua kemudian menuju meja makan dan bersiap untuk makan. Seketika nafsu makanku hilang entah kemana, aku mulai lelah dengan perasaan ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD